Informasi Terpercaya Masa Kini

Saat Kirun hingga Yati Pesek Hibur Pengunjung sambil Hujan-hujanan di Benteng Vredeburg Yogyakarta

0 2

TEMPO.CO, Yogyakarta – Penampilan pelawak lawas seperti Kirun, Yati Pesek, hingga Marwoto sukses mengocok perut pengunjung yang memadati penutupan Indonesia Intangible Cultural Heritage (ICH) Festival di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Kamis petang, 28 November 2024. Meski pusat Kota Yogyakarta diselimuti hujan deras sejak pukul 19.00 WIB, pengunjung tetap menyemut demi menyaksikan deretan atraksi hingga panggung lawak dari tenda-tenda atau menggunakan mantel dan payung.

Celetukan Kirun, Marwoto, dan Yati Pesek dengan satir jenakanya membuat pengunjung terus terpingkal pingkal, seolah tak peduli dengan air hujan yang kadang-kadang masuk ke bawah tenda ketika tertiup angin. Misalnya ketika ketiganya berdebat soal usia, semua berlomba mengaku masih muda, berumur 30-40 tahunan.

“Iya kita itu yang 40 tahun hanya bagian badan atas, tapi bagian bawahnya sudah 74 tahun semua, susah gerak,” ujar Marwoto.

“Kita ini generasi fosil, tapi masih diminta ke panggung terus,” Kirun menimpali.

Kirun dan Marwoto kadang mengerjai Yati Pesek yang menjadi satu-satunya perempuan. Misalnya, ketika melihat Yati Pesek bersandar dipanggung, dia diledek badannya mulai keropos.

“Jangan sandaran terus kalau melawak, apa takut jatuh karena (badan) mulai keropos?” ujar Marwoto dan Kirun yang kemudian menarik tangan Yati kembali ke tengah panggung.

Tak hanya lawakan lawasan, penutupan festival yang dihadiri

Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan Irini Dewi Wanti itu juga diwarnai sederet tari modern nan menghibur hingga pencak silat. Atraksi ini menyuguhkan berbagai fragmen cerita, atribut dan gerakan menarik seolah tanpa jeda yang membuat pengunjung enggan beranjak.

Atraksi tari kontemporer saat penutupan Indonesia Intangible Cultural Heritage (ICH) Festival di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta, Kamis (28/11). Tempo/Pribadi Wicaksono

13 Warisan Budaya Takbenda

Ketua Tim Kerja Indonesia ICH Festival 2024, Yusmawati menuturkan, festival yang digelar hampir sepekan mulai 23 hingga 28 November itu untuk mengenalkan kepada publik 13 warisan budaya tak benda (WbTB) Indonesia yang kini sudah tercatat Lembaga UNESCO.

“Dari 13 warisan budaya itu, salah satunya pencak silat yang bisa dilihat dari dekat saat ini,” ujar Yusmawati di sela event itu.

Meski belasan warisan budaya tak benda itu sudah terenkripsi UNESCO, pemerintah Indonesia setiap empat tahun sekali wajib melaporkan perkembangan 13 WbTB itu. Dari pelaporan itu, UNESCO bisa menilai apakah unsur pelestarian dan regenerasi berjalan.

“Sehingga dari festival ini, kami berusaha bagaimana generasi muda bisa mengenali, mengembangkan dan melestarikan WbTB yang sudah ditetapkan itu,” kata dia.

Ide Kreatif

Dari festival sepekan di Vredeburg ini, Yusmawati melanjutkan, kalangan muda bisa terinspirasi ide-ide kreatif melestarikannya sesuai tren zaman tanpa meninggalkan pakem warisan takbenda itu.

Contohnya saja dalam festival ini pengunjung bisa melihat atraksi wayang berpadu video mapping. Ini bisa menjadi referensi kreatif bagaimana gaya baru pertunjukan wayang dipadukan dengan new media art sehingga panggung lebih hidup. Dalam atraksi ini kesenian wayang orang, wayang kulit, wayang orang, dan video mapping.

Yusmawati mengatakan, dari festival di Benteng Vrederburg ini, diharapkan kaum muda punya cara bagaimana mengadaptasikan seni tradisi klasik berupa wayang dan video mapping. Jadi, warisan budaya takbenda akan selalu hidup di tengah masyarakat. “Masyarakat selalu membutuhkan sesuatu hal yang berbeda, jika penyajiannya monoton akan menimbulkan kebosanan, sehingga perlu dikemas dengan kreativitas, termasuk WBTb ini,” imbuh dia.

Pilihan Editor: Yogyakarta Tambah 25 Warisan Budaya Takbenda, Jadi yang Terbanyak di Indonesia

Leave a comment