Sempat Ancam Tutup Akses Jalan, Ini Alasan RW Naikkan Iuran SMP Swasta di Surabaya Jadi Rp 140 Juta
KOMPAS.com – Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Surabaya, Jawa Timur, tengah berseteru dengan warga lantaran pihak RW meminta kenaikan iuran penggunaan jalan.
Wakil Wali Kota Surabaya Armuji mengatakan, permasalahan tersebut bermula saat pihak SMP di Jalan Manyar Tirtomulyo, Mulyorejo, melaporkan terkait iuran warga setempat.
Pihak sekolah merasa keberatan untuk membayar iuran penggunaan jalan yang masing-masing sebanyak Rp 35 juta ke empat RW yang ada di dekat bangunan sekolah.
Mereka mengatakan, uang dengan total Rp 140 juta itu terlalu besar untuk digunakan membayar iuran penggunaan jalan.
Awalnya, SMP swasta tersebut dikenakan iuran sebesar Rp 25 juta. Namun, jumlah tersebut naik menjadi Rp 32 juta.
“Awalnya (iurannya) Rp 25 juta, naik Rp 32 juta itu sekolah masih mau bayar. Dinaikin lagi jadi Rp 35 juta, sekolah enggak mau, keberatan,” kata Armuji, dikutip dari Kompas.com, Rabu (31/7/2024).
Lantas, apa alasan iuran penggunaan jalan tersebut begitu tinggi?
Baca juga: Kasus Siswa SMP di Padang Meninggal Diduga Dianiaya Polisi, Ini Kata Komnas HAM dan LBH Padang
Alasan iuran dikenakan Rp 140 juta
Pihak RW menyebut, kenaikan iuran tersebut digunakan untuk membayar para satpam yang berjaga di sekitar perumahan.
Pasalnya, total ada sekitar 30 orang yang dipekerjakan sebagai tenaga sekuriti.
Selanjutnya, Armuji mendatangi lokasi tersebut untuk mendapatkan penjelasan dari masing-masing pihak.
Menurut dia, kemacetan di sekitar sekolah hanya alasan untuk menaikkan iuran.
“Saya ngomong, kalau iurannya cocok enggak macet, tapi kalau enggak cocok dikata macet. Itu juga jalan umum, bukan milik perorangan karena sudah jadi fasilitas umum pemkot,” ungkapnya.
Selain itu, pengelola sekolah juga mengaudit pengelolaan iuran yang diminta warga, dan ternyata banyak sisa.
“Pihak sekolah audit sendiri, (iurannya) buat bayar 30 satpam, Satpamnya gajinya cuma Rp 2,5 juta, terus itu kali 30 (orang) hasilnya cuma berapa, sisanya masih banyak,” ujarnya.
Baca juga: Penjelasan Polisi soal Hilangnya Rekaman CCTV Kematian Siswa SMP di Padang
Warga sempat mengancam menutup akses
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Legal Perhimpunan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Petra (PPPKP), Christin Novianty mengatakan, pihaknya secara tiba-tiba mendapatkan informasi kenaikan iuran tersebut.
Pihaknya kemudian mempertanyakan kenaikan iuran itu. Namun, karena dianggap terlalu tinggi, mereka menolak untuk membayar lantaran merasa dipaksa.
“Kok bisa naik tanpa mengundang Petra. Memang mereka sengaja tidak mengundang dan Petra harus mengikuti semua keputusan mereka, kan kalau seperti ini tidak adil,” ujarnya dikutip dari Kompas.com, Jumat (2/8/2024).
Selain itu, Christin mengatakan, pihak RW sempat mengancam akan menutup jalan yang menghubungkan antara sekolah dengan jalan raya.
Untungnya, hal tersebut tidak jadi dilakukan setelah mediasi antara kedua belah pihak.
“Hasil mediasi mereka tidak akan menutup jalan dan laporan pertanggungjawabannya diberikan. Seiring berjalannya waktu, mereka tidak memberikan laporan dan tidak merespons surat kita,” tambahnya.
Oleh karena itu, pihaknya berhadap agar para RW bisa membahas permasalahan tersebut dengan Petra untuk mencari jalan tengahnya.
Adapun, ia mengatakan bahwa pihak sekolah akan menempuh jalur hukum jika tidak ada iktikad baik dari warga.
“Kita enggak muluk-muluk, maunya tetap ada komunikasi dengan RW karena masih tinggal di wilayah yang sama. Kalau nanti terus seperti ini, (akses) ditutup, terpaksa ambil jalur hukum,” tegasnya.
(Sumber: Kompas.com/Andhi Dwi Setiawan | Andi Hartik, Farid Assifa)