Informasi Terpercaya Masa Kini

Tak Punya Kartu Kredit,Ucok Kaget Mendadak Ditagih Rp103 Juta oleh Bank: Ada Oknum yang Bermain

0 11

TRIBUNJATIM.COM – Selama ini merasa tidak pernah memiliki kartu kredit, seorang pria pensiunan kaget saat ditagih sebesar Rp103.406.109 oleh pihak bank.

Hal ini menimpa pria yang juga mantan Camat Sidomukti, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Suroso Ucok Kuncoro.

Ia kaget saat tiba-tiba ditagih penggunaan kartu kredit ratusan jutaan rupiah.

Melalui pengacaranya, Pak Ucok pun mengirimkan somasi kepada pihak bank.

Tagihan dari salah satu bank BUMN tersebut disampaikan melalui surat yang ia terima pada Kamis (18/7/2024), sekitar pukul 12.00 WIB siang.

“Padahal saya tidak pernah memiliki kartu kredit itu, tidak pernah mengurus juga,” kata Pak Ucok.

Di bagian atas surat tersebut terdapat kop surat dengan logo salah satu bank BUMN.

Namun tak ada tanda tangan petinggi bank serta tak ada cap bank dalam surat tersebut.

Dalam surat tersebut, tertulis tunggakan kartu kredit belum dibayar selama 999 hari, sehingga statusnya sebagai kredit macet.

Dijelaskan juga dalam surat tersebut jika tagihan Rp103 juta tersebut jatuh tempo pada 29 Juli 2024.

Serta dianggap telah menunggak pembayaran kartu kredit selama 999 hari.

“Itu hitungan tagihan per 15 Juli 2024. Sementara untuk tanggal jatuh temponya pada 29 Juli 2024,” terang dia.

Menurut Pak Ucok, ada beberapa kejanggalan dalam penagihan tersebut.

Selain ia tak pernah memiliki kartu kredit, dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Ucok mengurus kartu kredit pada 7 Februari 2021.

Baca juga: Ibu Selalu Sembunyi saat Ditagih Utang Rp 800 Ribu, 2 Pegawai Bank Keliling Pacul Anak Nasabah

Padahal saat itu, ia sedang terpapar Covid-19.

“Padahal saat itu saya menderita Covid-19 dan menjalani isolasi, sehingga tidak mungkin pergi ke bank untuk urusan perbankan,” kata Ucok.

Tak hanya itu, dijelaskan bahwa saat mengurus kartu kredit, Pak Ucok masih menjadi Camat.

Sedangkan ia sudah pensiun jadi Camat pada tahun 2009.

“Jika disebut sebagai Camat, juga tidak tepat. Saya jadi Camat Sidomukti pada 2000 sampai 2002, pensiun pada 2009.”

“Setelah pensiun itu saya menjadi tenaga legal di PT Tripilar dan baru memiliki rekening bank itu karena gaji melalui payroll,” terangnya.

Terkait tagihan tersebut, Ucok mengaku sudah mendatangi pihak bank.

Namun ia tak mendapatkan jawaban yang tak memuaskan dan menduga ada potensi penyalahgunaan data nasabah.

“Saya lalu dihubungkan ke karyawan di Semarang, namun ternyata jawabannya tidak memuaskan dan ada potensi penyalahgunaan data nasabah,” kata dia.

Selain itu, ia juga tak mendapatkan data detail terkait riwayat belanja penggunaan kartu kredit tersebut.

“Bank, apalagi ini BUMN, tidak bisa seenaknya mengirim surat tagihan seperti itu.”

“Apalagi, saat saya meminta penyelesaian, termasuk riwayat belanja dan lainnya, tidak diberikan. Ini kan aneh,” kata Pak Ucok.

Setelah menerima laporan dari Pak Ucok, pihak bank juga langsung menyatakan tagihan tersebut dihapuskan.

“Tidak bisa seperti itu, ada surat yang ditujukan secara pribadi ada fisik suratnya. Ini kan tidak bisa ditarik karena sudah sampai ke saya,” ujarnya.

Dia merasa dirugikan dan telah menunjuk pengacara untuk menangani persoalan yang dihadapinya.

“Saya tidak mau ada orang lain atau nasabah yang mengalami kesewenang-wenangan seperti yang saya alami,” ungkap Ucok.

Terkait kasus tersebut, pengacara Suroso Ucok Kuncoro, Handrianus Handyar Rhaditya mengatakan. akan mengirimkan somasi ke bank tersebut untuk mengetahui permasalahan yang terjadi.

“Untuk somasi diberikan waktu 3×24 jam, jika tidak ada jawaban kami akan mengambil langkah hukum lanjutan,” ucapnya.

“Kami menduga ada oknum di bank yang bermain untuk kepentingan pribadi.”

“Selain itu, kekhawatiran kami adalah penyalahgunaan data nasabah sehingga ini bisa merugikan, karena bisa berdampak ke BI checking nasabah,” paparnya.

Baca juga: Kabur Habis Makan, 15 Pengunjung Resto Tak Bayar Tagihan Rp829 Ribu, Pemilik Memaafkan: Mungkin Malu

Sebelumnya kasus warga tiba-tiba ditagih utang bank pernah terjadi.

Kali ini kasus tersebut dialami petani warga Kampung Cikarang, Desa Jayamulya, Kecamatan Serangbaru, Kabupaten Bekasi, bernama Mbah Kacung (63).

Dalam kasusnya, Mbah Kacung kaget mendapat tagihan hampir Rp4 miliar.

Sejumlah orang mengaku dari pihak bank mendatangi rumahnya meminta untuk melunasi pinjaman hampir sebesar Rp4 miliar dari agunan sertifikat tanah seluas 9.573 meter persegi.

“Datang tiga orang menagih hutang bilangnya dari bank asal Jakarta. Saya kaget kedatangan itu.”

“Kata orang itu, saya punya tanggungan Rp3 miliar lebih hampir Rp4 miliar,” ungkap Kacung kepada awak media, Selasa (16/1/2024), melansir Tribun Bekasi.

Kacung mengungkapkan, penagihan tersebut dialaminya pada tahun 2021 lalu.

Hingga tahun 2024, dirinya belum mengetahui pihak yang menggunakan identitas maupun sertifikat tanah miliknya sebagai agunan untuk pinjaman.

Kasus ini juga telah dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Polres Metro Bekasi.

“Selama ini saya enggak ngerasa punya hutang sampai segitu, seratus ribu juga saya enggak pernah pinjam,” tambah Kacung didampingi anaknya, Karyan (40).

Polres Metro Bekasi melakukan penyelidikan kasus ini.

“Penanganan masalah kasus petani itu sudah ditangan intensif oleh Satreskrim Polres Metro Bekasi,” kata Kasi Humas Polres Metro Bekasi, AKP Akhmadi, saat dikonfirmasi Kompas.com pada Selasa (16/1/2024).

Dia menjelaskan, korban telah membuat laporan kepolisian dengan nomor LP/B/44/I/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA.

Sementara kasusnya itu bermula ketika korban menitipkan sertifkatnya.

Namun ternyata oleh pelaku digadaikan untuk meminjam uang.

“Jadi semua dipalsukan mulai dari identitas korban dan semua-semuanya,” imbuhnya.

Saat ini, kata AKP Akhmadi, pihaknya tengah mendalami kasus ini guna menentukan sejumlah pelaku.

Dari penyelidikan ini juga diterapkan lima pasal yakni Pasal 263, 264, 266, KUHPidana tentang pemalsuan dokumen.

Kemudian pasal 273 KUHPidana tentang gadai tanpa izin, dan pasal 385 KHUPidana dengan penyerobotan tanah.

“Ada lima pasal kita terapkan ancaman hukumannya 4 sampai 8 tahun penjara,” katanya.

Leave a comment