Diskusi Publik Kominfo dan TV Tempo: Penguatan Perlindungan HAM dalam Perubahan Kedua UU ITE
TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berkolaborasi dengan TV Tempo kembali menggelar diskusi publik bertajuk Penguatan Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Perubahan Kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Diskusi tersebut dihadiri oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria yang sekaligus sebagai key note speech.
Dalam pidatonya, Nezar mengungkapkan perubahan kedua UU ITE sebagai bentuk respon pemerintah terhadap dinamika aspirasi kebutuhan masyarakat akan penguatan pelindungan hak asasi manusia dan hak-hak anak dalam ruang digital. Selain itu, urgensi penguatan merupakan upaya untuk menjaga ruang siber yang bersih, sehat, beretika, produktif dan berkeadilan serta pelindungan konsumen di Indonesia.
“Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat pelindungan hak asasi manusia dalam ruang siber. Pemerintah juga berkomitmen untuk memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi serta melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan teknologi informasi,” ungkap Nezar Patria di Hotel Tentrem Yogyakarta, Jumat, 11 Oktober 2024..
Diskusi turut menghadirkan narasumber yang beririsan langsung dengan kehadiran UU ITE, di antaranya Ketua Tim Hukum dan Kerja Sama Setditjen Aptika Josua Sitompul, Kaubsit 1 Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol Jeffri, Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra, Ketua Panja Pembahasan RUU ITE Abdul Kharis Almasyhari dan Content Creator Adinda Daffy. Selain itu turut hadir pula Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia Profesor Masduki sebagai penanggap dalam diskusi ini.
Dihadiri ratusan peserta dari berbagai lapisan masyarakat, diskusi berjalan interaktif. Setiap narasumber menyampaikan paparan dan temuan di lapangan terkait dengan perubahan UU ITE.
Salah satunya yang disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra, yang mengungkapkan masih banyak wartawan yang dilaporkan karena adanya pelanggaran UU ITE dalam pemberitaan.
“Hampir setiap pekan kami itu selalu mendapat surat keberatan pemberitaan. Jadi kalau ada pemberitaan laporan pertama masuk dan di dalam itu sangat detail karena mereka pake lawyer. Salab satu yang paling atas adalah UU ITE. Kemudian masuk UU Pers,” ungkap Setri.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Hukum dan Kerja Sama Setditjen Aptika Josua Sitompul menyampaikan dalam perubahan UU ITE telah dipertegas bahwa ada pengecualian yang tidak dianggap sebagai penghinaan jika pernyataan itu disampaikan untuk membela diri atau untuk kepentingan umum.
“Nah hal ini bisa digunakan dalam hal konteks pers, apalagi diperkuat dengan UU Pers. Lalu dari sisi perutunkannya juga sudah semakin jelas, karena penghinaan ini dimaksudkan untuk melindungi hak asasi manusia. Kan hanya manusia yang punya hak asasi ya. Berarti penghinaan terhadap korporasi, lembaga, atau institusi itu sudah tidak memungkinkan lagi,” kata Josua.
Pilihan Editor: Target Prabowo Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Budi Karya: Bisa Lewat Pembangunan Infrastruktur