Informasi Terpercaya Masa Kini

Rekam Jejak Eks Anak Buah Prabowo yang Dampingi 2 Teman Vina Pengungkap Fakta Lain Kasus Cirebon

0 15

SURYA.CO.ID – Inilah rekam jejak Muchtar Effendi, kuasa hukum Pegi Setiawan yang siap mendampingi dua teman Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon, Mega dan Widia saat menjalani proses hukum.

Belum lama ini Mega dan Widia memberikan keterangan yang bertolak belakang dengan kronologi tewasnya Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon dan Muhammad Rizky alias Eky, di berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian. 

Mega dan Widia menyebut, beberapa menit sebelum Vina ditemukan tewas di jembatan (flyover) Talun, dia masih berhubungan melalui ponselnya.

Saat itu Vina masih bergembira berkumpul dengan pacarnya, Muhammad Rizky alias Eky dan teman-temannya. 

Keterangan Mega dan Widia ini bertolak belakang dengan BAP polisi yang menyebut bahwa Vina dan Eky dikejar gerombolan pemuda, dilempari batu, dirudapaksa hingga jasadnya diletakkan di jembatan Talun. 

Baca juga: Beda Ekspresi Iptu Rudiana dan Dede saat Tampil Depan Media Menurut Pakar, Ada yang Sadar Disyuting

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri yang mewawancara Mega dan Widia untuk channel youtube Diskursus.net lalu memberikan tantangan kepada Muchtar untuk mau menjadi kuasa hukum mereka jika di kemudian hari diperlukan untuk menjalani pemeriksaan di kepolisian. 

Setali tiga uang, tantangan itu langsung diiyakan Muchtar meski tanpa dibayar alias probono. 

Dalam tayangan iNews TV pada Minggu (28/7/2024), Muchtar membeber fakta baru yang diungkap Mega dan Widia.

 

Dari keterangan kedua perempuan itu, Muchtar meragukan adanya pemerkosaan sekaligus pembunuhan kasus tersebut. 

Pasalnya, hanya berselang 12 menit setelah Vina menghubungi Mega dan Widia, peristiwa pembunuhan sekaligus pemerkosaan menimpa Vina dan Eky. 

Muchtar pun bertanya-tanya, apakah benar para pelaku bisa mengeksekusi kedua korban dengan waktu yang teramat singkat?  

Muchtar Effendi menjelaskan di dalam berkas perkara persidangan tahun 2017, disampaikan bahwa sekitar jam 22.30 WIB Sabtu (27/8/2016), Eky dan Vina dinyatakan meninggal dunia.

Sementara berdasarkan keterangan Mega dan Widia, sekitar jam 22.18 WIB, Vina masih menghubungi Widia. 

“Kalau enggak salah jam 22.18 menit itu Vina masih missed called berulang kali kepada Widi sebagai teman yang paling didekatinya, karena sebelumnya Widi ditelepon sama Vina diajak main sekitar jam 22 lebih belasan menit itu, Widi ditelepon oleh Vina diajak main.”

“Cuman karena memang Widi tidak berkenan untuk main keluar akhirnya (panggilan) telepon itu atau ajakan itu diabaikan,” ujar Muchtar Effendi seperti dikutip dari iNews yang tayang pada Minggu (28/7/2024). 

Mega yang melihat panggilan tak terjawab dari Vina kemudian meminta Widi untuk menjawab panggilan itu. 

Namun, Widi sudah merasa bahwa panggilan itu untuk mengajaknya main keluar. 

Karena tak dijawab Widi, Mega lalu mengirimkan pesan kepada Vina. 

“Mega itu mengirim SMS ke Vina, dengan panggilan ‘dek’, seolah-olah menyapa, tapi panggilan yang disampaikan lewat SMS itu tidak pernah direspons oleh Vina. Kedua orang sahabatnya ini berpikir jangan-jangan memang lagi arah pulang itu ya,” ujarnya. 

Sekitar pukul 23.00 WIB, lanjut Muchtar, ramai di status Blackberry Messenger (BBM) bertuliskan ucapan duka cita Rest in Peace (beristirahat dalam damai) untuk Eky. 

Di sini lah letak kecurigaan Muchtar Effendi. 

Keterangan Mega dan Widia kemudian didalami oleh Muchtar.

Ia justru menyingkap fakta baru dan menarik.

“Kenapa (menarik)? Karena hanya berselang bebeberapa belas menit saja atau mungkin kan 22.30 WIB aja Vina udah enggak jawab, artinya dari 22.18 WIB sampai 22.30 WIB itu hanya beberapa belas menit saja, kami berpikir apakah. Iya, pembunuhan yang sebegitu kejam dan dilakukan juga rudapaksa kepada Vina berlangsung beberapa menit?” pungkasnya. 

Diketahui dalam BAP, pada 27 Agustus 2016 sekitar pukul 21.00 WIB, Vina, Eky, dan Liga Akbar melintasi Jalan Perjuangan Kota Cirebon, Jawa Barat.

Sesampainya di depan SMP Negeri 11 Cirebon yang berada di Jalan Perjuangan Majasem (Jalan Saladara), 11 pemuda sudah menunggu mereka.

Kesebelas orang itu tertulis dalam BAP saksi, sebagai Hadi Saputra, Eka Sandy, Jaya, Supriyanto, Sudirman, Eko Ramadani, Rivaldi Aditya, Saka Tatal, Andi, Dani, dan Pegi alias Perong.

Sebelas orang tersebut melempari Eky, Vina, dan Liga dengan batu, tapi ketiganya terus melaju.

Mereka mengejar Eky dan Vina dengan 4 motor hingga terjadi pemerkosaan dan pembunuhan.

Lalu pukul 22.30 WIB, Eky ditemukan tewas sedangkan Vina terluka parah di Flyover Talun.

Kemudian ada warga yang melapor ke Polsek Talun, dan saat dua petugas piket mendatangi lokasi kejadian, sudah banyak warga mengerubungi mereka.

Sosok Muchtar Effendi

Belakangan diketahui, Muchtar merupakan mantan prajurit TNI Angkatan Darat (AD).

Dia bahkan pernah menjadi anak buah Presiden terpilih Prabowo Subianto pada Operasi Mapenduma, Papua.

Saat itu, Prabowo menjabat Danjen Kopassus. Sedangkan Muchtar prajurit dari Batalyon Infanteri 330.

Muchtar membeberkan latar belakangnya di TBI saat diwawancara anggota DPR RI terpilih yang juga Youtuber, Dedi Mulyadi.

Pada 1991 Muchtar lolos pendaftaran TNI jalur Tamtama.

“Saya itu dulunya TNI Angkatan Darat Kostrad di Batalion kalau dulu namanya ya Batalon Infanteri Lintas Udara 330 yang ada di Cicalengka,” kata Muchtar di video unggahan channel Youtube ‘Kang Dedi Mulyadi Channel’, tayang Selasa (9/7/2024).

Muchtar sempat menjalani pendidikan penerjunan di Kopassus pada tahun 1992.

Tahun 1994-1995, Muchtar ditugaskan ikut operasi di Timor Timur.

Saat itu, dia di bawah pimpinan Komandan Pleton, Tandyo Budi Revita. 

Tandyo sendiri kini berpangkat Letnan Jenderal (Letjen) dan menjadi orang nomor dua di AD.

“Bapak Wakasad sekarang ini itu Danton saya waktu di Timor Timur,” kata Mucthar tersenyum.

Setahun kemudian, Muchtar bertugas di bawah komando Prabowo Subianto pada Operasi Mapenduma.

Di bawah pimpinan Prabowo yang berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen), Muchtar dan prajurit lainnya membebaskan sandera yang ditawan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Ada 26 sandera yang tujuh di antaranya merupakan warga negara asing. Empat dari Inggris, dua dari Belanda dan satu dari Jerman. Mereka sedang menjalani Ekspedisi Lorents 95 di Mapenduma saat itu.

“Tahun 96 saya bertugas dengan Pak Prabowo pembebasan sandera di Irian,” kata Muchtar.

“Saya yang ngambil sandera, saya,” lanjutnya.

Berkat prestasinya di medan tempur Operasi Mapenduma, Muchtar mendapat penghargaan.

“Pada saat 96 itulah saya mendapatkan penghargaan naik pangkat luar biasa karena di medan tempur, kan karena berhasil membebaskan sandera.”

“Pulang dari Irian dikasih penghargaan lagi oleh panglima, sekolah tanpates, sekolah Bintara tanpa tes,” jelasnya.

Muchtar pun masih mengikuti berbagai operasi lainnya, sampai pada tahun 2013 ia mengajukan pensiun dini dengan pangkat Sersan Mayor.

Dari situ, ia menjadi pengacara berbekal gelar sarjana hukum yang pendidikannya dia tempuh sambil berdinas di tentara.

“Tentara juga kan mengabdi lah ya, tetapi saya berpikir ingin langsung mengabdi kepada masyarakat ya. Kalau di tentara kan mengabdi ke negara,” kata Muchtar.

Leave a comment