Beda dari RI, Vietnam Justru Turunkan PPN dari 10 Persen ke 8 Persen
KOMPAS.com – Berkebalikan dengan kebijakan pemerintah Indonesia, negara tetangga di Asia Tenggara, Vietnam, justru memperpanjang penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di negaranya.
Mengutip media lokal Vietnam berbahasa Inggris, Vietnam News pada Rabu (11/12/2024), Majelis Nasional (The National Assembly) atau sama dengan DPR RI di Indonesia, baru saja mengesahkan draft aturan perpanjangan pengurangan pajak PPN, dari mulanya 10 persen menjadi 8 persen.
Kebijakan perpanjangan pengurangan tarif PPN di Vietnam ini berlaku sampai dengan Juni tahun 2025.
Menurut regulasi yang disahkan pada hari Sabtu (7/12/2024), barang dan jasa yang dikenakan tarif pajak 10 persen akan terus menikmati tarif 8 persen selama enam bulan ke depan.
Baca juga: Naik Jadi 12 Persen, Pajak PPN RI Tertinggi di ASEAN Bareng Filipina
Pengurangan PPN ini tidak berlaku untuk barang dan jasa di sektor real estat, sekuritas, perbankan, telekomunikasi, informasi dan teknologi, batu bara, bahan kimia, serta produk dan jasa yang dikenakan pajak konsumsi khusus.
Perpanjangan pengurangan tarif PPN diharapkan dapat membantu merangsang konsumsi dan mendukung produksi dan bisnis dengan menurunkan biaya barang dan jasa.
Rela penerimaan negara berkurang
Kementerian Keuangan Vietnam memperkirakan bahwa pengurangan PPN akan menyebabkan penurunan pendapatan anggaran Negara sekitar 26,1 triliun dong Vietnam (setara 1,028 miliar dollar AS) pada paruh pertama tahun 2025.
Namun, hal itu akan membantu mendorong peningkatan produksi dan bisnis, yang juga akan menciptakan pendapatan untuk anggaran negara melalui pajak lainnya.
Baca juga: Tarif PPN RI Tertinggi Kedua di ASEAN
Pengurangan PPN telah diterapkan sejak 2022 untuk mendukung produksi dan bisnis serta mendorong konsumsi pascapandemi Covid-19.
Pada tahun 2022, pengurangan PPN mencapai 51,4 triliun dong Vietnam, yang membantu mempercepat konsumsi domestik. Total penjualan eceran barang dan jasa meningkat tahun itu sebesar 19,8 persen dibanding tahun 2021.
Pengurangan PPN pada paruh kedua tahun 2023 mencapai total 23,4 triliun dong Vietnam, dengan total penjualan eceran barang dan jasa meningkat sebesar 9,6 persen pada tahun 2023.
Perkiraan menyebutkan total potensi pendapatan negara yang hilang karena pengurangan PPN pada tahun 2024 sekitar 49 triliun dong Vietnam.
Baca juga: Imbas Kenaikan PPN, Penjualan Barang Mewah Bakal Menurun
Kebijakan yang diperpanjang
Sebagai informasi, pengurangan PPN hingga Juni 2025 itu merupakan perpanjangan dari pengurangan PPN yang sudah dilakukan pemerintah Vietnam sejak awal tahun 2022.
Pengurangan tarif PPN ini sudah diperpanjang sekali. Artinya, ini adalah perpanjangan penurunan PPN untuk kedua kalinya.
Mengutip pemberitaan Reuters pada 29 November 2023, DPR Vietnam pada November tahun lalu memutuskan untuk memperpanjang pengurangan PPN atas barang dan jasa.
Pemotongan PPN menjadi 8 persen dari 10 persen, yang telah berlaku sejak awal tahun 2022, dirancang untuk meningkatkan konsumsi dan produksi dalam negeri karena ekonomi yang digerakkan oleh ekspor negara Asia Tenggara itu menghadapi hambatan dari melambatnya permintaan global.
Ekspor Vietnam pada tahun hingga 15 November turun 6,4 persen dari tahun sebelumnya menjadi 306 miliar dollar AS, menurut data pemerintah yang dirilis pemerintah.
Baca juga: PPN 12 Persen untuk Barang Mewah: Pajak Kaya atau Beban Baru?
Penurun ekspor Vietnam terjadi karena permintaan global yang lemah sehingga terus membebani pengiriman produk-produknya seperti pakaian, telepon pintar, dan elektronik.
PPN di Indonesia naik
Untuk diketahui, pemerintah Indonesia akan memberlakukan tarif baru PPPN sebesar 12 persen pada 1 Januari 2025.
Pajak PPN 12 persen ini implementasi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
PPN merupakan salah satu pajak yang wajib dibayarkan masyarakat saat melakukan transaksi jual beli yang masuk dalam ketegori objek BKP (Barang Kena Pajak) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Sebelum tahun 2022, PPN di Indonesia awalnya adalah 10 persen. Tarif PPN 10 persen ini tak berubah sejak 1983 atau zaman Orde Baru sesuai UU Nomor 8 Tahun 1983.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, tarif PPN kemudian naik menjadi 11 persen pada 1 April 2022. Berikutnya mulai 1 Januari 2025 atau di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, PPN akan kembali naik menjadi 12 persen.
Baca juga: Barang Mewah yang Kena PPN 12 Persen Akan Ditentukan Sri Mulyani
Dengan tarif baru pajak PPN 12 persen, Indonesia menempati peringkat pertama bersama dengan Filipina, sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di regional Asia Tenggara.
Di negara lain, PPN dikenal dengan value-added tax (VAT) atau nama lainnya, goods and services tax (GST).
Mengutip data Worldwide Tax Summaries yang dirilis konsultan keuangan dunia, PricewaterhouseCoopers (PwC), berikut tarif PPN atau VAT negara-negara Asia Tenggara:
- Kamboja: 10 persen
- Indonesia: 11 persen (jadi 12 persen pada 2025)
- Laos: 10 persen
- Malaysia: Sales tax 10 persen dan service tax 8 persen
- Filipina: 12 persen
- Singapura: 7 persen
- Thailand: 7 persen
- Brunei: 0 persen
- Vietnam: 5 persen dan 10 persen (two tier system)
- Myanmar: 5 persen (bisa naik sampai 100 persen untuk beberapa barang/jasa)
- Timor Leste: PPN dalam negeri 0 persen, PPN barang/jasa impor 2,5 persen.
Sebagai pembanding lain di kawasan Asia, Jepang menerapkan VAT sebesar 10 persen, Korea Selatan 10 persen, dan Australia 10 persen.
Sementara China dan India menerapkan VAT yang bervariasi tergantung jenis barang/jasa. China misalnya menerapkan VAT dalam tiga kategori 6 persen, 9 persen, dan 13 persen. Sementara India tarif VAT antara 5 persen sampai tertinggi 28 persen.
Baca juga: PPN 12 Persen Bakal Dikenakan ke Barang Mewah, Ekonom: Harusnya dari Jauh-jauh Hari…