Informasi Terpercaya Masa Kini

Jadi Atlet E-Sports, Main Game Diatur dan Harus Lapor Waktu Tidur

0 7

JAKARTA, KOMPAS.com – Bagi sebagian masyarakat, bermain game adalah sesuatu yang menghabiskan waktu. Tidak jarang masyarakat berpikir bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan game, seperti atlet e-sports, tidak memiliki prospek masa depan.

Atlet e-sports pun diremehkan karena pekerjaannya hanya bermain game terus-menerus.

Padahal, hal itu tidak benar. Setidaknya seperti itulah menurut Alfandro Stefano Nathanael selaku Head of E-sports Bigetron, yakni tim e-sports populer Indonesia yang pernah meraih titel juara di game PUBG Mobile, Mobile Legends: Bang Bang, dan lain-lain.

Alfandro menjadi pembicara dalam gelaran “Berkampus Ria” kerja sama KOMPAS.com dan brand ponsel Tecno di Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Jakarta Barat, Kamis (29/8/2024).

Alfandro menjelaskan bahwa ada dua jenis gamer, yaitu gamer publik dan gamer profesional.

Gamer publik adalah gamer yang tidak memiliki manajer untuk mengatur waktu bermainnya, sehingga ia bisa bermain sesuka hati. Sementara itu, gamer atau atlet e-sports profesional memiliki waktu bermain yang ditentukan oleh organisasinya.

“Kita tidak bisa sembarangan main dari pagi hingga malam. Let’s say, tim Mobile Legends Bigetron di turnamen MPL ada kewajiban untuk bangun pagi,” ungkap Alfandro.

Baca juga: Tecno Unjuk Kebolehan Pova 6 Pro 5G lewat Turnamen E-sports MLBB di Ukrida

Ia menjelaskan bahwa setelah bangun pagi, tim Bigetron diharuskan untuk mengikuti olahraga agar tubuh bugar dan sehat. Dengan begitu, ketika menghadapi turnamen MPL dengan format liga (format turnamen panjang yang berlangsung beberapa pekan), anggota tim Bigetron tidak gampang sakit.

“Bahkan jam tidur mereka pun dipantau. Mereka punya arloji pintar (smartwatch), dan ketika bangun pagi mereka harus membagikan jumlah jam tidurnya,” imbuh Alfandro.

Kalau kurang tidur, Alfandro menjelaskan, atlet tersebut bakal ditanya apa kesibukannya selama semalam kemarin. Sebab, pola tidur sangat penting, dan akan berpengaruh pada performa serta fokus pemain dalam pertandingan.

Jadi, perlakuannya sama seperti atlet pada umumnya. Tidak sembarangan.

“Seketat (strict) itu,” tegas Alfandro.

Stigma lainnya yang dihadapi atlet e-sports berkaitan dengan urusan ekonomi. Terkait hal itu, atlet e-sports mendapatkan gaji yang tidak sedikit, dan mereka pun berkesempatan mendapatkan uang tambahan jika menjadi brand ambassador.

Baca juga: 10 Atlet E-sports Indonesia dengan Penghasilan Terbesar, Capai Rp 7 Miliar

Ubah stigma negatif

Tecno Indonesia selaku sponsor acara Berkampus Ria di Ukrida menjelaskan langkah yang dilakukan untuk mengubah stigma negatif terkait industri game, setidaknya dari sudut pandang teknologi.

Salah satunya adalah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak, contohnya dengan Bigetron.

“Saya ngobrol dengan pro player dan menanyakan kebutuhan mereka saat bermain game, misalnya smartphone yang nyaman, tidak mudah panas, dan tidak lag, ” kata Anthoni Roderick selaku PR Manager Tecno Indonesia.

Kemudian kebutuhan tersebut dikomunikasikan ke markas (HQ) Tecno. Dengan begitu, Tecno bisa membuat produk yang baik dengan harga terjangkau, yang menjadi sarana bagi para atlet e-sports yang ingin berkembang.

Baca juga: 5 Fitur Unggulan Tecno Pova 6 Pro, Bisa Main Game Sambil Nge-cas Baterai

Melihat dari sisi akademis, Dimas Wahyu Pratama selaku penasihat E-sport Student Association di Ukrida mengatakan bahwa masih ada keraguan dari berbagai dosen perihal dunia e-sports.

Contohnya, saat Dimas dan UKM e-sports Ukrida harus meminta izin untuk mengikuti kompetisi.

Kendati begitu, Dimas dan pengurus UKM e-sports Ukrida sudah memberikan keyakinan dengan Wakil Rektor, mengadakan acara semacam Berkampus Ria terkait game yang memberikan poin soft skill untuk mahasiswa Ukrida, dan lain seterusnya.

Sebagai informasi, UKM e-sports Ukrida digawangi oleh 20 pengurus dengan 140 anggota. Pengurus ini secara mandiri mencari sponsor dan kolaborasi dengan berbagai brand, mengadakan event yang diramaikan caster, dan lain sebagainya.

Support dari kampus tuh perlahan sudah mulai kelihatan, karena kampus tahu kita tidak sebatas main game,” pungkas Dimas.

Kalau soal potensi nilai mata pelajaran yang jelek karena kegiatan e-sports, Dimas mengatakan bahwa nilai yang jelek bisa dicegah dengan mengatur jadwal akademik di kampus. Jadi, kegiatan gaming tidak bakal mengganggu pendidikan karena jadwalnya sudah diatur sedemikian rupa.

Baca juga: Tecno dan Kompas.com Gelar Kompetisi E-Sports di Kampus Ukrida

Leave a comment