Perjalanan Mary Jane Veloso: Lolos dari Eksekusi Mati, Dipulangkan ke Filipina
TEMPO.CO, Jakarta – Mary Jane Veloso, wanita asal Filipina, seorang terpidana mati atas kasus narkoba akan dipulangkan dari Indonesia ke Filipina. Kasusnya menyita perhatian publik setelah bertahun-tahun Indonesia dan Filipina melakukan perundingan atas nasib Mary Jane Veloso.
Dilansir dari Reuters, kepulangan Mary Jane Veloso diungkapkan oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr. pada Rabu, 20 November 2024. “Tujuannya bukan hanya agar dia dipindahkan, tetapi juga agar Presiden Marcos memberikan grasi,” kata pejabat Kementerian Luar Negeri Eduardo Jose de Vega dalam konferensi pers di Manila.
Mary Jane Veloso, seorang pembantu rumah tangga dan ibu dua anak, ditangkap di kota Yogyakarta, karena membawa 2,6 kg (5,73 pon) heroin yang disembunyikan di dalam sebuah koper pada tahun 2010. Veloso akan dipindahkan ke Filipina pada bulan Desember, menurut Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Berikut adalah perjalanan kasus Mary Jane Veloso yang dirangkum dari berbagai sumber:
ART di Dubai, Ditangkap di Yogyakarta karena Narkoba
Mary Jane Veloso kembali ke Filipina pada 1 Januari 2010, setelah bekerja selama 10 bulan sebagai pekerja rumah tangga di Dubai. Ia tidak menyelesaikan kontraknya selama dua tahun di Dubai dan memutuskan kembali ke negaranya karena majikan berusaha memperkosanya.
Pada 18 April 2010, teman Mary Jane Veloso, Maria Kristina “Tintin” Sergio dari Talavera, Nueva Ecija menawarinya pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga di Malaysia. Keduanya lallu tiba di Malaysia namun Sergio memberi tahu Veloso bahwa pekerjaan itu sudah tidak ada lagi. Setelah beberapa hari, Sergio mengirim Veloso ke Indonesia untuk liburan selama tujuh hari dan setelah itu Veloso akan kembali ke Malaysia untuk bekerja.
Pada 25 April 2010, saat tiba di Bandara Internasional Adisutjipto di Yogyakarta, Indonesia, Veloso ditangkap oleh otoritas Bea Cukai karena dugaan membawa 2,6 kilogram heroin. Dua hari kemudian, orang tua Veloso menerima telepon dari mertuanya yang memberi tahu bahwa putri mereka telah tiba dengan selamat di Malaysia.
Awalnya, Veloso tidak memberi tahu keluarganya bahwa dia ditangkap di Indonesia. Namun pada Mei, dia akhirnya memberi tahu keluarga bahwa dia mendekam di dalam penjara.
Pada 13 Mei 2010, Sergio meminta keluarga Veloso untuk tetap diam atau mereka akan berada dalam bahaya karena Veloso adalah bagian dari sindikat narkoba internasional. Ia mengatakan kepada mereka bahwa sindikat tersebut akan menghabiskan jutaan dolar untuk membebaskan Veloso dari penjara. Pada 1 Agustus 2010, meskipun ada ancaman dari Sergio, keluarga Veloso mencari bantuan dari pemerintah Filipina.
Dihukum Mati
Pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sieman Yogjakarta menjatuhkan hukuman mati kepada Veloso. Sepuluh hari kemduian, Kedutaan Besar Filipina di Jakarta dilaporkan mengajukan banding ke Pengadilan Banding Yogyakarta.
Kedutaan Besar Filipina merekomendasikan untuk merekrut pengacara swasta untuk mendampingi Mary Jane Veloso untuk tahap banding. Filipina mencairkan US$ 5.000 dari Dana Bantuan Hukum untuk menyewa jasa Kantor Hukum Rudyantho & Partners.
Pengadilan Banding Yogyakarta menguatkan hukuman mati bagi Veloso di 10 Februari 2011. Pengacara Veloso mengajukan Memorandum Banding ke Mahkamah Agung Indonesia atas nama Veloso. Kedutaan Besar Filipina juga mengajukan banding atas kasus Veloso ke Mahkamah Agung di Jakarta. Namun hukuman mati terhadap Mary Jane Veloso dikuatkan oleh putusan Mahkamah Agung pada 31 Mei 2011.
Intervensi Presiden Aquino
Kasus Mary Jane Veloso menyedot perhatian pemerintah Filipina. Pada 23 Agustus 2011, presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino III turun tangan meminta grasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhyono. Duta Besar Maria Rosario Aguinaldo meneruskan Surat Pengampunan Aquino kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia. Ekseskui Veloso pun ditunda pada 12 Oktober 2012.
Grasi Ditolak Jokowi
Permintaan grasi Mary Jane Veloso ditolak oleh Presiden Joko Widodo yang menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono pada 30 Desember 2014. Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden 31/G – 2014 yang menolak permohonan grasi.
Penolakan itu tak membuat pemerintah Filipina patah semangat. Pada 28 Januari 2015, menteri luar negeri saat itu, Albert del Rosario, secara pribadi menyampaikan surat kepada mitranya dari Indonesia di Pertemuan Menteri Luar Negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Kola Kinabalu. Indonesia diminta memberikan tindakan hukum yang sewajarnya terhadap Permohonan Peninjauan Kembali kasus Veloso.
Namun upaya itu kandas. Pada 25 Maret 2015, Mahkamah Agung Indonesia menolak permohonan peninjauan kembali.
Dipindahkan ke Nusa Kambangan
Mary Jane Veloso dipindahkan ke Nusa Kambangan pada 24 April 2015. Aquino kembali melobi Jokowi dalam pertemuan singkat selama lima menit di konferensi ASEAN di Malaysia. Sementara itu, Sergio menyerahkan diri kepada pihak berwenang Filipina. Ia kemudian didakwa dengan perekrutan ilegal, perdagangan manusia.
Pada 29 April 2015, eksekusi Veloso ditangguhkan hingga semua proses di Filipina selesai. Namun setahun kemudian, Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang menggantikan Aquino, dilaporkan memberi pemerintah Indonesia lampu hijau untuk mengeksekusi Veloso, pada September 2016.
10 Januari 2018, Mary Jane Veloso meminta bantuan Duterte agar diizinkan bersaksi melawan orang-orang yang menurutnya menipunya untuk membawa narkoba ilegal ke Indonesia. Dua tahun kemudian, Pengadilan Nueva Ecija menjatuhkan hukuman kepada tersangka pedagang manusia Veloso atas perekrutan ilegal skala besar dalam kasus terpisah yang melibatkan tiga perempuan lainnya .
Intervensi Marcos
Saat menjabat sebagai presiden menggantikan Duterte, Ferdinand Marcos Jr. mengatakan pada 31 Agustus 2022, akan membahas kasus Veloso dalam kunjungan kenegaraannya ke Indonesia. Dua tahun kemudian, Marcos menerima komitmen dari Widodo bahwa kasus Veloso akan diperiksa ulang, menurut Kantor Komunikasi Kepresidenan Filipina.
Dalam pernyataannya pada 20 November 2024, Marcos mengatakan Manila dan Jakarta mencapai kesepakatan untuk mentransfer Veloso ke Filipina. Ia berterima kasih kepada Presiden Indonesia baru Prabowo Subianto dan pemerintahannya atas niat baik mereka. Namun belum ada perjanjian tertulis antara Filipina dan Indonesia mengenai pemulangan Veloso.
Menurut Indonesia, Veloso akan menjalani sisa hukumannya di Filipina, dengan alasan diplomasi dan kemitraan timbal balik dalam penegakan hukum sebagai alasan pemindahannya.
Pemulangan Mary Jane itu disambut bahagia oleh keluarganya. “Kami gembira Mary Jane akan kembali ke rumah,” kata ibunya, Celia Veloso, kepada stasiun radio DWPM. Namun keluarga masih khawatir sindikat internasional yang terlibat dalam kasus ini akan mencelakai Veloso dan keluarganya.