KOMIK: Dipaksa Makan Bergizi Gratis
Ada saja laporan permasalahan yang dihadapi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang pelaksanaannya telah dilakukan di 26 provinsi sejak 6 Januari. Mulai dari kualitas dan porsi makanan yang diterima anak-anak, klaim anggaran yang tidak cukup, hingga tertundanya program di sejumlah daerah yang malah memiliki prevalensi stunting tinggi.
Pada Kamis, 16 Januari, sejumlah siswa di SDN Dukuh 03 Sukoharjo Jawa Tengah mengalami keracunan makanan usai makan menu MBG. Hal ini diduga karena lauk ayam yang diolah Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) di sana tidak matang.
Selain itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai mengusulkan pos-pos pendanaan baru untuk program MBG mulai dari zakat hingga cukai rokok. Hal ini menyusul pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan yang menyebut anggaran program MBG pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 tidak cukup.
“Sekarang Rp71 triliun cukup sampai bulan Juni. Kalau tahun depan mau semua dilaksanakan dari Januari, maka perlu anggaran Rp420 triliun,” kata Zulkifli Hasan, Selasa, 7 Januari.
Baca juga:
- Prabowo Pangggil Kepala BGN, Bahas Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis
- Prabowo Buka Suara soal Usulan Gunakan Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis
- Wamenkeu Sebut Anggaran Infrastruktur Dikurangi untuk Makan Bergizi Gratis
Makan Bergizi Gratis merupakan program unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sejak masa kampanye Pemilihan Presiden 2024. Program ini ditargetkan mulai berjalan pada 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.
Pelaksanaan perdananya pada Senin, 6 Januari lalu melibatkan 190 SPPG dengan target mencapai 600 ribu penerima manfaat. Hingga akhir 2025 sendiri, pemerintah menargetkan 5.000 SPPG dapat beroperasi dan menjamah 15 juta penerima manfaat mulai dari balita, pelajar, hingga ibu hamil.
Program ini diklaim dapat mengatasi permasalahan gizi buruk dan stunting demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia sendiri per 2023 berada di 21,5%. Angka ini masih melebihi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu kurang dari 20% dan jauh dari target prevalensi stunting Indonesia (14%) per 2024.