Kolaborasi Pertunjukkan Wayang dan Video Mapping Pukau Wisatawan di Benteng Vredeburg
YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Pekan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Intangible Cultural Heritage (ICH) Festival 2024, digelar di Benteng Vredeburg, Yogyakarta, 23-28 November 2024.
Festival ini bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya kepada masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan Kemenbud adalah dengan melakukan adaptasi penyajian budaya dengan sistem teknologi demi menggaet generasi muda.
Sabtu (23/11/2024) malam di Benteng Vredeburg Yogyakarta, digelar pertunjukan kolaborasi wayang yang dipadukan dengan new media, video mapping atau seni cahaya.
Sontak event ini menarik perhatian bagi para pengunjung festival dan juga wisatawan yang berada di sekitar Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Baca juga: ICH Festival 2024, Dekatkan 13 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia ke Generasi Muda
Pertunjukan ini menampilkan cerita wayang yang penyuguhannya dilakukan bersama antara wayang orang, wayang golek, wayang kulit, dan musik kreasi lengkap dengan gamelan. Hadirnya permainan cahaya dari video mapping membuat pertunjukan ini semakin memukau.
“Kegiatan ini merupakan satu simbol komitmen dan juga ingatan bagi kita bahwa kekayaan budaya kita ini harus terus dipelihara,” kata Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, Senin (25/11/2024).
ICH Festival secara khusus memang ditujukan sebagai upaya pengenalan 13 WBTb Indonesia yang telah dienkripsi oleh UNESCO. Salah satunya adalah kesenian wayang Indonesia.
“Acara di Benteng Vredeburg ini memperkenalkan video mapping dengan cerita wayang, ada musiknya dan digelar secara singkat sehingga masyarakat bisa langsung tahu isi ceritanya,” jelas Fadli.
Adaptasi, sambung dia, menjadi kata kunci dalam upaya untuk melestarikan kebudayaan. Terutama bagaimana menarik Gen Z. Bagi Fadli, kolaborasi wayang dan video mapping bisa jadi langkah awal untuk menarik banyak minat masyarakat terutama generasi muda.
“Dari kolaborasi yang ada itu ditampilkan secara menarik, ada wayang kulit, ada wayang golek, ada wayang orang, ada video mapping-nya dikombinasikan sedemikian rupa, cerita tentang lakon Dewa Ruci bisa diselesaikan dalam kurang dari 1 jam,” jelasnya.
Baca juga: Wayang Wong Ngesti Pandowo dan 15 Budaya asal Jateng Resmi Diakui sebagai WBtb Nasional
“Ada koreografi yang menarik, ada musik, komposisi komposernya juga ada di situ. Jadi inovasi-inovasi semacam itu menurut saya bisa menarik Gen Z, menarik generasi-generasi muda,” sambung Fadli.
Adapun lakon kisah Mahabharata yang dipentaskan tersebut yakni berjudul ‘Sang Dewa Ruci’ yang berkisah tentang kepatuhan murid kepada guru, kemandirian bertindak, dan perjuangan menemukan jati diri.
Sukses datangkan ribuan pengunjung
Atraksi wayang berpadu video mapping yang mengambil spot di pelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret itu sukses menarik ribuan pengunjung, terutama yang menyaksikan dari kawasan Titik Nol Kilometer. Sebab permainan cahaya yang diarahkan ke Monumen Serangan Umum tampak sangat indah.
Pertunjukan wayang tersebut disutradarai oleh pelaku dan pegiat budaya, Anter Asmorotedjo. Sementara video mapping disajikan oleh Raphael Donny feat Argo Visual, lighting oleh Eko Sultan, dan pemusik oleh Y.Subowo.
Kisah ini mengambil tokoh utama Brotosena atau Bima, salah satu ksatria Pandawa. Dikisahkan Bima ditugaskan gurunya untuk mencari air kehidupan yang bisa membuatnya mencapai kesempuranaan hidup.
Meski perintah ini merupakan muslihat untuk memusnahkan Brotosena agar tak ikut perang Bharatayuda.
Lakon dibuka dengan pagelaran wayang kulit di sisi utara panggung Monumen Serangan Umum 1 Maret oleh Dalang Muhammad Yusuf.
Barulah setelah itu lighting yang megah dipadukan video mapping membuat seluruh Monumen berubah drastis. Penonton kemudian larut dalam visual yang memanjakan mata dan terbawa dalam arus cerita.
Baca juga: Kemenbud Ajukan 3 Warisan Budaya Tak Benda ke UNESCO, Apa Saja?
Pertunjukan ini pun juga semakin kaya budaya karena hadirnya pementasan Wayang Golek oleh Dalang Rendi Ratnanto yang ceritanya diselaraskan dengan wayang kulit dan wayang orang.
Kolaborasi tradisi dan modern itu juga mampu membuat adegan semakin hidup. Penonton usia muda juga tampak bisa mengikuti alur cerita yang biasanya dipentaskan bisa sampai semalam suntuk.
Kolaborasi wayang dan video mapping
Selama pertunjukan, tak jarang penonton baik yang berada di dalam monumen dan di Kawasan Titik Nol Kilometer berdecak kagum. Pun dengan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang seusai pementasan memberikan pujian dengan kolaborasi wayang video mapping itu.
Meski memadukan seni tradisional dengan unsur digital, Fadli menyebut kolaborasi wayang dengan video mapping tetap menghadirkan pertunjukan yang sesuai pakem dan nilai-nilai tradisi seni budaya.
“Jadi fungsinya menurut saya adalah kita harus beradaptasi tapi kita juga harus menjaga, melestarikan budaya yang ada, yang menjadi klasik pakem. Kita harus ada inovasi dan adaptasi baru, ada sentuhan-sentuhan digital mungkin sampai AI nantinya ya sebagai perkembangan baru dari tuntutan zaman kita,” papar Fadli.
Hal senada juga disampaikan oleh Wamenbud Giring Ganesha. Menurutnya, pembukaan ICH Festival 2024 membuktikan bahwa perpaduan kisah pewayangan dengan teknologi dapat menciptakan pertunjukan yang sangat sukses dan menghibur.
“Penonton dibuat terpukau dengan visual yang memikat dan narasi yang relevan. Ini menunjukkan bahwa inovasi mampu menarik minat generasi muda sekaligus memberikan pengalaman budaya yang mendalam,” terang Giring.
Giring menyebut kisah pewayangan adalah warisan budaya yang kaya akan nilai filosofi, moral, dan kebijaksanaan yang tetap relevan sepanjang zaman.
Baca juga: Carita Pantun Baduy Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda
“Dalam era teknologi seperti sekarang, peluang besar terbuka bagi dalang, penari, dan pemain musik untuk menghidupkan kembali kisah-kisah legendaris ini melalui inovasi digital dan seni pertunjukan,” ucap pria yang kini akrab disapa dengan panggilan Bro Wamen Giring itu.
“Dengan memanfaatkan teknologi seperti animasi, augmented reality (AR), virtual reality (VR), hingga video mapping, tokoh-tokoh wayang dapat dihadirkan dalam bentuk yang lebih interaktif dan menarik bagi generasi muda,” imbuhnya.
Giring menegaskan, Kementerian Kebudayaan mendukung penuh para pelaku seni pewayangan untuk terus mengembangkan lebih banyak pertunjukan inovatif seperti kolaborasi wayang dan video mapping tersebut.
Baca juga: Tradisi Serak Gulo di Padang Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda
“Dengan kolaborasi antara seni tradisional dan teknologi modern, kita tidak hanya menjaga kelestarian budaya, tetapi juga menjadikan pewayangan sebagai inspirasi dan kebanggaan nasional yang dapat diapresiasi di panggung dunia,” tegas Giring.
“Inovasi ini adalah langkah penting untuk membawa warisan budaya kita ke masa depan, tanpa kehilangan esensinya,” sambungnya.
ICH Festival 2024 digelar oleh Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) Kemenbud untuk mempromosikan 13 WBTb atau ICH yang telah dicatatkan UNESCO. ICH Festival diselenggarakan selama sepekan mulai 23-28 November 2024 di Museum Benteng Vredeburg, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Baca juga: Kuliner Warisan Budaya Tak Benda Terancam Punah, Paku Alam X Singgung Wader Liwet dan Growol
Pertunjukan dan pameran menjadi kegiatan utama di ICH Festival 2024 yang dibuka untuk umum secara gratis.
Selain itu ada pula kegiatan seminar dan workshop di mana Kementerian Budaya melibatkan pegiat budaya, akademisi, pelajar, hingga komunitas internasional untuk mempromosikan 13 ICH Indonesia. Salah satu kegiatannya adalah workshop Batik di atas topeng.
Selama sepekan, ICH Festival juga akan menghadirkan berbagai suguhan pertunjukan seni budaya. Mulai dari penampilan tari kreasi anak, band Musik Tradisi Modern seperti Sri Rejeki dan Slamet Man feat Sinden legendaris Anik Sunyahni, sampai Dagelan Yogyakarta oleh Kirun, Marwoto, dan Yati Pesek.