Eksplorasi Sinematik Film Heartbreak Motel Melalui Tiga Kamera Berbeda
TEMPO.CO, Jakarta – Sutradara Angga Dwimas Sasongko kembali dengan karya terbarunya, Heartbreak Motel. Mengadaptasi novel laris karya Ika Natassa, Angga menggarap film ini dengat pendekatan artistik yang cukup berbeda dari biasanya. Untuk meramu eksplorasi visualnya, Angga menggunakan tiga jenis kamera dalam film, yakni kamera digital, kamera seluloid 16 milimeter, dan kamera seluloid 35 milimeter.
Kamera sebagai perspektif psikologis tokoh utama
Heartbreak Motel mengisahkan tentang seorang aktris yang terperangkap dalam bayang-bayang masa lalunya dan terjerat dalam hubungan asmara yang memicu kembali trauma yang pernah dialaminya. Dengan begitu banyak emosi dan kompleksitas dalam cerita, Angga merasa perlu untuk membedakan pengalaman visual dari setiap lapisan dunia dan sisi psikologis karakter utama yang dibangun dalam film.
“Ketika saya membaca novel Heartbreak Motel, bagi saya, ini adalah novel Ika Natassa yang paling sinematik. Saya sudah terbayang seperti apa visualisasinya sejak awal,” kata Angga dalam konferensi pers di Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Jum’at, 26 Juli 2024.
Dengan naskah yang lebih eksploratif dan karakter-karakter yang lebih beragam dibandingkan novel aslinya, Angga merasa terdorong untuk melakukan pendekatan yang sedikit liar dalam adaptasinya. Angga bercerita saat dia berdiskusi dengan sang penulis novel, Ika Natassa. Dia ingin meramu cerita dalam filmya dari sudut pandang Ava Alesandra, karakter utama, dan mengekspresikan segala kerumitan yang dialami melalui visual yang berbeda.
Sebab itu, dalam Heartbreak Motel versi film diputuskan menggunakan tiga jenis kamera untuk menyampaikan berbagai perspektif yang berbeda dalam pikiran sang tokoh utama. “Cara saya melihat film ini berbeda karena memungkinkan untuk mengeksplorasi dan bereksperimen yang baru terhadap kisah dan karakternya,” kata Angga menambahkan.
Pendekatan ini tidak hanya menawarkan pengalaman visual yang berbeda, tetapi juga mengundang penonton untuk menyelami kedalaman psikologis Ava melalui medium yang disesuaikan dengan tiap lapisan dunia yang ada dalam kepalanya.
Proses kreatif penggunaan 3 kamera berbeda
Dalam film Heartbreak Motel, proses kreatif Angga semakin kaya dengan keterlibatan Lab Laba-Laba, studio milik sutradara Edwin, yang dikenal dengan keahlian dalam eksplorasi kamera seluloid.
Angga bercerita, sebetulnya, penggunaan kamera seluloid itu merupakan bentuk ketidaksengajaan. “Awalnya, saya lagi bingung, film ini diapain ya biar menarik,” ujar dia. Keberuntungan pun hadir ketika Edwin menawarkan proyek penggunaan seluloid 16 milimeter, sesuatu yang langsung menarik perhatian Angga.
“Pada hari yang sama, Edwin WhatsApp, menawarkan project syuting dengan seluloid 16 mm. Saya langsung mau,“ kata Angga. Kolaborasi ini menciptakan dinamika baru yang menarik dan menghidupkan ide-ide segar dalam proses produksi.
Diangkat dari novel karya Ika Natassa, Heartbreak Motel bercerita tentang Ava Alessandra, seorang aktris yang masih terbelenggu oleh bayang-bayang dan trauma masa kecilnya. Dalam perjalanan hidupnya, ia terlibat hubungan dengan rekan aktornya, yang justru mengungkit trauma yang selama ini ia coba sembunyikan. Dalam pencarian untuk menemukan kembali jati dirinya, Ava melarikan diri ke sebuah motel untuk menyamar sebagai orang biasa. Di sinilah ia bertemu dengan sosok baru yang memberinya rasa nyaman.
Film ini diproduksi oleh Visinema Pictures dan siap menghibur penonton di seluruh Indonesia pada 1 Agustus 2024. Selain Laura Basuki sebagai Ava, Heartbreak Motel juga dibintangi oleh aktor-aktor papan atas seperti Reza Rahadian, Chicco Jerikho, dan Sheila Dara.
Pilihan editor: Laura Basuki dan Reza Rahadian Ungkap Eksplorasi Peran di Balik Layar Heartbreak Motel