Informasi Terpercaya Masa Kini

Cerita Keluarga Wisatawan yang Meninggal di Puncak: Sebelum Wisata Religi,Korban Sempat Memasak

0 11

TRIBUNJAKARTA.COM – Pihak keluarga Nimih (63), wisatawan yang meninggal di Puncak, Bogor akhirnya membeberkan kesaksiannya.

Nimih merupakan warga Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Ia meninggal dunia saat kemacetan panjang di Puncak, Bogor pada Minggu (15/9/2024) lalu.

Kala itu Nimih bersama dua anak perempuannya, Yani dan Suryati (36) bersama rombongan warga Kecamatan Cipayung bertolak ke Bogor untuk wisata religi ke Makam Kramat Empang.

Setelah berziarah Nimih, kedua anaknya beserta rombongan warga Kecamatan Cipayung yang menaiki tiga bus wisata hendak mengunjungi kawasan wisata Puncak Mas, Bogor.

Nahas saat hendak pulang ke Jakarta Timur, bus dinaiki Nimih dan rombongan terjebak kemacetan, sehingga kendaraan tidak dapat keluar dari area parkir Puncak Mas, Bogor.

Mulanya, Nimih sempat keluar dari bus untuk sekedar melepas lelah dan buang air kecil.

Namun sekira pukul 19.00 WIB tiba-tiba Nimih menghembuskan napas terakhir di kawasan Puncak Mas, Bogor.

Berbagai spekulasi pun muncul hingga kabar burung soal penyakit yang diderita Nimih.

Hingga pihak keluarga menyesalkan beredarnya kabar bahwa korban meninggal akibat penyakit penyerta.

Suami Nimih, Suryana (64) mengatakan selama puluhan tahun hidup berumahtangga mendiang istrinya tidak memiliki riwayat asma dan darah tinggi sebagaimana dikabarkan.

“Saya berumahtangga sama almarhumah sudah 48 tahun, bukan sombong bukan apa dia enggak pernah sakit lama. Entah seminggu, entah sebulan belum pernah,” kata Suryana, Selasa (17/9/2024).

Semasa hidup Nimih hanya menderita penyakit ringan, seperti mengalami sakit kepala atau pusing, dan selalu pulih hanya dalam waktu singkat.

Bahkan, sebelum bertolak melakukan wisata religi ke Makam Kramat Empang Bogor dan berkunjung ke Gunung Mas, Nimih masih melakukan aktivitasnya.

Pihak keluarga memastikan Nimih dalam keadaan sehat karena masih dapat memasak seperti biasa.

“Makannya ada berita itu kok istri saya tahu-tahu dikabarkan ada (menderita) asma atau apa. Kok bisa-bisanya, berarti kan namanya omongan bisa nambah-nambah,” ujarnya.

Meski menyesalkan, Suryana menuturkan pihak keluarga tidak menyalahkan pihak manapun atas beredarnya kabar bahwa Nimih meninggal karena menderita penyakit asma dan darah tinggi.

Bagi pihak keluarga, hal terpenting adalah jenazah Nimih sudah dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Bambu Apus pada Senin (16/9/2024) sekira pukul 10.00 WIB.

“Cuman di samping menyesalkan kita maklum juga namanya orang, apalagi orang kalau ingin tenar bisa saja kan mengeluarkan kata-kata. Saya juga merasa kecewa,” pungkasnya.

Evakuasi Jenazah Makan Waktu 6 Jam

Anak ketiga Nimih, Suryati (36) mengatakan setelah sang ibunda meninggal sekira pukul 19.00 WIB di area parkir Gunung Mas jenazah tidak langsung dievakuasi karena terkendala kemacetan.

Meski sudah melapor ke petugas di sekitar lokasi, tapi mobil jenazah yang hendak digunakan untuk mengevakuasi jasad Nimih tidak kunjung tiba karena terjebak kemacetan panjang.

“(saat meninggal) Masih di area parkir, di kebun teh. Posisinya memang macet. Panitia bus saya yang bolak balik manggil petugas,” kata Suryati di Cipayung, Jakarta Timur, Selasa (17/9/2024).

Awalnya jenazah Nimih yang berada di area kebun teh dengan menggunakan alas seadanya sempat dibawa ke warung di sekitar lokasi karena saat kejadian turun hujan.

Sekira 30 menit menunggu di warung, seorang pengendara mobil pribadi menawarkan pertolongan mengevakuasi jenazah ke masjid sembari menunggu mobil jenazah tiba.

Tapi setibanya di masjid sekira pukul 20.00 WIB, pihak keluarga kembali menunggu hingga mobil jenazah tiba pada saat waktu sudah menunjukkan pergantian hari Senin (16/9/2024).

“Kondisi memang mau keluar kejebak, dia (ambulans) mau masuk ke situ cari jalan juga enggak bisa. Jadinya saya di situ sama almarhumah menunggu di situ sampai jam 00.00 WIB,” ujar Suryati.

Setelah mobil jenazah dari perangkat lingkungan setempat tiba, pihak keluarga sempat ditawari agar jenazah Nimih dibawa ke rumah sakit untuk proses memastikan penyebab kematian.

Namun karena menurut pihak keluarga Nimih meninggal dalam keadaan wajar tanpa ada kejanggalan, mereka sepakat jenazah Nimih tidak perlu autopsi.

Pihak keluarga meminta agar jenazah Nimih dapat segera dibawa ke rumah duka di Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, sehingga dapat segera dimakamkan secara layak.

“Saya bilang, mohon maaf kalau misalnya jenazah saya bilang langsung pulang ke rumah. Karena sudah kelamaan di sini, katanya enggak apa, silakan,” tutur anak pertama Nimih, Yani (46).

Yani menuturkan setelah pihak pengelola Gunung Mas menyatakan menanggung seluruh akomodasi hingga tiba rumah duka dengan pengawalan kepolisian, jenazah sang ibunda lalu dibawa.

Pada Senin (16/9) sekira pukul 01.00 WIB jenazah Nimih bertolak dari Gunung Mas ke rumah duka dengan pengawalan petugas kepolisian yang mengurai arus lalu lintas.

“Jam 01.00 WIB, pas keluar (Gunung Mas arus lalu lintas) masih padat tapi karena sudah dikawal (petugas) Alhamdulillah bisa. Sampai di Jakarta kurang lebih jam 02.00 WIB,” lanjut Yani.

Meski saat proses evakuasi sempat terkendala kemacetan, pihak keluarga Nimih menyatakan tidak menyalahkan kemacetan atau petugas terkait atas meninggalnya Nimih.

Pihak keluarga menyampaikan terimakasih kepada pengelola Gunung Mas, operator bus, dan petugas kepolisian yang membantu hingga jenazah Nimih dapat tiba di rumah duka.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Leave a comment