Informasi Terpercaya Masa Kini

Apa yang terjadi pada tubuh kita saat mengalami patah hati?

0 11

Sebagian besar dari lagu-lagu dalam album baru Taylor Swift mengangkat tema patah hati, suatu hal yang pernah dirasakan hampir semua orang. Namun, tak banyak yang mengetahui bahwa sakit hati dapat mempengaruhi fisik kita.

Album baru Taylor Swift yang telah lama ditunggu-tunggu, The Tortured Poets Department, mengandung 31 lagu berdurasi lebih dari dua jam. Mayoritas dari lagu-lagu itu terinspirasi oleh emosi yang banyak orang alami: patah hati.

The Tortured Poets Department hanyalah satu dari sekian banyak karya seni yang menggerakkan hati pendengar karena lahir dari apa yang dirasakan seseorang ketika hatinya hancur.

Penderitaan hebat itu muncul ketika kita disakiti oleh seseorang yang masih sangat-amat kita cintai.

Meskipun rasa sakit itu bersifat emosional, banyak juga yang mengaitkannya dengan penderitaan fisik.

Seperti yang ditulis oleh Susan Sontag dalam bukunya Reborn, “Cinta itu menyakitkan”.

“Anda seperti menyerahkan diri untuk dikuliti, dengan kesadaran penuh bahwa kapan pun pasangan Anda bisa kabur membawa kulit Anda.”

Hal ini dikonfirmasi oleh penulis dan jurnalis, Florence Williams. Setelah menjalani hubungan selama 30 tahun lamanya, yang membuahkan pernikahan dan dua anak, Williams menemukan email yang ditulis pasangannya sejak ia remaja.

Isinya berupa surat cinta, namun untuk perempuan lain.

Williams mengaku dirinya belum pernah mengalami patah hati, tetapi ia kemudian menyadari bahwa “hal-hal klise yang dikatakan tentang patah hati tidak didramatisir.”

“Saya merasa seperti hati saya diambil, seperti saya kehilangan lengan. Saya mengapung di tengah laut, di tengah hutan yang menyeramkan. Rasanya seperti saya berada dalam bahaya,“ tulis dia.

“Saya merasakan kekhawatiran parah. Saya menderita insomnia. Berat badan saya turun 10kg dalam beberapa hari.”

Saat Williams memeriksa kesehatannya, hasil tes laboratorium menunjukkan “ada masalah dengan bakteri dalam usus saya, tingkat glukosa saya sangat rendah, pankreas saya tak lagi bekerja dengan baik.

“Jadi lima sampai enam bulan setelah perceraian, saya didiagnosa mengidap penyakit autoimun: diabetes tipe 1.”

Kondisi yang ia alami juga berhubungan dengan hilangnya cinta, kata dia. Karena Williams merupakan seorang penulis sekaligus jurnalis sains, pengalaman ini mendorongnya untuk mencari penjelasan ilmiah.

“Saya memiliki banyak pertanyaan tentang apa yang saya rasakan.”

“Saya sangat tertarik mencari tahu mengapa sistem imun saya seakan-akan bereaksi terhadap keadaan sosial dan emosial saya, dan bagaimana semua itu berhubungan.”

Oleh karena itu, Williams mendedikasikan dirinya untuk berbicara – dan juga mengikuti proses uji coba – dengan para ilmuwan.

Patah hati menyebar hingga ke tingkat sel

Salah satu hal pertama yang Williams temukan adalah walaupun banyak penelitian sudah dilakukan untuk meneliti bagaimana manusia jatuh cinta, hanya sedikit yang mencoba meneliti tentang putus cinta.

Namun, ada beberapa penelitian yang sudah mulai menyusun jawaban dari teka-teki itu.

Salah satu penelitian yang paling menarik adalah hasil studi Steve Cole, seorang profesor kedokteran, psikiatri, dan ilmu perilaku biologis di Universitas California Los Angeles (UCLA) di AS.

Cole telah meneliti genomik sosial selama puluhan tahun. Genomik merupakan studi lintas-bidang yang mempelajari fungsi, struktur, evolusi, pemetaan dan pengeditan seluruh DNA sebuah organisme.

Pada 2007, Cole bekerja sama dengan John Cacioppo, profesor psikologi dan ilmu saraf di Universitas Chicago yang menemukan hubungan antara rasa kesepian dengan cara gen dapat berubah dalam studi kecil.

Sejak itu, studi tersebut telah dikonstruksi ulang untuk pengujian skala besar.

Cole menggambarkan patah hati sebagai “ranjau tersembunyi dalam hidup manusia“.

Sebab ketika ranjau itu meledak, ledakannya akan sangat menyakitkan bagi kesehatan fisik maupun mental kami. Namun, hal itu tidak disadari banyak orang.

“Kami mengukur sel-sel tertentu dalam sistem imun saya pada rentan waktu berbeda sejak saya menjalani perceraian.“

“[Cole] saat itu mencari tanda-tanda peradangan. Karena ia menemukan, setelah puluhan tahun melakukan penelitian, bahwa sel-sel itu membesar ketika seorang merasa terancam, atau ketika seseorang merasa sendirian,” jelas Williams.

Baca juga:

  • Bisakah patah hati dan terlalu sedih membuat orang meninggal dunia?
  • Sindrom patah hati bisa mengakibatkan gagal jantung
  • Lagu ‘Out of Your League’ Shakira: Bagaimana menciptakan lagu patah hati yang sempurna?

Cole menyadari hal itu ketika ia menganalisa mengapa sebagian dari pria homoseksual yang mengidap HIV meninggal lebih cepat dibandingkan pengidap lainnya.

Ia menemukan bahwa mereka yang belum pernah mengungkapkan seksualitasnya, atau yang sangat peka terhadap penolakan masyarakat, lebih berisiko meninggal cepat.

Karena stres membuat sel kekebalan alias sel T mereka lebih rawan terhadap serangan HIV – virus yang menyebabkan AIDS – dan virus itu dapat menyebar 10 kali lebih cepat.

Kemudian, penelitian Cole terhadap orang yang kesepian menunjukkan bahwa mereka lebih rawan terkena virus dan memproduksi lebih banyak sel imun yang menghasilkan peradangan.

“Ketika kita ditinggalkan, tubuh kita menafsirkannya sama seperti jika kita ditinggalkan sendirian di tengah alam liar: prosesnya sama, hanya saja, jauh berkembang.”

Baca juga:

  • Kecanduan, patah hati, lalu jadi pengusaha aplikasi kencan online beromzet puluhan miliar rupiah
  • Taylor Swift: ‘Swiftposium’ – Simposium yang menelaah pengaruh Taylor Swift di dunia
  • Apa yang bisa dipelajari Indonesia dari keberhasilan Singapura menggelar konser eksklusif Taylor Swift?

Ia menyebut alam liar karena itulah kondisi awal yang dihadapi nenek moyang kita. Saat seorang manusia purba diisolasi, peluang dia terkena penyakit lebih besar dibandingkan peluang dia diserang binatang buas.

Oleh karena itu, makna evolusi di balik respons imun adalah, tubuh kita meningkatkan sistem pertahanannya untuk melawan luka fisik, dan mengurangi elemen-elemen lain.

“Itu adalah naluri bertahan hidup, karena kita merasa seperti ditinggal sendirian. Kita menafsirkannya seolah-olah kita akan diserang. Sehingga, kita menyesuaikan beberapa gen tertentu.“

Hal ini dapat menjelaskan mengapa orang yang kesepian lebih berisiko terkena dementia, penyakit kardiovaskular dan penyakit kronis lainnya.

Bahkan, orang yang kesepian diperkirakan memiliki peluang 26% meninggal lebih cepat dibandingkan mereka yang memiliki beberapa relasi sosial.

Ini dapat menjelaskan mengapa Williams tiba-tiba mengidap diabetes jenis autoimun setelah hubungannya kandas.

Sindrom patah hati

Selain temuan menarik mengenai bagaimana kita berevolusi untuk mengakomodir perasaan kehilangan dan ditinggalkan, Williams juga menemukan cara-cara lain tubuh kita merespon rasa sakit hati.

Salah satu yang paling menarik, katanya, adalah ketika kita jatuh cinta, bagian otak yang memproduksi hormon stres menjadi aktif.

Seolah-olah sejak awal kita sudah mempersiapkan diri untuk rasa sakit yang akan timbul di akhir cinta itu.

Hal itu mungkin menjelaskan mengapa ketika pasangan kita pergi atau menghilang, ada perasaan marah yang mendorong kita untuk mencari mereka atau mengapa kita merasa lega ketika mereka kembali.

Namun, beberapa peneliti mempelajari dampak perceraian atau patah hati dengan memindai otak individu yang mengalaminya untuk menganalisa gelombang-gelombang dalam otak.

Salah satu ilmuwan yang dikonsultasikan oleh Williams adalah antropolog biologi, Helen Fisher.

Fisher melakukan penelitian MRI pada 2011 dan menemukan bahwa perceraian atau patah hati mengaktivasi bagian dalam otak yang berhubungan dengan kecanduan dan keinginan.

Sejak itu, peneliti lain menemukan lewat studi MRI bahwa rasa sakit dari patah hati diproses dekat bagian otak yang berkaitan dengan rasa sakit fisik.

Menurut Williams, hal ini menunjukkan bahwa rasa sakit emosional juga dianggap serius dalam otak, sama pentingnya dengan rasa sakit fisik.

“Saya mengetahui ada jenis patah hati yang dirasakan secara literal, yaitu Kardiomiopati Takotsubo,” kata Williams kepada BBC saat merujuk pada rasa sakit fisik.

Kardiomiopati Takotsubo, yang sering dikenal dengan sindrom patah hati, merupakan disfungsi ventrikel kiri akut dan sementara yang dipicu oleh stres fisik maupun emosional.

“Orang-orang yang menderita penyakit ini biasanya mengalami semacam krisis emosional mendalam dan mereka merasa seperti mengalami serangan jantung.”

“Saat diperiksa di ruang gawat darurat, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda khas, misalnya arteri tersumbat. Melainkan, ventrikal kiri mereka membengkak dan itu terjadi akibat banyaknya hormon stres.”

Proses pemulihan dari patah hati

Setelah berkonsultasi dengan ilmuwan, menganalisa beberapa penelitian dan mencoba sejumlah strategi, Williams menyadari bahwa ada beberapa dampak fisik yang timbul dari patah hati.

Lantas, apakah dengan dia mengetahui segala proses yang terjadi pada tubuhnya ketika patah hati, membantunya menghadapi kesakitan emosional dari patah hati?

“Di satu sisi, itu tidak nyaman. Tetapi di sisi lain, menghibur.”

“Saya tidak senang mendengar bahwa orang yang bercerai memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit kronis atau mati muda.”

“Tapi di saat yang bersamaan, cukup menghibur ketika mengetahui bahwa inilah cara tubuh kita berfungsi dan banyak yang mengalami hal yang sama.”

Ketika dia memulai penelitiannya, Williams tidak tahu apakah dia bisa pulih dari patah hatinya, atau ia akan seperti 15% dari populasi yang tidak bisa bangkit dari putus hubungan.

“Saya sekarang sedang baik-baik saja,” kata Williams.

“Hal yang keren adalah menyadari bahwa tubuh kita tak hanya diprogram untuk bisa merasakan rasa sakit emosional dan patah hati, tetapi juga diprogram agar dapat pulih darinya.”

“Dan yang membantu saya [pulih] adalah berkomunikasi dengan orang lain, dan salah satu caranya adalah dengan berbicara secara terbuka dan jujur tentang penderitaan yang saya rasakan.”

Bagi Williams, alam menjadi obat yang manjur. Karena solusi terhadap kesepian, menurut dia, bukan hanya lewat berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga berinteraksi dengan dunia dan keindahan di sekitar kita.

“Akhirnya, tahap ketiga adalah menemukan makna di balik pengalaman menyakitkan ini: pelajaran apa yang bisa Anda petik dari sini? Dan lebih baik lagi, apakah Anda bisa menemukan cara untuk membantu orang lain yang mengalaminya juga?”

Untuk membantu orang lain yang mengalami patah hati, Williams menulis buku bertajuk Heartbreak: A Personal and Scientific Journey. Dalam buku itu, ia menggambarkan berbagai jalan dan jawaban yang ia temui selama penelitiannya.

Berita terkait

  • Taylor Swift rilis ulang 1989: Kembalinya sebuah mahakarya musik pop
  • Sindrom patah hati bisa mengakibatkan gagal jantung
  • Lagu ‘Out of Your League’ Shakira: Bagaimana menciptakan lagu patah hati yang sempurna?
Leave a comment