Informasi Terpercaya Masa Kini

Kata-Kata Terakhir Marie Antoinette Sebelum Dieksekusi Mati: Saya Tidak Ingin Apa-Apa Lagi

0 18

JAKARTA, KOMPAS.TV – Sejak demonstrasi mahasiswa dan masyarakat pekan lalu, ramai di media sosial sosok Marie Antoinette. Dia adalah Ratu Prancis, isteri Louis XVI, pada abad 18 yang nasibnya tragis: Dihukum mati menggunakan alat eksekusi buatan Guillotine. Tubuh dan kepalanya terpisah.

Dalam banyak catatan sejarah, sang ratu gemar pesta pora, hingga menghabiskan anggaran negara. Salah satu kesukaanya adalah mengumpulkan banyak parfum mahal.

Dikutip dari Kompas.id, bagi Marie Antoinette, parfum menjadi salah satu kemewahan hidupnya. Bahkan, sejumlah pihak menduga ia ditangkap gara-gara terlalu sibuk mengurus koleksi parfum. Upaya penyelamatannya tertunda karena itu tidak mau meninggalkan koleksi parfum. Hal yang jelas, belakangan ia ditangkap lalu dieksekusi.

Baca Juga: CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap Saat Baru Mendarat di Bandara Prancis, Hal Ini Diyakini Alasannya

Parfum-parfum itu tentu saja berharga mahal. Memang, pada abad ke-16 hingga ke-17, penggunaan parfum meningkat di kalangan konglomerat dan bangsawan Eropa. Di masa itu, orang Eropa jarang mandi. Badan mereka bau. Maka, mereka perlu menutupi aroma tidak sedap itu. Parfum menjadi jawaban.

Stefen Zweig dalam bukuanya “Marie Antoinette” (Pustaka Jaya, 1986) menggambarkan detik-detik terakhir sang ratu yang hobi hidup mewah itu dengan secara detil. Ratu yang kala itu sedang berada dalam penjara, pada pukul lima subuh masih menulis surat selamat tinggalnya. Pada pukul tujuh pagi pasukan bersangkur sudah siap di lapangan dan bunyi tambur bertalu-talu.

Pada saat itu, seorang pembantu ratu bernama Rosalie masih bisa bertemu untuk menyampaikan sesuatu. Rosalie menawarkan makanan karena ratu tidak makan sejak kemaren sore. Setelah dibujuk, Marie Antoinette pun bersedia makan semangkuk sup. Setelah bebera sendok, ratu kemudian membuka pakaian dibantu pembantunya itu.

Dalam kondisi menjelang ajalnya, ratu memang tidak meminta apa-apa. Tidak juga menyebutkan keinginannya. Kata-kata terakhir yang disampaikan kepada Rosalie adalah, “Saya tidak ingin apa-apa lagi, Nak. Buat saya segalanya sudah tak ada lagi, ” katanya.

Kira-kira pukul 11, Marie kemudian dibawa keluar. “Di luar kereta gerobak yang biasa membawa korban-korban Mahkamah Revolusi itu sudah menunggu, ditarik seekor kuda yang besar,” begitu Stefen Zweig menggambarkan.     

Baca Juga: Kalahkan Mesir 3-1, Prancis Melaju ke Final Olimpiade Paris 2024

Pemenggalan kepala ratu berlangsung sangat cepat oleh algojo bernama Sanson. Mereka yang dalam setengah menit terakhir itu menahan nafas, sekarang pecah meledak dengan suara buas,” Vive la Republique!”.    

Leave a comment