Jangan Berharap Lebih kepada Makhluk, Perbaiki Hubungan dengan Allah
Jangan berharap lebih kepada makhluk hidup. Sebab setiap harapan kepada makhluk hidup akan melibatkan emosi dan perasaan. Saatnya perbaiki hubungan manusia sebagai makhluk hidup dengan Allah SWT sebagai Pencipta, agar hidup lebih barokah.
Ungkapan “Jangan berharap lebih sesama makhluk” sering kali diartikan sebagai pengingat untuk tidak terlalu bergantung pada harapan atau ekspektasi terhadap orang lain. Ini bisa berarti pentingnya menjaga harapan kita dalam batas yang realistis dan tidak mengandalkan sepenuhnya pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan kita. Sebaliknya, fokuslah pada upaya dan perbaikan diri sendiri serta kebahagiaan pribadi, yang tidak tergantung pada tindakan atau keputusan orang lain. Dengan cara menyembah Allah SWT.
Ya, anda benar. Dalam ajaran Islam, memang dianjurkan untuk berbuat baik dan menyenangkan orang lain. Namun, kita juga perlu memahami bahwa tidak semua ekspektasi orang bisa atau harus dipenuhi.
Apabila kita mengharapkan pertolongan sesama makhluk hidup. Ketika kita selama ini berkelakuan baik, terus mendadak melakukan satu kesalahan, maka makhluk akan lebih condong menilai keburukannya dari pada kebaikannya.
Pernyataan tersebut menyentuh sebuah kecenderungan psikologis yang dikenal sebagai “negativity bias” atau bias negatif. Bias ini mengacu pada fenomena di mana individu lebih fokus pada dan lebih dipengaruhi oleh pengalaman negatif dibandingkan dengan pengalaman positif. Dalam banyak konteks, ini berarti bahwa seseorang mungkin lebih mudah menilai dan mengingat keburukan daripada kebaikan yang mereka lakukan. Bias negatif ini bisa berdampak pada cara kita melihat diri sendiri dan orang lain, serta bagaimana kita merespons pengalaman sehari-hari.
Memang benar, rambut boleh sama hitam, tapi isi otak manusia berbeda-beda.
Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa meskipun orang mungkin memiliki penampilan fisik yang sama, seperti warna rambut, namun pikiran, pendapat, dan cara berpikir mereka bisa sangat berbeda. Ini menggarisbawahi keragaman dalam kapasitas kognitif dan perspektif individu, meskipun ada kesamaan pada tingkat fisik. Setiap orang membawa latar belakang, pengalaman, dan pengetahuan yang unik, yang membentuk pandangan dan cara berpikir yang berbeda.
Setiap individu memiliki pandangan dan harapan yang berbeda, dan kadang-kadang hal tersebut mungkin tidak selaras dengan prinsip atau kapasitas kita.
Penting untuk menyeimbangkan antara berbuat baik kepada orang lain dan menjaga integritas serta kesehatan diri kita sendiri. Maka berterimakasihlah kepada diri sendiri sebagai bentuk penghargaan atas usaha dan pencapaian yang telah dilakukan.
Mengakui dan merayakan keberhasilan, sekecil apa pun, bisa meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi. Ini juga penting untuk kesejahteraan mental dan emosional.
Terpenting adalah berterimakasih kepada tubuh kita sendiri, dari pada berterimakasih kepada orang lain, yang belum tentu menghargai kebaikan kita.
Namun demikian, berterimakasih kepada orang lain juga penting karena hubungan sosial dan dukungan dari orang lain memberikan makna dan kebahagiaan dalam hidup kita.
Keseimbangan antara keduanya—menghargai tubuh kita sendiri dan menghargai kontribusi serta dukungan dari orang lain—adalah kunci untuk kesejahteraan yang holistik. Apapun penilaian orang lain, jangan berhenti berbuat baik.
Ya sudahlah, mari kita saling memaafkan sesama manusia yang memang tempatnya khilaf dan dosa. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, semoga Allah SWT mengampuni segala perbuatan hambanya. Aamiin.
Dan apabila jaman sekarang ada manusia yang mengaku tidak pernah salah, mengaku paling jujur, paling tidak punya dosa, tidak punya rasa dendam dan egonya paling benar dari manusia lain. Maka sudah sepantasnya dipertanyakan kewarasannya.
Seperti kalimat bijak berikut ini, “Engkau tak akan mampu menyenangkan semua orang. Karena itu cukup bagimu memperbaiki hubunganmu dengan Allah, dan jangan terlalu peduli dengan penilaian manusia” {Imam Syafi’i}.