Kota Solo,Kuliner,dan Digitalisasi Transaksi Pembayaran
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Di sebuah sudut jantung Kota Solo, terdapat angkringan yang tidak hanya menyajikan nasi kucing dan aneka minuman, namun juga menyuguhkan kemajuan digitalisasi transaksi pembayaran.
Namanya Wedangan Solo Mas John, terletak tak jauh dari Pasar Nongko.
Sejak September 2024, Wedangan Mas John melayani transaksi pembayaran dengan metode Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Langkah inovatif ini menjadikan angkringannya lebih dari sekadar tempat makan, tetapi juga simbol adaptasi terhadap perkembangan zaman.
“Sekitar dua bulan lalu BRI menawarkan QRIS, saya terima karena banyak manfaatnya,” ungkap Jeje, pemilik Wedangan Mas John saat dijumpai di tempat usahanya.
Angkringan itu, terletak di pinggir rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Balapan dan Stasiun Purwosari.
Lokasi yang strategis menjadikan wedangannya sebagai tempat favorit para pekerja maupun pelajar yang ingin makan siang maupun meneguk minuman dingin penghilang dahaga.
Menurut Jeje, pembayaran via QRIS lebih praktis karena ia tidak perlu menyiapkan uang kembalian.
“Yang menggunakan rata-rata orang kantoran, anak-anak muda,” ujarnya.
“Ada yang cuma beli tempe satu, harga Rp 1.000 bayarnya pakai QRIS, hehehe,” ungkapnya sambil tertawa.
Baca juga: Pemakaian QRIS Dorong Transparansi Bisnis
Jeje mengatakan pembayaran yang masuk melalui QRIS akan dijadikannya sebagai tabungan.
“Tidak saya pakai, biar jadi tabungan saja,” ujarnya.
Untuk mengecek transaksi, Jeje menggunakan aplikasi BRI Merchant.
Melalui aplikasi tersebut, Jeje bisa melihat transaksi pembelian dan total transaksi yang telah masuk.
“Ini perkembangan zaman, saya tidak mau ketinggalan, jadi bisa melayani pembeli yang tidak bawa uang tunai,” ungkap Jeje.
Dari Sate hingga Nasi Liwet
Sebagai salah satu tujuan wisata kuliner, Kota Solo telah akrab dengan transaksi pembayaran nontunai seperti QRIS.
Sebut saja Sate Kambing Pak Manto yang terkenal dan sudah punya cabang di Jakarta.
Tidak sedikit pelanggan melakukan transaksi pembayaran menggunakan QRIS.
Seperti yang dilakukan Marta Sari, warga Kabupaten Karanganyar yang memilih menggunakan pembayaran nontunai untuk menikmati sate kambing siang itu.
“Lebih mudah tinggal scan, selagi bisa QRIS biasanya pakai QRIS, uang tunai bisa untuk keperluan lain,” ungkap Marta, Sabtu (23/11/2024).
Menurutnya, digitalisasi pembayaran QRIS sudah terasa hampir di setiap kalangan pedagang.
“Dari pedagang kecil di pinggir hingga kuliner terkenal sudah melayani nontunai,” ujarnya.
Sementara itu, berkunjung ke Kota Solo seperti kurang lengkap bila tidak menyantap nasi liwet.
Bahkan, ada penjual nasi liwet di Solo yang buka 24 jam, namanya Nasi Liwet Mbak Laksmi.
Ya, Laksmi (51) merupakan pemilik usaha nasi liwet yang memiliki sejumlah outlet di Kota Solo.
Satu di antaranya terletak di shelter kuliner Stadion Manahan.
“Semua cabang buka 24 jam,” ungkap Laksmi saat dijumpai Tribunnews.
Alasan Laksmi membuka usahanya 24 jam karena nasi liwet menjadi incaran orang-orang luar kota yang menginap di Solo.
“Jadi kapan pun mereka pengin nasi liwet selalu ada,” ujarnya.
Laksmi termasuk pelaku UMKM yang telah memanfaatkan perkembangan teknologi dengan baik.
Nasi liwetnya sudah bisa dipesan melalui berbagai aplikasi online.
Selain itu, transaksi pembayaran bisa dilakukan menggunakan QRIS.
“QRIS ini difasilitasi BRI saat renovasi shelter Manahan, banyak yang pakai,” ungkapnya.
Pedagang Pasar Tak Mau Kalah
Salah besar jika mengira transaksi pembayaran nontunai melalui QRIS di Kota Solo tidak menyentuh pasar tradisional.
Nyatanya, QRIS sudah akrab bagi pedagang di Solo, seperti yang terlihat di Pasar Gede.
Menjadi salah satu ikon Kota Solo, Pasar Gede yang berdiri sejak 1930 telah beradaptasi dengan perkembangan digitalisasi pembayaran.
Salah satu kuliner legendaris di Pasar Gede adalah es dawet telasih Bu Dermi yang sudah ada sejak 1930-an.
Usaha es dawet Bu Dermi saat ini dikelola Ruth Tulus Subekti, generasi ketiga atau cucu sang perintis.
“Pokoknya ada sejak berdirinya Pasar Gede, zaman Belanda,” ungkapnya saat dijumpai di Pasar Gede.
Semangkuk es dawet Bu Dermi berisikan cendol, selasih, ketan hitam, dan jenang sumsum.
Untuk membeli es dawet ini, pelanggan tidak perlu merogoh kocek, karena bisa dibayar menggunakan QRIS.
“Biasanya pengunjung dari luar kota atau anak muda membayar dengan QRIS itu,” ungkap Uti, panggilan akrabnya.
Cerita lain tentang kemajuan pembayaran nontunai juga disampaikan Sumiyati, seorang pedagang oleh-oleh khas Solo di Pasar Gede.
Sumiyati menjual aneka makanan ringan, seperti intip (kerak nasi) dan rengginang, makanan sejenis kerupuk tebal yang terbuat dari beras ketan yang dibentuk bulat.
Sudah tiga tahun ini Sumiyati melayani pembayaran menggunakan QRIS.
“Mulai ada pembayaran QRIS dari BRI itu pas pertengahan pandemi Covid-19,” ujar Sumiyati saat dijumpai.
Berlokasi di sebelah kiri pintu masuk utama pasar, lapak Sumiyati kerap disambangi wisatawan.
“Banyak pengunjung dari luar kota yang bayar pakai QRIS, tinggal klik langsung masuk ke rekening saya,” ujarnya.
Hampir setiap hari ia mendapat pembeli yang membayar dengan QRIS.
“Rata-rata 10 transaksi ya, tapi kalau pas libur bisa 20 kali,” ujarnya.
Ia juga mengatakan sistem pembayaran QRIS tidak hanya dilakukan kaum muda.
“Yang umur 20-an ada, sampai umur 50-an juga ada, sudah canggih sekarang,” ungkapnya.
Digitalisasi Transaksi Pembayaran di Kota Solo Bertumbuh
Geliat digitalisasi transaksi pembayaran di Kota Solo menunjukkan tren positif sepanjang tahun 2024.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) meyakini jumlah transaksi pembayaran baik melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) dan QRIS di Solo tahun ini menembus angka lebih dari Rp 1 triliun.
Pimpinan Cabang BRI Solo Sudirman, Mustofa Adi mengungkapkan BRI Solo Kota memiliki empat cabang konsolidasi, yaitu BRI Sudirman, BRI Slamet Riyadi, BRI Kartasura, dan BRI Solo Baru.
Adi mengungkapkan, jumlah mesin EDC dari BRI di Solo Kota (akumulasi empat cabang) hingga 31 Agustus 2024 mencapai 2.075 unit.
Terdiri dari Solo Sudirman (799), Solo Baru (381), Solo Slamet Riyadi (599), dan Solo Kartasura (296)
Terdapat kenaikan 350 unit EDC dari Desember 2023.
“Kenaikan cukup signifikan karena kita diharapkan adanya peningkatan kassa berbasis transaksi, peningkatan tabungan berbasis transaksi, jadi kami masif dan gencar mengakuisisi merchant yang potensial untuk bisa meningkatkan tabungan dari transaksi yang ada,” ungkap Adi saat dijumpai di kantornya, Senin (23/9/2024).
Dari sisi total transaksi, dari 1 Januari hingga 31 Agustus 2024, sales volume dari mesin EDC di Solo Kota mencapai Rp 787,8 miliar.
“Dan ini saya yakin, kami yakin akan tembus Rp 1 triliun untuk total transaksi melalui EDC di Solo Kota sepanjang 2024,” ungkapnya.
Sementara itu untuk transaksi QRIS, data hingga 31 Agustus 2024 menunjukkan terdapat 26.533 tempat usaha di Solo Kota yang melayani pembayaran QRIS.
“Jumlah ini meningkat signifikan 4.500-an QRIS dari tahun lalu,” ungkap Adi.
Sementara dari total transaksi melalui QRIS, hingga 31 Agustus 2024 BRI sudah mencatatkan transaksi total Rp 156,5 miliar.
Angka ini sudah melebihi target yang ditetapkan, yaitu Rp 133,7 miliar.
“Terhadap target sudah tercapai 116,9 persen, namun kami belum puas, karena masih banyak QRIS yang belum produktif, ini yang perlu kita monitor supaya alat QRIS bisa menjadi alat transaksi cashless di merchant-merchant,” ungkap Adi. (*)