Bagaimana Cara Kerja Satuan Layanan Penyedia Makan Bergizi Gratis?
TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan menyediakan makan bergizi gratis bagi 82,9 juta anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta pelajar di seluruh Indonesia. Pemerintah sudah menyiapkan anggaran Rop71 triliun setahun.
Semula satu porsi makan bergizi dianggarkan Rp15 ribu, namun pekan lalu Prabowo menyatakan jatah makan bergizi itu dipotong jadi Rp10 ribu sesuai hasil uji coba di Sukabumi.
Lalu bagaimana pelaksanaan penyediaan makan bergizi gratis atau MBG ini? Waktu uji coba di masa pemerintahan Presiden Jokowi, beberapa alternatif diusulkan di antaranya melibatkan warung UMKM sebagai penyedia.
Namun Badan Gizi Nasional (BGN) yang ditugasi mengurus makan bergizi ini lebih memilih mendirikan satuan layanan di sejumlah wilayah. Menurut Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengatakan, data geospasial sekolah yang statis dijadikan landasan awal untuk membangun sebanyak satuan layanan di seluruh daerah di Indonesia yang nantinya akan berjumlah 30 ribu.
Cakupan layanan diperluas untuk melibatkan ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita berdasarkan data real time di radius sekitar 6 kilometer dari lokasi layanan.
Ia mengemukakan satuan layanan di seluruh daerah dirancang mengelola anggaran senilai Rp7-10 miliar untuk menangani distribusi program Makan Bergizi Gratis (MBG) secara terstruktur ke berbagai kelompok sasaran.
Dengan anggaran Rp71 triliun, dan setiap satuan layanan memerlukan anggaran Rp7 miliar setahun, maka hanya bisa untuk mendirikan sekitar 10 ribu satuan.
Dadan usai menghadiri Sidang Kabinet Paripurna di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 2 Desember 2024, mengatakan setiap satuan layanan akan mencakup sekitar 3.000 anak sekolah sebagai basis utama.
Ia mengemukakan, sekitar 85 persen dari anggaran yang dikelola satuan layanan akan dialokasikan untuk pembelian bahan baku makanan yang nantinya diolah menjadi menu harian.
“Badan Gizi tidak membeli paket makan, tetapi membayar bahan baku. Menu itu akan diset 1 bulan, katakanlah kalau hari Senin kita masak ayam balado dengan sayur, dengan nasi, dengan buah. Berapa bahan baku hari itu, itu yang dibayar,” katanya seperti dikutip Antara.
Bahan baku tersebut dimasak sendiri oleh satuan layanan, kemudian didistribusikan ke penerimanya.
Sebanyak 10,5 persen dari anggaran akan digunakan untuk memberdayakan komunitas lokal, seperti membayar ibu-ibu yang memasak dan bapak-bapak yang bertugas mencuci peralatan.
Target Badan Gizi Nasional adalah membentuk sekitar 30.000 satuan layanan di seluruh Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke.
Pada tahap awal, kata Dadan, fokus akan diberikan pada anak sekolah, yang kemudian dilengkapi dengan kelompok rentan lainnya seperti ibu hamil dan balita.
“Dari pengalaman uji coba kita yang selama 11 bulan, itu akan bertambah 10 persen dari data anak sekolah,” ujarnya.
Dadan menambahkan, pendanaan untuk pembangunan satuan layanan ini berasal dari berbagai sumber, termasuk APBN, kemitraan dengan kementerian atau lembaga lain, serta kolaborasi dengan pihak ketiga seperti koperasi, yayasan, dan UMKM.
Jumlah penerima MBG
Dadan Hindayana menargetkan sebanyak 82,9 juta menjadi penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dihimpun dari berbagai sumber resmi dan akan diverifikasi di lapangan.
“Pertama, basisnya dari sekolah, dari Kementerian Pendidikan,” ujar Dadan.
Dia menyebutkan kelompok sasaran utama program ini meliputi siswa sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita.
Untuk siswa sekolah, kata Dadan, datanya sudah lengkap. Namun, khusus untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita akan dilakukan verifikasi langsung di lapangan secara real time dan tidak bisa hanya mengandalkan data statis.
Ia mengungkapkan bahwa setiap tahun, ada sekitar 4 juta ibu hamil, diikuti dengan kelompok ibu menyusui dan anak balita.
“Kalau sekolah sudah ada, cuma yang ibu hamil, ibu menyusui kan nggak bisa pakai data sekarang kan,” katanya.
Terkait perhitungan data untuk kategori tersebut, kata Dadan, diterapkan mekanisme penghimpunan dana berdasarkan siklus usia, dari sejak anak itu dilahirkan, usia balita, hingga menyusui.
“Habis anak itu dilahirkan kan menyusui, habis itu anak balita, kan sudah bisa diperkirakan dari data. Basis data yang ada jumlahnya sekian,” katanya.
Program MBG diharapkan Dadan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi kelompok rentan untuk mendukung peningkatan gizi nasional.
“Dengan basis data yang kuat dan upaya verifikasi lapangan, program ini bertujuan memastikan bantuan tepat sasaran,” kata Dadan.
Pilihan Editor Menteri Rosan Minta Apple Investasi US$1 Miliar di Indonesia: Saya Bicara Langsung ke Mereka