Pengakuan Wanita Jual Masjid Rp 2,5 Miliar,Kesal dengan Warga Pengurus: Terserah Saya Mau Diapakan
TRIBUNJATIM.COM – Akhirnya muncul pengakuan wanita yang viral karena menjual masjid seharga Rp 2,5 miliar.
Wanita yang merupakan pemilik lahan dimana masjid itu berdiri mengurai niat dan tujuannya.
Masjid yang terletak di kawasan BTN Makkio Baji, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar itu dijual dengan harga Rp2,5 Miliar.
Lurah Bangkala Fadly Akbar menerangkan, pemilik lahan masjid awalnya merasa kecewa dan kesal dengan para warga yang menjadi pengurus masjid tersebut.
Fadly menjelaskan, ribut-ribut soal penjualan Masjid Fatimah Umar ini sebenarnya telah terjadi sejak lama dan bukan tanah wakaf maupun hibah.
“Yang tersebar di sosmed yang menyebutkan bahwa ini warisan orangtua untuk diperjualbelikan itu salah,” jelasnya.
Fadly menceritakan, awalnya Hilda dan keluarga membangun mushala sekitar 1990-an.
Lalu, dipercayakan diurus oleh keluarganya.
Belakangan, karena pihak keluarga Hilda tak merampungkan pembangunan.
Alhasil, warga bergotong royong menggalang dana untuk melanjutkan pembangunan.
Baca juga: Pria Diduga ODGJ Terekam CCTV Curi Isi Kotak Amal Masjid di Jember, Amplifier Rp9 Juta Pernah Raib
“Berhubung keluarganya (Hilda) ada kesibukan di tempat lain. Jadi masjid tidak terurus. Perlahan, dibentuklah pengurus masjid. Tapi tanpa sepengetahuan Bu Hilda. Di sini miss komunikasi terjadi. Laporan keuangan tidak sampai ke pemilik lahan juga. Makanya mungkin terjadi ketersinggungan dari pemilik lahan,” katanya lagi.
Merasa tak dilibatkan dalam pembangunan masjid, timbullah niatan Hilda untuk menjual lahan tersebut.
Hilda bahkan beberapa kali menggembok masjid itu.
Hingga dilakukan mediasi bersama pada 3 Juli 2024.
Adapun keputusannya, masyarakat boleh menggunakan masjid, namun tak boleh mencabut spanduk informasi terkait penjualan dan tidak melakukan renovasi apa pun di masjid itu.
Namun tampaknya, pemilik lahan tetap enggan mengubah keputusannya.
Masjid itu juga dipasang spanduk informasi kontak pemilik lahan.
Pemilik lahan Masjid Fatimah Umar yakni wanita bernama Hilda Rahman membantah perihal informasi bahwa lahan tempat masjid itu berdiri merupakan lahan wakaf atau warisan dari orangtua.
“Itu bukan (warisan), itu murni hak saya punya saya. Bukan pemberian orang tua juga,” kata Hilda saat dikonfirmasi awak media, Selasa (16/7/2024), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com
Hilda juga enggan merinci alasan dirinya hendak menjual lahan tempat dibangunnya Masjid Fatimah Umar tersebut.
“Ini privasi saya. Terserah saya mau apakah (jual). Ini kan punya saya,” ungkapnya.
Sementara itu, Lurah Bangkala Fadly Akbar menerangkan, pemilik lahan masjid yang bernama Hilda Rahman itu merupakan pengusaha asal Kota Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Lahan miliknya tersebut memiliki dua Sertifikat Hak Milik (SHM) masing-masing bernomor SHM 23137-381 m dan SHM 23136-212 m.
Di sisi lain,Owner Skincare dan fashion FF, Fenny Frans turun tangan menyelesaikan perkara Masjid Fatimah Umar Makassar yang dijual.
Sebelumnya viral di media sosial Masjid Fatimah Umar yang terletak di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Makassar dijual oleh pihak yang mengaku sebagai pemilik.
Alhasil, netizen pun langsung bereaksi atas perkara yang tidak lazim ini.
Fenny Frans pun ikut bereaksi.
Sekedar diketahui Fenny Frans merupakan sosok pebisnis yang juga kerap disebut ‘Sultan Makassar’.
Baca juga: Pantas Jamaah Sedih soal Masjid Dijual Rp2,5 M karena Pemilik Ingin Punya Pesantren, Pengurus: Ramai
Melalui unggahan di akun facebooknya pada, Senin (15/7/2024), Fenny Frans mengaku siap bersumbangsi untuk membeli Masjid Fatimah Umar, seperti dikutip TribunJatim.com dari Tribun Timur, Selasa (16/7/2024).
“Bismillah sabarki
Kita akan galangkan dana dan kita komunikasikan lagi dengan warga setempat
Bismillah semoga dimudahkan
Insya allah sy akan bantu menutupi kekurangannya semoga ada jalan bismillah
Dana awal 1 M dari saya pribadi semoga dimudahkan,” tulis Fenny Frans di akun facebooknya.
Sementara itu, kasus lainnya menimpa masjid yang berada di Jawa Barat.
Persoalan keberadaan tower atau menara di atas Masjid Kelapa Gading itu menjadi perbincangan terutama di kalangan warga.
Tak sedikit warga yang protes dan mengaku resah dengan keberadaan menara tersebut.
Warga Kelapa Gading merasa resah dan khawatir dengan adanya tower telekomunikasi yang dibangun di Masjid Al Ihsan, Jalan Al Ihsan RT 003 RW 010, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Tower telekomunikasi tersebut dibangun di lantai dua masjid.
Dengan ketinggian 20 meter, menara penangkap sinyal itu telah melebihi tinggi tower masjid.
Warga setempat kemudian melapor ke dinas terkait.
Namun, karena tidak kunjung menemukan titik terang, warga akhirnya mengadu ke Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Selasa (9/7/2024), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Rabu (10/7/2024).
Warga sekaligus Ketua RT 003 Wisnu Broto (70) mengatakan, pihak pengelola tidak memberikan penjelasan atau informasi apapun berkait pembangunan tower saat meminta izin kepada warga.
Bahkan, pihak pengelola juga tidak menemui warga secara langsung untuk meminta tanda tangan persetujuan. Justru, pengurus masjid yang membantu perizinan itu.
Baca juga: Buru-buru Jenguk Istri, Warga Nganjuk Lupa Matikan Perapian Diang, Rumah dan Kandang Ludes Terbakar
“Pengurus masjid itu yang sudah sesepuh karena melihat figur dia itu, kami memberi izin. Dia sudah membawa list beberapa warga yang setuju,” imbuh Wisnu.
Setelah pembangunan selesai, warga setempat tidak menyangka tower tersebut ternyata melebihi ketinggian menara masjid.
“Belum ada (yang menolak saat awal persetujuan), nah setelah itu dibangun karena tinggi sekali 20 meter baru ada penolakan,” ucapnya.
Warga setempat, terutama yang rumahnya berdekatan dengan masjid, khawatir jika suatu saat tower telekomunikasi tersebut roboh dan memakan korban.
Dalam pembahasan dengan Komisi A DPRD, hadir pula perwakilan dari pengelola tower, perwakilan Wali Kota Jakarta Utara, pihak Satpol PP, Dinas Cipta, Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta Utara, Pihak PTSP DKI Jakarta, pihak kelurahan, dan Kecamatan Pegangsaan Dua.
Di hadapan para Dewan, perwakilan pengelola bernama Punto mengatakan, mereka telah mengajukan perizinan mendirikan tower telekomunikasi pada akhir tahun 2023.
“Bukan tidak mau mengurus izinnya, pada akhir tahun pun kami sudah proses pengajuan, Pak, karena IMB itu ada di PTSP…,” kata Punto yang belum menyelesaikan ucapannya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua langsung menyelak. Ia menegaskan, wilayah tersebut tidak masuk zona perizinan mendirikan menara (tower).
Apa pun alasannya, kata Inggard, tower tersebut tidak akan bisa diberi izin dibangun di atas masjid karena di luar zona pembangunan menara.
Inggrad menyebut bakal ada permainan uang dalam mengurus perizinan, jika pihak pengelola masih “ngotot” mendirikan tower di atas masjid itu.
“Jangan berusaha melegalkan hal yang tidak legal. Jadi kalau Anda bilang sudah mengurus izin, kan pertama dilihat zonanya tidak boleh. Ngapain diurus? Pakai duit ngurusnya?” tegas Inggard.
Baca juga: Kisah Unik Mualaf di Papua Berkurban Babi, Sosok Ustadz Hanya Senyum saat Kiriman Datang ke Masjid
Setelah dinas terkait melakukan pengecekan dan menyegel menara itu, baru diketahui bahwa pihak pengelola tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Simon mengatakan, tower telekomunikasi itu dibangun pada 2023. Namun, hingga kini, tak mengantongi izin.
“Warga khawatir soal potensi roboh, kemudian mereka melapor ke dinas terkait dan dari situ diketahui bahwa tower itu tidak mempunyai IMB,” kata Simon saat ditemui di gedung DPRD Jakarta, Selasa.
Selain tidak memiliki IMB, kata Simon, tower tersebut juga dibangun di luar zona menara. Perizinan tidak akan diberikan jika tower berdiri di luar zonanya.
“Mereka (pihak pengelola tower) tidak boleh membangun di zona itu kalau tidak dalam zonanya. Mana bisa tower itu melampaui masjid, menurut saya, juga tidak pas juga dari sisi estetika,” kata Simon.
Baca juga: Kisah Unik Mualaf di Papua Berkurban Babi, Sosok Ustadz Hanya Senyum saat Kiriman Datang ke Masjid
DPRD DKI Jakarta memberikan waktu satu pekan kepada pengelola untuk membongkar tower tak berizin tersebut.
“(Dalam seminggu) harus dibongkar memang. Di situ zonanya tidak boleh digunakan untuk pasang menara. Harusnya dari awal mereka sudah tahu,” kata Inggard.
Inggard menegaskan, pembangunan tower apa pun tidak akan bisa mendapatkan izin karena lokasinya di luar zona pembangunan tower.
“Kalau memang sudah tidak bisa zona itu untuk berdiri menara, kenapa dipaksain? Kan katanya mau diurus izinnya, lah sudah enggak bisa, orang zonanya bukan itu dari awal,” jelasnya.
Sebab itu, Inggard menyebutkan, bakal ada permainan uang jika memaksakan perizinan pembangunan tower di luar zonanya.
“Mau ngurus apa kalau enggak pakai duit?” tegas Inggard.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com