Informasi Terpercaya Masa Kini

Bos Garuda (GIAA) Beberkan Biang Kerok Harga Tiket Pesawat Mahal ke DPR

0 7

Bisnis.com, JAKARTA – Bos emiten maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mengungkapkan biang kerok beban maskapai yang membuat tiket pesawat mahal. 

Direktur Utama GIAA Wamildan Tsani menjelaskan terkait komponen biaya yang besar. Hal tersebut disampaikan menjawab pertanyaan Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus soal penyebab tiket pesawat mahal. 

“Silakan Pak Dirut Garuda [jelaskan] Pak. Bapak jangan takut, jangan takut diganti besok, demi rakyat indonesia tercinta. Bapak Garuda berani?” kata Lasarus sambil tertawa di Rapat Kerja dengan Menteri Perhubungan, Kamis (23/1/2025). 

Baca Juga : Garuda Indonesia (GIAA) dan Singapore Airlines (SQ) Segera Bentuk Joint Venture

Merespons hal tersebut, Wamildan menyampaikan biaya tertinggi ada pada bahan bakar atau avtur dengan porsi 35%. Komponen yang cukup tinggi selanjutnya adalah harga sewa pesawat yaitu sekitar US$300.000 atau sekitar Rp4,87 miliar (kurs Rp16.248) untuk satu pesawat dalam sebulan. 

“Kami sampaikan kalau harga sewa pesawat itu satu pesawat satu bulan berkisar US$300.000, jadi memang dua komponen ini yang paling berat yang kami rasakan dari sisi airlines,” kata Wamildan di Gedung DPR, Kamis (23/1/2025). 

Baca Juga : : Garuda (GIAA) Resmi Operasikan 1 Unit Pesawat Boeing Anyar Livery Tahilalats

Selain itu, lanjutnya terdapat pula biaya terkait pelayanan di bandara, biaya parkir (take off -landing fee) hingga sewa ruangan di Bandara yang belum termasuk pajak. 

Kemudian terdapat pula bea masuk dari suku cadang atau sparepart pesawat yang masuk ke Indonesia. 

Baca Juga : : Erick Thohir Sebut Garuda Cs Akan Tambah Frekuensi Penerbangan Saat Lebaran 2025

“Itu belum termasuk pajak. Jadi semua transaksi yang kami lakukan terkait avtur, terkait pembayaran jasa kebandarudaraan termasuk sewa ruangan kami di bandara semua terikat pajak,” jelasnya. 

Wamildan mengklaim sebagai maskapai full service, GIAA memiliki margin yang tipis karena harus memberikan layanan berupa makanan berat hingga makanan ringan kepada penumpang. 

Hal ini berbeda jauh dengan Citilink, maskapai LCC yang disebut Wamildan masih memiliki margin yang cukup besar. 

“Dan kami di full service airline dapat kami sampaikan revenue to cost, cost to revenue itu sangat tipis jadi 94% Tapi kalau di LCC yang kami lihat di Citilink bisa 84% jadi marginnya masih lebih besar,” imbuhnya.

Leave a comment