Informasi Terpercaya Masa Kini

Kisahku Tentang Mudik yang Tak Direncanakan

0 2

Sungguh, hidup di dunia ini diciptakan sebegitu dinamis-nya. Pergiliran itu nyata adanya, sebagai pengingat agar kita tidak mudah jumawa. Yang sedang berpunya, jangan gampang berlaku semena- mena. Yang sedang terpuruk, jangan terus memupuk rasa nelangsa.

Perjalanan hidup yang setengah abad ini, telah mengajari saya akan banyak hal. Saya bersyukur, untuk apapun yang pernah atau sedang terjadi. Saya sebatas menjalani, sembari berusaha sebisanya semampunya.

Soal cerita mudik, saya pernah mengalami kejadian yang cukup unik. Ketika itu, kami sekeluarga sedang sangat- sangat berhemat. Jangankan membeli tiket mudik, untuk membayar zakat fitrah sekeluarga saya musti memutar otak.

Sementara untuk buka puasa, saya rajin mengunjungi beberapa masjid secara bergantian. Kemudian di hari- hari akhir Ramadan, saya itikaf sekalian sahur di masjid yang punya jadwal. Lumayan banget, bisa menghemat pengeluaran keluarga.

Hari lebaran kala itu, sama sekali tidak terlintas di benak soal pulang kampung. Jauh-jauh hari saya dan istri sepakat, menyiapkan jawaban sama soal ini. Ketika ibu atau saudara di kampung, menanyakan kapan kami pulang.

Apa itu war tiket kereta, keuangan sangat tidak memungkinkan. Kami tidak antusias berebut tiket mudik, meski kabar soal tiket mudik ramai disiarkan. “Duh, mau beli pakai duit yang mana,” begitu batin ini berbisik.

Bisa dibilang, kami sangat- sangat santai, ketika Ramadan menginjak minggu terakhir. Orangtua dan saudara, sudah mengetahui absennya kami. Dengan alasan dikreasikan sedemikian rupa, mereka tidak tahu kami sedang sangat berhemat.

Sore di hari ke 27 Ramadan, sekira lima menit menjelang saat berbuka. Handphone berbunyi, dilayar muncul nama yang sangat familiar. Seorang teman menghubungi, kami saling mengenal lumayan lama.

“Mas, maaf kasih, kabar mendadak. Bisa ikutan program mudik lebaran gratis, nggak?” terdengar suara dari ujung telpon

— —-

Kompasianer, definisi teman adalah harta tak ternilai sangat saya amini. Saya sangat sadar, betapa pentingnya menjaga pertemanan sebaik-baiknya.

Kepada teman yang kenal dekat atau tidak, jangan berkhianat ketika berjanji. Jangan pernah sengaja menjegal, menjatuhkan bahkan menyakiti. Esok hari masih sangat rahasia, bisa jadi kita membutuhkan bantuan teman tersebut.

Sikap dan ucap musti-lah dijaga, agar teman tetap nyaman saat bersama. Tak perlu menyindir, bersikap julid atau menggunjing, itu sama sekali tak ada manfaatnya. Sebisanya tunjukkan wajah antusias, meski suasana hati sedang tiak enak.

Kemudian lihat dan tunggu, datangnya saat tidak dinyana membawa keajaiban. Keajaiban yang tiba di waktu yang tepat, saat kita sangat- sangat membutuhkan. Meskipun kesusahan tidak diceritakan, meski kita tidak pernah berkabar butuh pertolongan.

Saya yakin, Kompasianer paham standar sikap orang dewasa. Menjaga hubungan pertemanan, bisa diibaratkan memelihara aset.

Kalau kita-nya asal-asalan, maka teman bersikap sesuka hati. Kalau kita bisa membawa diri, niscaya teman akan timbul respect dan empati. Sekecil apapun kesan baik, perlulah ditanamkan. Niscaya kesan itu akan disimpan, dan teman-teman akan bisa menilai kita.

Soal tiket mudik itu, entah kekuatan dari mana datangnya. Yang menggerakkan teman ini, memilih memencet nomor saya. Padahal kami, lumayan lama tidak berkabar atau bersapa. Kecuali like postingan di medsos, sesekali mampir di insta story.

Di saat saya membutuhkan tiket, tetapi tidak berharap karena tiada uang. Teman tiba-tiba datang, tiket mudik itu mendekat menghampiri.

Dan ini kisahku tentang mudik yang tidak direncanakan.

Kisahku Tentang Mudik yang Tak Direncanakan

“Kalau sedang susah ditelan sendiri, ceritakan ke pasangan. Jangan sampai cerita ke orangtua, kasihan,” pesan kakak ipar.

Saya dan istri pernah berada, di keadaan lapang yang menyenangkan. Pernah saya diundang kawinan teman di Jogja, dengan entengnya membeli tiket pesawat (PP). Di Jogja menginap di Hotel, demi kepraktisan kenyamanan.

Pulang kampung sekeluarga naik pesawat, kala itu mengajak serta ibu mertua. Ke rumah charter mobil, karena Bandara terdekat di Solo — ditempuh sekira satu setengah jam.

Anak masih balita, minta mainan selalu dituruti. Sampai kamar tidurnya, penuh mainan yang sering berantakan. Kaset VCD bertumpuk-tumpuk, sebagian besar film kartun Thomas and Friends kesukaan anak.

Eit’s, roda kehidupan berputar itu nyata. Kami juga pernah mengalami kondisi sempit, membeli beras musti menunggu fee pekerjaan ditransfer. Pernah kebisa-an membuat konten, dibayar voucher belanja oleh sebuah brand. Saya terima, dan voucher itu pengganti uang bulanan istri.

Seterpuruk apapun dialami, saya dan istri sepakat tak menceritakan ke orangtua. Ingat pesan kakak ipar, pada orangtua dikabarkan yang suka cita saja. Mereka sudah sepuh, jangan ditambah beban pikiran.

Soal absen mudik, kami beritahu dengan sangat hati- hati. Meski kemudian, tanpa mereka tahu saya koreksi. Saya bisa mudik, bahkan dengan kelas eksekutif.

— —

“Program mudik gratis gimana mas?” jawab saya penasaran

“Jadi gini mas, ini kali pertama kantor kami mengadakan mudik gratis” teman mulai menjelaskan.

Singkat kata singkat cerita, saya diberi privilege mendapatkan dua tiket mudik gratis. Dan tiket yang diberikan, adalah tiket kereta kelas eksekutif. Keberangkatan H-2 lebaran, terjadwal setelah jam sholat subuh.

Mendengar kabar baik ini, kepala seperti diguyur air es yang menyegarkan. Saya sangat berterima kasih, kabar baik dari teman baik sebagai sebuah berkah. Saya menyanggupi, segera melengkapi persyaratan ditentukan.

Setelah berdiskusi dengan istri, tidak memungkinkan kami mudik sekeluarga — 4 orang. Kebetulan ada keponakan kuliah di Bogor, lebaran ini mudik ke Solo. Kami sepakat, satu tiket diberikan keponakan.

Tiket lebaran yang kalau membeli, harganya mendekati satu juta per tiket. Hari itu saya dapat gratis, untuk dua kursi sekaligus. Padahal membeli tiket ekonomi saja, saya musti berpikir ratusan kali.

Saya tak henti hentinya mengucap rasa syukur, rahasia Illahi begitu tiba-tiba dan mengejutkan. Bahkan pada saat sedang ngirit- ngiritnya, semesta membukakan jalan tak dinyana.

Saya bisa mudik dengan kereta eksekutif, melalui jalan yang sangat unik. Terjadinya begitu tiba-tiba, diperantarai teman yang lama tak bersua.

Kini saya kisahkan ulang, menjawab tema Ramadan Bercerita di Kompasiana. Menjadi kisahku tentang mudik yang tidak direncanakan.

Semoga bermanfaat.

Leave a comment