Informasi Terpercaya Masa Kini

Apakah Candi Borobudur Aslinya Punya Chattra? Ini Kata Arkeolog

0 8

KOMPAS.com – Kementerian Agama (Kemenag) memiliki rencana memasang chattra atau sejenis payung di puncak stupa induk Candi Borobudur pada Rabu (18/9/2024). Namun, rencana itu ditunda untuk dikaji lebih mendalam.

Dirjen Bimas Buddha Kemenag Supriyadi mengatakan, banyak kitab dan literatur menulis tentang chattra. Contohnya, kitab Lalitawistara Sutra, Gandawyuha Sutra, atau kisah Jataka, Awadana, dan Karmawibhangga Sutra.

“Sesuai arahan Gus Men (Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas), keputusan untuk memasang kembali chattra merupakan upaya dalam menyempurnakan Borobudur sebagai Pusat Kunjungan Wisata Religi Agama Buddha Indonesia dan Dunia,” tegas Supriyadi dalam rilis resminya (14/12/2023).

Namun, Juru Bicara (Jubir) Kemenag Sunanto mengungkapkan, pemasangan chattra di Borobudur ditunda karena hasil analisis menunjukkan kondisi material chattra tidak utuh sehingga belum bisa dipasangkan ke candi.

“Sejumlah langkah ditargetkan dalam satu tahun ke depan untuk selanjutnya direalisasikan pemasangan chattra di Candi Borobudur dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku untuk memenuhi harapan umat Buddha,” jelasnya, Rabu (11/9/2024).

Lalu, apakah Candi Borobudur aslinya memiliki chattra?

Baca juga: Apa Itu Chattra yang Akan Dipasang di Candi Borobudur? Ini Penjelasan Biksu Bhadra Ruci

Chattra di candi Buddha

Pakar arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Daud Aris Tanudirjo mengungkapkan, chattra dari segi keagamaan mungkin memang bagian atau unsur dari stupa.

Namun, dia menilai, bentuk stupa selalu beradaptasi secara lokal dan pembuatannya disesuaikan dengan budaya setempat. Hal ini disebut dengan lokal jenius atau genius loci.

“Kalau kita lihat di relief Candi Bodobudut, ternyata tidak semua stupa digambarkan ber-chattra,” ujar Daud saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (13/9/2024).

Menurutnya, ada 72 stupa di teras melingkar Borobudur yang digambarkan dalam relief tidak memiliki chattra.

Selain Borobudur, tambah dia, banyak juga candi Buddha di Indonesia yang memiliki stupa tapi tanpa chattra.

“Artinya, di Indonesia, Jawa setidaknya, memang stupa tidak selalu memiliki chattra. Itu logika akademisnya,” tambah Daud.

Dia mencontohkan, umat Buddha di China dan Jepang memiliki tempat ibadah berbentuk pagoda atau sejenisnya daripada stupa. Di pagoda, chattra yang berbentuk payung juga tidak tampak jelas.

“Jadi, di setiap tempat bisa ada cara ekspresi, wujud stupa yang disesuaikan budaya setempat,” tegasnya.

Baca juga: Benarkah Candi Borobudur Tidak Pernah Masuk Daftar Tujuh Keajaiban Dunia?

Tak ada chattra tanpa data

Daud melanjutkan, arkeolog di Indonesia menentukan Candi Borobudur memiliki chattra atau tidak setelah melakukan pembelajaran beragam terhadap bentuk stupa yang ada di relief.

Menurut dia, relief candi sering menjadi sumber yang memberikan gambaran kondisi candi pada masa pembuatannya. Dari relief itulah banyak informasi yang bisa digali untuk menentukan bentuk stupa.

“Lalu juga dikaitkan dengan konteksnya. Misalnya, kalau bentuk stupa yang ber-chattra biasanya dipakai apa dan dipasang di mana, dan sebagainya,” tambah dia.

Daud menyebut, pengetahuan teoretis hasil pembelajaran itu lalu disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Caranya dengan menyesuaikan bukti kebendaan atau data lain yang memperkuat pengetahuan teoritis tersebut.

Karena itu, sebelum candi dipugar, para arkeolog harus melakukan kajian teliti dan memperhatikan banyak hal. Tahap ini disebut studi kelayakan.

Setelah dilakukan studi, batu-batu yang asli sekalipun masih akan menjalani tahap pencocokan sebelum dipasang. Ini dinamakan tahap restorasi atau pemasangan percobaan.

“Kalau data pendukungnya tidak ada, ya berarti tidak layak dipugar,” tegas Daud.

Baca juga: Fakta dan Sejarah Candi Borobudur, Candi Buddha Terbesar di Dunia

Pernah dipasang tapi tak sesuai

Arkeolog Museum Cagar dan Budaya (MCB) Unit Warisan Borobudur Hari Setiawan menuturkan, Borobudur pernah memiliki chattra saat melalui pemugaran pertama yang dipimpin Theodoor van Erp sekitar 1907-1911.

“Setelah Van Erp akan menyelesaikan pemugaran yang pertama dan menggambar struktur chattra pada stupa induk dengan garis putus-putus yang artinya Van Erp sendiri tidak mantap (dengan keberadaan chattra),” jelasnya, dikutip dari akun Instagram resmi MCB Borobudur, @konservasiborobudur, Senin (2/9/2024).

Sebelum pemugaran pertama selesai, asisten pemugaran J.J. de Vink melapor ke Van Erp kalau pihaknya menemukan struktur bata di sekitar candi. Apabila dikonstruksi, struktur bata itu bagian dari stupa perabuan atau pemakaman.

Penemuan ini menunjukkan, batu-batu penyusun chattra yang ditemukan di sekitar Borobudur merupakan bagian dari struktur stupa perabuan, bukan dari stupa induk.

Hal ini dibuktikan dari tiga lubang berdiameter sekitar 56 cm di sekitar candi yang memiliki bejana logam untuk menyimpan abu dari tokoh religius yang hidup pada masa 8-10 Masehi.

Temuan tersebut, lanjut Hari, membuat Van Erp yakin struktur chattra yang dia pasangkan di stupa induk Candi Borobudur adalah hal yang salah. Van Erp lalu menurunkan kembali chattra tersebut.

“Artinya, pada abad 8-10 Masehi, Candi Borobudur tidak berdiri sendirian. Ada struktur stupa di sekitarnya yang juga berasosiasi terhadap stupa pemujaan,” tambahnya.

Selain temuan tersebut, Hari mengungkapkan, lorong keempat sisi selatan Candi Borobudur memiliki panel dengan relief Gandavyuha yang disebut Bhadracari.

Gambar relief itu sangat mirip bentuk dan proporsinya dengan stupa induk Borobudur. Relief stupa itu tidak memiliki chattra.

Menurut Hari, Van Erp bahkan mengaku menyesal sempat memasang chattra pada stupa induk Borobudur.

Di sisi lain, dia menilai, bentuk Candi Borobudur yang tidak memiliki chattra merupakan bentuk dari lokal jenius masyarakat saat itu yang menggabungkan unsur agama Buddha dengan kondisi kebudayaan setempat.

“Sehingga Desember 1911 pada peresmian pemugaran pertama Candi Borobudur sudah mantap bahwa memang Candi Borobudur itu tidak ber-chattra,” tegas Hari.

Leave a comment