Menantang Hidup Tanpa Smartphone
Ponsel pintar (smartphone) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masa kini. Banyak tugas manusia dituntaskan dengan mudah melalui ponsel pintar. Membaca, menulis, membeli, membayar, mengirim dokumen pekerjaan, bertukar informasi, dan akses media hiburan dilakukan melalui ponsel pintar. Desain ukuran dan fungsinya menambah kepraktisan yang menarik perhatian pengguna.
Dilansir dari investor.id, pengguna ponsel pintar di Indonesia diproyeksikan mencapai 194,26 juta pada tahun 2024, bertambah 4,23 juta dari tahun 2023. Laju pertambahan jumlah pengguna smartphone menunjukkan gaya hidup masyarakat modern dan aktif mengikuti tren teknologi yang dibarui.
Perkembangan ponsel yang sejak awal diutamakan sebagai alat bertukar informasi dan telepon jarak jauh telah bertransformasi fungsi menjadi media monopoli. Artinya, sebagian besar perhatian dan fokus manusia dihabiskan di ponsel pintar. Sehingga muncul anggapan “teknologi mendekatkan yang jauh dan mejauhkan yang dekat”, sejatinya pernyataan ini tidak keliru.
Penulis berpendapat bahwa mengingat kemajuan peradaban, tidak disangkal bahwa smartphone mengubah pola hidup kita. Kalau dulu berkomunikasi jarak jauh membutuhkan waktu lama untuk saling berbalas surat, melalui smartphone hanya dalam hitungan detik dapat saling bertukar pesan melalui aplikasi chat yang ramah kuota pulsa. Akses berita berskala nasional dan internasional dapat terjangkau hanya dengan membuka browser internet dari smartphone. Mendengarkan musik dan nonton hiburan tidak lagi melalui TV atau radio melainkan semuanya itu dapat diperoleh melalui aplikasi canggih smartphone. Sungguh sangat mudah bukan? Namun, perlu diingat bahwa alokasi waktu screen time yang tidak terkontrol berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental. Radiasi ponsel yang tidak baik untuk kesehatan dan meningkatnya tingkat kecemasan adalah buktinya.
Kesadaran akan pentingnya mengurangi screen time mulai saya sadari sejak 5 tahun lalu ketika mengikuti kegiatan kemping bersama dengan anak dan remaja. Saya bertugas menjadi fasilitator selama 3 hari 2 malam. Peraturan utama di kemping tersebut adalah No Cell Phone Zone. Orangtua hanya boleh menghubungi anaknya di waktu break sore hari. Uniknya, anak-anak pada saat itu tidak ada yang meminta handphone-nya walau hanya untuk telepon orangtua. Mereka tampak bahagia dan bebas menikmati waktu bersama dengan teman-teman. Sementara itu, kesibukan mengurus kemping serta menikmati waktu di alam membuat saya lupa menyentuh smartphone. Saat itu, saya sangat menikmati waktu mengobrol, bercanda tawa, mengurus kebutuhan anak-anak, dan saling berbagi pengalaman dengan sesama rekan fasilitator. Pengalaman yang sangat bernilai dan sulit dilupakan. Nilai plusnya adalah momen berharga saya selama 3 hari tidak diganggu oleh ponsel. Sejak saat itu, saya berpikir apa yang akan terjadi apabila bumi kembali ke setelan awal? Teknologi lumpuh dan energi listrik kembali sulit didapatkan. Bagaimana kita akan beradaptasi dengan perubahan itu? Saat padam listrik dan baterai gadget lemah saja sudah lebih dari cukup membuat kita panik dan berharap listrik kembali nyala secepatnya. Padahal jika kita bisa mengalihkan perhatian penuh dari smartphone selama beberapa jam saja, maka ada begitu banyak hal menarik yang ditemukan di dunia nyata.
Pertanyaan apakah kita bisa hidup tanpa smartphone? Rasanya cukup menantang untuk menjawab dengan pasti “Ya, saya bisa”. Karena pada kenyataannya dari pagi sampai malam, ponsel pintar selalu dekat dengan kita. Namun, bukan mustahil mencegah terjadinya resiko smartphone addict. Menurut saya, apa yang bisa kita lakukan adalah mengendalikan penggunaan smartphone dengan cara limitasi screen time melalui beberapa cara berikut ini:
1. Menyimpan ponsel di waktu jam kerja. Tidak memegang ponsel membantu anda lebih fokus mengerjakan tugas hingga selesai. Untuk itu menyimpan ponsel di tempat yang tidak terlihat seperti laci meja membantu mengurangi distraksi saat bekerja.
2. Isi waktu istirahat dengan kebersamaan. Menikmati waktu luang bersama dengan orang lain seperti membicarakan hasil pertandingan olahraga, menu kopi terbaru di kedai favorit, dan rekomendasi film yang sedang tayang di bioskop membantu meredakakan ketegangan akibat stres saat beraktivitas.
3. Seting waktu penggunaan ponsel. Biasanya ada fitur ponsel sebagai pengingat berapa lama kita main ponsel dalam sehari. Fitur tersebut bisa dimanfaatkan untuk membatasi waktu main ponsel misalnya hanya 7-8 jam/hari.
4. Perbanyak aktivitas outdoor. Berada di dunia luar bermanfaat bagi tubuh dan pikiran terasa rileks. Ada banyak aktivitas sederhana yang dapat dilakukan seperti jogging, mengunjungi museum, santai di warung kopi, dan pergi ke tempat wisata alam. Semakin dekat dengan dunia nyata, maka ketergantungan pada ponsel pun semakin berkurang.
5. Sortir aplikasi smartphone. Ponsel pintar tidak menjadi ancaman selama kita mampu mengendalikannya. Salah satu cara mengendalikan diri dari penggunaan ponsel berlebihan adalah menyortir aplikasi. Pastikan ponsel pintar anda dilengkapi dengan aplikasi yang benar-benar bermanfaat.
6. Kembali ke dumbphone. Alternatif terakhir yang bisa dipertimbangkan adalah kembali ke era dumbphone. Hal ini berarti fungsi ponsel murni digunakan sebagai alat komunikasi jarak jauh. Akses ke sosial media dapat tetap anda lakukan dengan menggunakan laptop atau macbook.
Sebagai penutup, kontrol diri di era digital semakin menantang karena tidak hanya berperang dengan nafsu naluriah, tetapi juga hasrat yang sulit dikendalikan untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap teknologi canggih yang kian memudahkan dan menyenangkan hidup manusia.