Batal Dipasang di Puncak Borobudur,Chattra van Erp Takkan Disusun Lagi
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Rencana pemasangan chattra Candi Borobudur hasil rekonstruksi Theodore van Erp pada 1907-1911, akhirnya dibatalkan.
“Berita itu benar,” tulis Wiwit Kasiyati lewat pesan pendek ke Tribun saat mengonfirmasi kabar hasil rapat di kantor Kemenko Marvest, Rabu (11/9/2024).
Kepala Sub Koordinator Museum dan Cagar Budaya Borobudur, Wiwit Kasiyati, mengaku lega atas rencana yang memantik polemik baru di kalangan ahli sejarah dan komunitas ini.
Pertemuan dihadiri pihak Ditjen Bimas Budha Kemenag RI, BRIN, dan sejumlah pihak terkait agenda kerja Presiden RI di Borobudur pada 18 September 2024.
Setelah ada Keputusan terbaru ini, chattra van Erp yang semula ditempatkan di halaman MCB Borobudur, dan sudah dibongkar serta diurai, tidak akan direkonstruksi lagi.
Baca juga: Kilas Balik Polemik Chattra Borobudur sejak Era Theodore van Erp
Baca juga: Puluhan Komunitas Pelestari Cagar Budaya Tolak Pemasangan Chattra Borobudur
Informasi tentang rencana pemasangan chattra di stupa induk Candi Borobudur berkembang sejak pekan lalu ketika beredar undangan acara 18 September 2024 yang akan dihadiri Presiden RI.
Sejalan dengan rencana itu, Kementerian Agama dan BRIN menurunkan tim ke Borobudur.
Mereka menggelar diskusi dan pada Jumat 6 September 2024, membongkar chattra di halaman Balai Konservasi Borobudur.
Pada diskusi di Hotel Artos Magelang pada Sabtu 7 September 2024, arkeolog Dr Daud Aris Tanudirjo yang diundang hadir, menyatakan sikap agar rencana itu ditunda dan dilakukan kajian menyeluruh.
Sementara Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) telah menggelar rapat koordinasi awal pekan ini menyatakan sikap menolak pemasangan chattra karena pertimbangan arkeologis dan sejarahnya.
Pernyataan penolakan pemasangan chattra disampaikan, Selasa (10/9/2024) oleh puluhan komunitas pegiat sejarah dan pelestari budaya di Sekretariat Komunitas Kandang Kebo.
Pernyataan sikap dibacakan Ketua Komunitas KK, Maria Tri Widayati, didampingi para pegiat literasi sejarah.
Mengaku Lega
Wiwit Kasiyati sebagai orang nomer satu di bidang pemeliharaan Candi Borobudur mengaku lega atas keputusan ini.
Ia menyebut kajian teknis BRIN menyebutkan secara teknis struktur stupa puncak Borobudur lemah, dan tidak mampu menopang beban berat baru jika chattra diletakkan di puncak.
“Kajian kam sejak 2018 juga menyatakan chattra can Erp diragukan keasliannya,” kata Wiwit Kasiyati dalam pesan berikutnya.
Seperti diberitakan sebelumnya oleh Tribun, gagasan memasang chattra di stupa induk Borobudur datang dari Ditjen Bimas Budha Kemenag RI yang didukung sebagian kelompk Budha.
Upaya sistematis dan kampanye untuk mendukung ide pemasangan itu berlangsung sejak lama, dan narasinya bisa dibaca di aneka pemberitaan di situs Kemenag RI.
Menyusul rencana terbaru yang semulla akan dieksekusi 18 September 2024, langkah awal dilakukan BRIN dan Ditjen Bimas Budha Kementerian Agama RI.
Di Tzu Chi Center, Jakarta Utara, Senin sore 9 September 2024 ini, Dirjen Bimas Budha Kemenag RI Drs Supriyadi MPd, mengundang para bhikku terkait rencana pemasangan chattra Borobudur.
Sesuai undangan yang beredar dan diperoleh Tribun, tajuk pertemuan adalah “Koordinasi Peresmian Pemasangan Chattra Stupa Induk Borobudur.”
Mengenai pembongkaran chattra, langka itu dilakukan sebagai bagian kajian teknis.
Per Senin 9 September 2024, fragmen-fragmen batu chattra van Erp yang dibongkar, diletakkan di halaman Studio Sejarah Restorasi Borobudur di Balai Konservasi Borobudur.
Pada Kamis 5 September 2024, chattra itu masih terpasang di tempatnya sejak 2019, sesudah dipindahkan dari Museum Karmawibhangga.
Pada hari yang sama, tim BRIN tampak melakukan pengukuran dan mendatangkan perancah, guna persiapan pembongkaran chattra atau simbol payung khas bangunan suci Budhis itu.
Kepala Sub Koordinator Museum dan Cagar Budaya Borobudur (dulu Balai Konservasi Borobudur), Wiwit Kasiyati, saat konfirmasi waktu itu menjelaskan, pembongkaran dilakukan untuk studi teknis dan penyiapan Detail Engineering Design (DED).
Persiapan sudah dilakukan sejak beberapa hari terakhir di kawasan Candi Borobudur, dan rencananya upacara peresmian akan dilangsungkan 18 September 2024.
Undangan acara ini sudah tersebar dengan kop Ditjen Bimas Budha Kementerian Agama RI yang ditandatangani Dirjen Bimas Budha, Drs Supriyadi MPd.
Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto direncanakan akan hadir di Candi Borobudur.
Tajuk acaranya adalah peletakan paratama chattra di pelataran Candi Borobudur.
Arkeolog senior dan purna bakti FIB UGM, Dr Daud Aris Tanudirjo dalam wawancara khusus dengan Tribun mengingatkan perlunya kehati-hatian tentang chattra Borobudur.
Sebab, perbedaaan pendapat sudah berlangsung lama dan para ahli Sejarah serta arkeolog sudah sampai pada kesimpulan stupa Borobudur tidak berchattra.
Chattra versi rekonstruksi Theodore van Erp juga mengandung keraguan menyangkut otentisitas atau keaslian ornament itu di stupa induk Borobudur.
Daud Tanudirjo pada Sabtu 7 September 2024 mengaku diundang dalam diskusi bersama tim BRIN dan Bimas Budha Kemenag RI di Hotel Artos Magelang.
Pada pertemuan itu Daud Tanudirjo dan Marsis Sutopo dari Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) sepakat merekomendasikan agar pemasangan chattra ditunda untuk dikaji lagi.
“Kami memang menyarankan untuk ditunda,” kata Daud Tanudirjo. Namun ia mengaku belum tahu bagaimana kelanjutan masalahnya sesudah pertemuan itu.
Pada Selasa (3/9/2024) hingga Kamis (5/9/2024), seperti disaksikan Tribun di lapangan, persiapan teknis pengukuran, pendokumentasian, dan persiapan bongkar telah dilakukan di MCB Borobudur.
Pertemuan sejumlah pihak juga digelar di sebuah hotel di Magelang, termasuk menghadirkan Pak Werdi, pensiunan Balai Konservasi Borobudur.
Pak Werdi ini menjadi satu-satunya orang yang tersisa yang memahami dan sekaligus pernah merekonstruksi chattra Borobudur sejak tahun 1995.
Dalam beberapa hari terakhir, Pak Werdi secara khusus dimintai bantuan untuk membongkar dan memasang kembali chattra itu.
Pendekatan intensif kabarnya dilakukan pihak ketiga, atau kontraktor yang mendapat tugas untuk proyek pemasangan chattra ini.
Ahli pencari dan penyusun batu Candi Borobudur yang pensiun sejak 2010 ini merasa dirinya di posisi sangat sulit.
Ia yang pernah jadi anak buah Prof Dr Soekmono saat pemugaran Borobudur sejak 1973 mengamini pendapat pakar sejarah klasik itu.
Menurutnya mengutip pendapat Prof Dr Soekmono, stupa induk Borobudur tidak memiliki chattra, meskipun ada relief di candi ini yang memperlihatkan bentuk chattra.
Arkeolog dan ahli sejarah Dr Daud Aris Tanudirjo mengingatkan para pihak mengenai sikap dan pendapat para ahli yang hingga hari ini belum ada kata putus tentang chattra Borobudur.
Jika ada pihak yang ingin memaksakan kehendak memasang chattra di stupa induk Borobudur, maka sebaliknya harus ada kajian final yang komprehensif.
Di kalangan Budhis pun menurut Daud Tanudirjo juga pendapatnya masih terbagi. Ada yang ingin cahttra dipasang, tapia da juga yang menganggap tidak perlu dipasang di Borobudur.
Sebab, kata Daud Tanudirjo, kehadiran chattra di stupa puncak Borobudur bisa mempengaruhi otentisitas bangunan itu.
Secara arkeologi, tidak ada bukti kongkret di stupa puncak itu pernah dipasangi simbol payung. Jika dipaksakan, hal ini bisa berpengaruh ke status Borobudur sebagai World Heritage UNESCO.
Polemik Lama
Chattra di stupa induk Candi Borobudur menjadi polemik selama puluhan tahun, sejak Theodore van Erp merestorasi candi Budha itu pada tahun 1907 hingga 1911.
Chattra hasil rekonstruksi van Erp pada tahun 1931 sempat dipasang di stupa induk, tapi diturunkan kembali.
Theodore van Erp merasa ragu menyusul kritik dan kontroversi apakah Candi Borobudur berchattra atau tidak.
Van Erp mengganggap belum memiliki dasar dan bukti-bukti kuat di stupa puncak pernah ada chattra atau simbol payung di bangunan suci Budhist.
Dalam khasanah bangunan suci Budhist, chattra merupakan bagian dari stupa yang berbentuk payung bersusun tiga.
Letak chattra berada paling atas. Secara umum, stupa tersusun dari alas membulat yang ditinggikan dan diletakkan di bawah kubah.
Lalu pada bagian atas kubah terdapat harmika atau tanah berpagar juga as roda atau batang untuk menopang chattra.
Chattra menyimbolkan perlindungan bumi dari kekuatan jahat. Selain itu, chattra juga bermakna sebagai objek persembahan surgawi dan juga penanda anggota keluarga kerajaan.
Jumlah chattra di atas stupa pada masa India kuno adalah tiga belas. Jumlah ini merupakan lambang penghormatan bagi raja penguasa dunia atau kerajaan yang memiliki daerah kekuasaan yang luas.
Meskipun demikian, berdasarkan maksud dan tujuan didirikannya stupa, budaya lokal, keterampilan dari perajin lokal serta keyakinan masyarakat setempat dapat menyebabkan beragamnya bentuk bagian-bagian stupa (alas, kubah, harmika, dan payung).
Oleh karena itu, bentuk dan gaya arsitektur stupa dapat berbeda-beda, baik antar daerah maupun antar negara.
Perbedaan-perbedaan itu bisa dilihat di negara-negara Asia yang pengaruh ajaran Buddha kuat atau berkembang, seperti India, Sri Lanka, Thailand, Kamboja, Nepal, dan Tibet. (Tribunjogja.com/Setya Krisna Sumarga)