Soal HGU 190 Tahun di IKN: Jokowi Buka Suara dan Pengamat Nilai Lebih Parah dari VOC
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Jokowi untuk pertama kalinya menjelaskan secara terbuka alasan di balik pemberian hak guna usaha lahan hingga 190 tahun di Ibu Kota Nusantara (IKN). Lamanya HGU ini mengundang banyak kritik dari sejumlah pihak.
“Ya itu sesuai dengan Undang-undang IKN yang ada. Kita ingin memang OIKN (Otoritas Ibu Kota Nusantara) itu betul-betul diberikan kewenangan untuk menarik investasi yang sebesar-besarnya, baik investasi dalam negeri maupun luar negeri,” kata Jokowi dalam keterangan persnya di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa, 16 Juli 2024.
Ia menyebutkan aturan pemberian insentif kepada calon investor dalam bentuk hak guna usaha lahan hingga 190 tahun di IKN bertujuan untuk menarik investasi sebesarnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
Presiden Jokowi juga mengatakan, OIKN memiliki kewenangan untuk memberikan hak guna usaha (HGU) lahan kepada investor selama 190 tahun yang turut membangun layanan dan fasilitas pendukung di IKN.
Presiden mengatakan pemberian HGU tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 yang merupakan revisi dari UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
Dalam Pasal 16A ayat 1, hak guna usaha diberikan paling lama 95 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat diberikan lagi untuk satu siklus dengan jangka waktu yang sama, sehingga totalnya mencapai 190 tahun HGU untuk dua siklus.
Presiden Jokowi menilai investasi diperlukan baik dari dalam maupun luar negeri untuk mendukung pembangunan infrastruktur di IKN.
Hal itu karena pembangunan fasilitas dan ekosistem di IKN yang dibiayai oleh APBN hanya mencakup Kawasan Inti Pusat Pemerintahan.
“Karena yang dibangun dari APBN itu hanya kawasan inti yaitu kawasan pemerintahan. Yang lainnya itu kita berharap kepada investasi, kepada investor baik dalam dan luar negeri,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang secara umum mengatur pemberian insentif untuk calon investor yang turut membangun layanan dan fasilitas di IKN.
Insentif pada pelaku usaha diberikan antara lain dalam bentuk jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 9.
Pada Pasal 9 ayat 2, hak guna usaha diberikan hingga 190 tahun yang diberikan melalui dua siklus atau selama 95 tahun dalam satu siklus pertama dan 95 tahun pada siklus kedua.
“Hak guna usaha untuk jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 (sembilan puluh lima) tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi,” demikian bunyi Pasal 9 ayat 2 dalam Perpres tersebut.
Pemerintah juga memberikan jaminan hak guna bangunan (HGB) dengan jangka waktu paling lama 80 tahun pada siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali pada siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun, sehingga totalnya 160 tahun untuk HGB.
Hak pakai bangunan juga diberikan dengan jangka waktu paling lama 80 tahun pada siklus pertama dan 80 tahun berikutnya pada siklus kedua. Ketiga hak atas tanah tersebut tentunya diberikan berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.
HGU Jokowi dinilai lebih parah dari VOC
Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama menilai langkah Jokowi menerbitkan Perpres Percepatan Pembangunan IKN percuma dan tidak menjawab persoalan. Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, aturan soal hak atas tanah itu tidak menjamin bisa menarik investor.
Pasalnya, ia menilai, investasi di IKN seret bukan lantaran urusan hak atas tanah. Namun, karakteristik investasinya infrastruktur publik, sedangkan publiknya belum ada. Kalaupun ada, tidak sampai lima juta orang. “Padahal perhitungan investasi baru menguntungkan jika minimal ada 5 juta penduduk dalam 10 tahun,” kata Suryadi melalui keterangan tertulis, Jumat, 12 Juli 2024.
Di sisi lain, Suryadi menambahkan, investor juga bakal memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan pemerintahan. Investor tidak menghendaki adanya deforestasi dan dampak negatif kepada masyarakat. Kata dia, kepercayaan investor terhadap pembangunan IKN justru dipatahkan oleh Presiden Jokowi sendiri.
“Dengan belum juga menerbitkan keputusan presiden (Keppres) tentang pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara, Presiden malah berharap pemerintahan Prabowo Subianto yang melakukannya.”
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menyamakan kebijakan pemberian HGU dan HGB ratusan tahun di IKN dengan praktik VOC pada masa penjajahan Belanda. Bahkan, pihaknya menyebut Jokowi lebih buruk dibandingkan dengan VOC. Cara-cara yang dilakukan Jokowi, kata dia, lebih parah dari VOC.
“VOC dalam hal serupa sampai seratus tahun (lebih) mengeksploitasi lahan. Artinya Jokowi jauh lebih buruk dari VOC,” kata Dedi kepada media di Jakarta, Senin, 15 Juli 2024. “Jokowi sebagai kepala negara sekaligus pemerintahan, justru terkesan bersikap lebih bengis dari (penjajah) itu.”
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, pemberian HGU hingga ratusan tahun sama halnya memberikan beban kepada pemerintah berikutnya. Pihaknya memprediksi, IKN akan tetap kesulitan menarik minat investor kendati Jokowi sudah menyetujui kebijakan HGU 190 tahun.
“Jadi itu cuma melempar bom waktu saja untuk presiden berikutnya,” kata Agus pada Ahad, 14 Juli 2024.
Menurutnya, pelaku usaha tak ingin berinvestasi di Indonesia lantaran masifnya korupsi dan perizinan yang tidak jelas. Bukan karena HGU yang kurang panjang. Negara-negara yang memberikan HGU kepada investor, kata dia, lazimnya akan menyerahkan beberapa tools untuk menjalankan usahanya. Namun hal itu tak diterapkan Indonesia, yang hanya menerapkan jangka waktu panjang.
Menanggapi kebijakan HGU dan HGB di IKN yang tembus ratusan tahun, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai pemerintah seperti sedang menjadi perpanjangan tangan dan bekerja untuk kepentigan investor.
Sekretaris Jendral KPA Dewi Kartika lewat keterangan tertulis pada Kamis, 13 Oktober 2022, mengatakan rencana HGU dan HGB ratusan tahun berpotensi meningkatkan letusan konflik agraria, ketimpangan dan monopoli tanah oleh badan usaha skala besar, terutama di Kawasan IKN. Sebab kawasan IKN berada di atas tanah dan wilayah masyarakat adat yang berpotensi akan merampas tanah dan ruang hidup jika pembangunan ini terus dilanjutkan.
“Hal ini dikarenakan proses penunjukan lokasi yang dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, tanpa pernah melibatkan partisipasi publik dan melakukan pengecekan hak atas tanah masyarakat,” ucap Dewi.
ANTARA | HENDRIK KHOIRUL MUHID | RIRI RAHAYU | MOH. KHORY ALFARIZI I DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor Terpopuler: Indonesia Bisa Belajar dari Thailand yang Juga Digempur Barang Impor, BPS Catat Dominasi Produk Impor Cina di RI