Informasi Terpercaya Masa Kini

Kisah Penerbangan Japan Airlines 123, Ekor Pesawat Hancur di Udara Berujung Petaka

0 3

KOMPAS.com – Ratusan penumpang dalam penerbangan Japan Airlines 123 pada 12 Agustus 1985 silam tidak menyangka, mereka bakal mengalami sebuah petaka kecelakaan pesawat terburuk sepanjang sejarah.

Sebab, ekor pesawat Boeing 747 pada penerbangan dengan rute Bandara Haneda Tokyo menuju Bandara Itami Osaka, Jepang itu hancur di udara.

Gangguan teknis yang muncul 12 menit selang pesawat lepas landas itu membuat kapal terbang ini hilang kendali dan jatuh sampai menabrak Gunung Osutaka di Prefektur Gunma, Jepang.

Tragedi pesawat Japan Airlines (JAL) 123 tersebut menjadi salah satu kecelakaan tunggal pesawat paling mematikan sepanjang sejarah. 

Baca juga: Kisah Tabrakan Pesawat KLM 4805 dan Pan Am 1736 di Bandara Spanyol, 583 Orang Tewas

Korban jiwa kecelakaan pesawat capai 520 orang

Dikutip dari Britannica, insiden JAL 123 tersebut tercatat sebagai salah satu kecelakaan tunggal pesawat paling mematikan dalam sejarah.

Saat itu, diketahui Jepang sedang menjelang hari raya Obon, sehingga nyaris seluruh tempat duduk dalam pesawat itu penuh.

Pada hari raya itu, banyak penumpang pergi untuk bertemu sanak saudara di kampung halaman atau pergi berlibur.

Total, Japan Airlines 123 yang dipiloti oleh Kapten Masami Takahama itu membawa 509 penumpang dan 15 orang kru.

Akibat kejadian itu, 520 orang meninggal dunia dan 4 orang lainnya selamat namun mengalami luka-luka serius.

Baca juga: Kisah Penerbangan Aloha Airlines 243, Atap Pesawat Robek di Udara, 1 Pramugari Terlempar ke Angkasa

Kronologi kecelakaan Japan Airlines 123

Pesawat Japan Airlines 123 lepas landas pada pukul 18.12 waktu setempat dan dijadwalkan mendarat di Itami Osaka satu jam kemudian.

Dilansir dari PopularMechanics, ketika pesawat sudah berada di ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut, tiba-tiba terjadi dekompresi eksplosif.

Diketahui, dekompresi eksplosif adalah kondisi ketika tekanan di dalam pesawat atau ruangan tiba-tiba turun drastis, seperti ketika ada kebocoran besar.

Kondisi ini bisa sangat berbahaya karena udara keluar dengan cepat, menyebabkan perubahan tekanan yang mendadak.

Akibat kejadian tersebut, sekat buritan yang terdiri dari lembaran aluminium, paku keling, dan potongan logam penguat di belakang pesawat JAL robek dan terbuka.

Begitu terbuka, udara mengalir deras ke bagian belakang pesawat dengan kekuatan yang besar, sehingga bagian kerucut di ekor pesawat robek.

Kerusakan di bagian pesawat tersebut krusial, karena ruang di dalam pesawat tersebut jadi tempat penyimpanan peralatan elektronik penting untuk navigasi dan komunikasi.

Selain itu, ledakan juga merusak unit daya tambahan jet dan sebagian besar bagian tegak di ekor pesawat yang membantu pesawat tetap lurus saat terbang, termasuk kemudi.

Keempat sistem hidrolik yang menggerakkan kemudi pesawat, aileron, dan permukaan kontrol lainnya akhirnya mati total.

Baca juga: Kronologi Teknisi Pesawat di Bandara Iran Meninggal Usai Tersedot ke dalam Mesin Jet

Pesawat jatuh tak terkendali

Tanpa sistem-sistem itu, pesawat dengan bobot berat menjadi seperti pesawat kertas yang terbang di hari-hari berangin kencang.

Dalam artian, pesawat Japan Airlines 123 menjadi terombang-ambing di udara tanpa bisa dikendalikan oleh pilot.

Selama 32 menit, pilot telah berjuang untuk menjaga pesawat tersebut tetap mengudara agar tidak jatuh menghantam tanah.

Kontrol penerbangan normal diketahui sudah tak berfungsi, sehingga pilot hanya bisa mengandalkan daya dorong mesin untuk naik dan turun.

Namun, beberapa saat kemudian, Japan Airlines 123 akhirnya menabrak Gunung Osutaka.

“Akhirnya!” teriak Kapten Masami Takahama, sebelum kecelakaan pesawat fatal tersebut terjadi.

Baca juga: Kronologi Roda Pesawat United Airlines Copot Saat Lepas Landas di LA

Hasil investigasi penyebab kecelakaan Japan Airlines 123

Komisi Keselamatan Penerbangan dari Kementerian Transportasi Jepang menyimpulkan, penyebab kecelakaan JAL 123 karena masalah mesin tujuh tahun sebelumnya, tepatnya Juni 1978.

Saat itu, ekor pesawat Boeing 747 tersebut sempat rusak ketika mendarat di Bandara Itami, Osaka.

Dikutip dari SimpleFlying, bagian belakang badan pesawat dan sekat tekanan belakangnya rusak, sehingga terpaksa harus diperbaiki.

Namun, perbaikan tersebut ternyata tidak dilakukan dengan baik dan benar, sehingga seiring waktu muncul retakan pada bagian itu.

Kru pesawat termasuk pilot sudah berusaha melakukan semua yang mereka bisa untuk menghindari kecelakaan mematikan pada pada 12 Agustus 1985 itu.

Namun, karena krusialnya bagian pesawat yang bermasalah, kecelakaan Japan Airlines 123 tak bisa dihindari.

Baca juga: Kronologi Pesawat Korean Airlines Tujuan Taiwan Terjun Bebas 8.000 Meter

Leave a comment