Informasi Terpercaya Masa Kini

Rumahkan Ratusan Karyawan, Dirut Pabrik Tekstil Milik BUMN Ungkap Kondisi Perusahaan

0 75

YOGYAKARTA,KOMPAS.com – Pihak pabrik tekstil milik BUMN di Sleman buka suara terkait ratusan karyawan yang dirumahkan dan tunggakan gaji. 

Direktur Utama (Dirut) PT. Primissima, Usmansyah mengatakan, semua karyawan resmi dirumahkan sejak 12 Juni 2024. Diungkapkan Usmansyah total ada 425 karyawan.

Tak hanya karyawan, direksi dan managemen perusahaan juga dirumahkan.

Baca juga: Pabrik BUMN di Sleman PHK 15 Pekerja, Sempat Tak Beri Pesangon

Langkah tersebut terpaksa diambil karena kondisi saat itu memang perusahaan sudah tidak bisa membayar gaji untuk bulan sebelumnya.

“Kami mencoba bertahan, mencoba mencari peluang supaya tetap jalan. Akhirnya selama 11 hari itu tidak dirumahkan, tapi libur gajinya penuh. Tapi kalau libur gaji penuh, kan beban kami makin berat akhirnya kita rumahkan,” tuturnya saat ditemui, Kamis (11/07/2024).

Para karyawan yang dirumahkan lanjut Usmansyah bukan lantas tidak digaji. Mereka yang dirumahkan tetap memperoleh gaji 25 persen.

“Kita tetap menghargai teman-teman, kita tahu mereka juga sudah dalam tanda petik menderita sebelumnya lama nggak dibayar gaji. Sehingga mereka dirumahkan dengan status memperoleh gaji 25 persen,” ucapnya.

Namun demikian, gaji 25 persen tersebut statusnya utanh dan tercatat semua di perusahaan. Nantinya gaji 25 persen tersebut akan dibayarkan perusahaan kepada para karyawan setelah ada uang.

“Tetapi statusnya hutang semua, tercatat semua diperusahaan. Jadi anytime kami punya uang, mereka (para karyawan yang dirumahkan) bisa menuntut,” imbuhnya.

Tidak hanya karyawan, manageman dan direksi perusahaan selama dua bulan ini juga belum mendapatkan gaji.

“Kita yang betul-betul nggak gajian itu dua bulan ini. Full nggak gajian. Karyawan juga, semua. Direksi, komisaris bukan pegawai, tapi sama kalau di bawah nggak gajian, pasti kami nggak gajian. Kadang-kadang di bawah gajian, kami nggak gajian,” tandasnya.

Lebih lanjut dia memastikan tak akan melalukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan yang dirumahkan selama tak melakikan pelanggaran. 

Dia menjelaskan ada 15 yang berhenti bekerja. Namun, 13 di antaranya diberhentikan tidak hormat karena selama beberapa hari berturut-turut tidak masuk kerja.

“13 diberhentikan tidak hormat karena melanggar peraturan perusahaan yaitu mangkir dari kerja selama lima hari berturut-turut dan diperingatkan tidak mengindahkan. Ya akhirnya dipecat, jadi bukan PHK biasa,” ujarnya.

Krisis Keuangan

Usmansyah menjelaskan mulai tahun 2011 sudah kesusahan modal kerja. Namun puncaknya pada 2013, perusahaan tidak memiliki modal usaha. 

“2013 itu sudah mulai down banget. Saya masuk 2016 sudah berusaha membangun, ditambah Covid. Sebenarnya Covid sendiri bukan alasan, karena permintaan masih banyak, yang masalah adalah modal kerjanya nggak ada,” tuturnya.

Menurut Usmansyah ada beberapa hal yang menyebabkan PT. Primissima kesulitan modal usaha.

Pada tahun 2011, perusahaan menandatangani kontrak jangka panjang untuk pengadaan bahan baku berupa kapas. Bahan baku berupa kapas tersebut harus impor dari luar negeri.

Perusahaan saat itu sudah membayar sesuai dengan nominal kontrak. Namun, tiga bulan berjalan harga kapas turun.

Baca juga: Pabrik BUMN Sleman Merumahkan Karyawan, Sultan HB X: Jangan Rugikan Karyawan

“Kita mulai berat saat salah keputusan beli kapas itu, itu kerugiannya hampir Rp 50 miliar,” tandasnya.

Usmansyah mengungkapkan tahun 2011 sampai tahun 2013 puncaknya pensiun. Saat itu, uang pensiun dibayarkan sekaligus oleh perusahaan.

“Pensiun dibayar sekaligus oleh perusahaan, sampai tiga tahun itu Rp 40 miliar keluar untuk membayar pesangon. Akibatnya cash flow perusahaan langsung jatuh, mulai situlah kita susah,” pungkasnya.

Proses “disehatkan”

Sesuai dengan rapat di DPR, kata Usmansyah, PT. Primissima dalam proses untuk “disehatkan”. Prosesnya dikelola secara penuh oleh PT Perusahaan Pengelola Aset.

“Skemanya PT PPA sendiri kan tidak ujuk-ujuk bisa mengeluarkan duit, karena dia juga badan usaha. Makanya dirancang dalam bentuk efisiensi semaksimal mungkin, operasi PT. Primissima itu di kondisikan supaya semuanya efisien,” bebernya.

Selain itu, Usmansyah menuturkan PT PPA juga memiliki program untuk restrukturisasi utang-utang PT. Primissima. Kemudian juga program untuk menalangi kebutuhan utama PT. Primissima yakni modal kerja.

“Kita sekarang ini tidak punya modal kerja. Sudah mulai 2020 berhenti, modal kerja nggak ada. Modal kerja kita utama untuk beli benang, untuk memproses menjadi kain, itulah yang kita jual, kain untuk batik,” bebernya.

Disampaikan Usmansyah selama ini karena tidak ada modal kerja, mesin yang digunakan untuk proses work order (WO). Dari proses itu, PT. Primissima hanya mendapatkan ongkos dari work order tersebut.

Baca juga: Nasib Pilu Pekerja Pabrik Tekstil BUMN di Sleman, Dirumahkan dan Gaji Tertunda

“Kita hanya memperoleh ongkos WO saja yang jumlahnya nggak seberapa, tidak bisa meng-cover semua biaya, gaji dan listrik saja tidak tertutup. Kami pernah juga listrik diputus sebentar kan,” bebernya.

Adanya modal kerja dari PT PPA, dia berharap pabrik bisa kembali beroperasi pada Juli 2024. Kemudian paling lambat bulan Agustus 2024 karyawan bisa kembali bekerja.

“Proses sudah berjalan, PPA sekarang juga sudah mulai jalan menurunkan modal kerjanya. Kita berharap sebelum tanggal 20 ini, talangan dari PPA akan banyak turun. Sehingga kita juga berharap paling lambat tanggal 1 Agustus karyawan sudah masuk lagi,” tandasnya.

Namun karena ada program, tidak semua karyawan akan kembali masuk kerja. Sebab penghasilan perusahaan belum dapat untuk menanggung semua gaji karyawan.

Sehingga masih akan ada sebagian karyawan yang dirumahkan dengan status mendapatkan gaji 25 persen.

Selain itu, Usmansyah berharap semua mesin produksi di PT. Primissima bisa kembali beroperasi.

Baca juga: Pegawai BUMN di Banten Didakwa Korupsi Gelapkan Pajak Desa Rp 336 Juta

“Kapasitas kita itu sekarang cuman ada sekitar 40 persen hidup, ya nggak cukup untuk membiayai semua. Kalau kapasitas mesin kita hidup katakanlah 90 persen lah, itu semua biaya tercover,” tuturnya.

Diungkapkan Usmansyah, PT. Primissima didirikan pada tahun 1971. Mesin tertua yakni keluaran tahun 1983 sampai saat ini masih digunakan untuk produksi. Sehingga secara produksi memang tidak efisien.

“Kita sedang benahi juga, itu juga dibantu oleh PPA dengan dana penyehatan mesin. Sehingga nanti kita berharap kapasitas mesin akan hidup maksimal, modal dari PPA bisa kita gulirkan dan mudah-mudahan secara bertahap karyawan bisa masuk lagi,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Salah satu pekerja pabrik tekstil milik BUMN yang berada di Kabupaten Sleman menyampaikan curahan hatinya di media sosial. Pekerja ini menceritakan jika satu bulan lebih dirumahkan dan beberapa tunggakan gaji belum dibayarkan.

Leave a comment