Begini Rasanya Mudik 40 Tahun Lalu
Mudik selalu penuh cerita, terutama sekitar 40 tahun lalu ketika sistem transportasi kebanyakam masih serba manual. Tidak ada pemesanan tiket online, tidak ada nomor kursi, dan kenyamanan masih jadi barang mewah. Salah satu perjalanan mudik yang penuh tantangan adalah naik bus dari Bandung menuju Sumatera, melewati Pelabuhan Merak.
Yuk ikuti kisah mudik di tahun 1980-an.
Terminal Kebon Kelapa: Berebut Bus Tanpa Tiket
Di awal 1980-an, Terminal Kebon Kelapa di Bandung menjadi pusat keberangkatan bus antar-kota. Terminal ini sekarang sudah almarhum dan berubah menjadi ITC Kebon Kelapa. Tentu saja saat itu Terminal Leuwig Panjang juga belum ada. Perjalanan dimulai dengan naik angkot atau bemo menuju Kebon Kelapa.
Saat musim mudik, suasana di terminal luar biasa padat. Tidak ada sistem tiket, semua orang harus berebut masuk begitu bus datang. Siapa cepat, dia dapat kursi. Siapa lambat, harus berdiri selama perjalanan yang bisa mencapai 8 jam atau lebih menuju Merak. Kalau tidak kebagian bus, harus menunggu bus berikutmya. Namun walau menunggu, aturannya tetap sama, siapa cepat naik bus dia dapat tempat duduk. Merak. Karena itu tidak heran bila bus datang calon penumpang sudag berebut bahkan ketia bus belum berhenti.
Di dalam bus, kondisinya seperti sarden dalam kaleng—sesak, panas, dan nyaris tanpa ruang gerak. Para pemudik membawa barang bawaan yang banyak, mulai dari oleh-oleh hingga kebutuhan Lebaran di kampung. Tidak jarang, ada yang bertahan berdiri selama berjam-jam, sambil menggendong anak dan memegang barang di bawaan.
Perlu juga diketahui, bahwa Jalan tol Cipularang dan juga Jalan Tol Cikampek saat itu juga belum ada, jadi bus Bandung Jakarta masih melewati rute jalan biasa lewat Cianjur, Puncak dan baru lewat tol di Jagorawi saja. Setelah itu lewat lagi jalan biasa dan baru masuk lagi ke jalan tol jakarta Tangerang yang saat itu baru sampai Bitung saja . Tidak heran waktu tempuh lumayan lama,Bandung Cililtan saja sekitar 4 jam lebih.
Dua Jalur ke Merak: Langsung atau Ngeteng?
Sebenarnya ada dua cara utama bagi pemudik dari Bandung menuju Merak:
1.Naik bus langsung Bandung–Merak
*Lebih praktis karena tidak perlu gonta-ganti kendaraan.
*Tapi risikonya harus berdiri berjam-jam jika kehabisan kursi.
2.Ngeteng via Jakarta
*Naik bus Bandung–Cililitan terlebih dahulu, lalu lanjut bus kota Cililitan Grogol.
*Dari Grogol, lanjut naik bus ke Merak.
*Bisa lebih fleksibel, tapi tetap penuh perjuangan karena setiap terminal juga ramai. Belum lagi pindah pindah dengan membawa barang bawaan.
Terminal Grogol saat itu menjadi pusat keberangkatan bus ke arah barat, termasuk ke Merak dan Sumatra. Kondisinya pun penuh sesak menjelang Lebaran, dengan pemudik yang berjubel mencari bus ke kampung halaman.
Naik Kereta dari Bandung ke Merak:
Sebenarnya ada juga moda alternatif menuju pelabuhan Merak yaitu dengan kereta api. Tetapi mendapatkan tiketnya pun lumayan susah dna penuh perjuangan. Jangan bayangkan memesan dan naik kereta api saat itu senyaman sekarang ini. Bahkan karena frekuensi perjalanan yang jarang, kebanyakan pemudik lebih suka naik bus. Perjalanan dimulai dari Stasiun Bandung, tempat berbagai kereta ekonomi dan bisnis berangkat menuju Jakarta.
Sama seperti sekarang, Pada masa itu, tidak ada kereta langsung Bandung–Merak, sehingga pemudik harus transit di Jakarta terlebih dahulu.
Tahap 1: Bandung ke Jakarta
Pemudik bisa memilih beberapa kereta tujuan Jakarta, yang biasanya berhenti di Stasiun Gambir, Pasar Senen, atau Jatinegara.
Kelas Ekonomi adalah pilihan utama karena murah, meskipun harus rela berdesakan. Kereta tujuan Gambir biasanya adalah kereta kelas bisnis seperti Parahyangan. Ongkosnya Bandung Jakarta 6.000 Rupiah, ada juga kelas utama 8.000 rupiah. Tiket harus dibeli langsung di loket, antre panjang, dan banyak yang kehabisan.
Naik kereta ekonomi pun akan banyak drama. Jika tidak dapat tempat duduk, harus berdiri atau duduk di lantai sepanjang perjalanan sekitar 3-4 jam. Begitu tiba di Jakarta, pemudik harus segera berpindah ke Stasiun Tanah Abang untuk melanjutkan perjalanan ke Merak.
Tahap 2: Kereta Langsung Tanah Abang–Merak
Pada tahun 1985, sudah ada kereta langsung dari Tanah Abang ke Merak yang memudahkan perjalanan tanpa perlu transit di Rangkasbitung. Akan tetapi frekuensi perjalanan juga tidak banyak dibandingkan dengan bus. Sama seperti sekarang , kereta ini melewati Rute: Tanah Abang — Serpong — Rangkasbitung — Serang — Cilegon — Merak, dengan waktu tempuh sekitar 4-5 jam.
Suasana gerbong selalu penuh, terutama menjelang Lebaran. Karena itu banyak penumpang berdiri atau duduk di lantai karena jumlah kursi terbatas. Walau tidak ada AC, dengan hanya jendela terbuka untuk sirkulasi udara, suasana hiruk pikuk dengan pedagang asongan hilir-mudik menjajakan makanan, minuman, dan camilan khas mudik seperti tape uli dan dodol.
Merak–Bakauheni: Kapal Feri yang Lebih Lengang
Setelah perjuangan panjang di perjalanan darat, pemudik akhirnya tiba di Pelabuhan Merak. Berbeda dengan saat ini, dulu, kapal feri menuju Bakauheni justru lebih lengang dibanding bus dari Bandung ke Merak. Ini karena lebih banyak orang Jawa yang merantau ke Lampung, sehingga arus mudik sebelum Lebaran justru lebih padat ke arah Jawa. Berbeda dengan sekarang ketika arus mudik selalu padat dua arah. Di kapal, pemudik bisa sedikit bernapas lega. Walaupun ramai, tidak ada lagi desak-desakan seperti di dalam bus. Perjalanan laut ke Bakauheni memakan waktu sekitar 2-3 jam, tergantung kondisi laut dan antrean kapal.
Dari Bakauheni ke Kampung Halaman
Setibanya di Bakauheni, pemudik melanjutkan perjalanan dengan bus ke berbagai kota di Sumatera. Biasanya dengan mampir di Terminal Rajabasa di Bandar Lampung yang saat itu terkenal dengan keangkerannya. Jadi tetap harus hati-hati.
Perjalanan ini relatif lebih nyaman dibanding Bandung–Merak, karena bus tidak terlalu penuh dan jalanan di Sumatra lebih lengang dibanding Jawa. Namun perlu juga diketahui bahwa jalan tol Trans Sumatera dulu juga belum dibangun. Jadi siap-siap menikmati perjalanan di jalan nasional dengan pemandangan yang cantik.
Kesimpulan: Perjalanan Penuh Perjuangan
Mudik dari Bandung ke Sumatera sekitar 40 tahun lalu adalah perjalanan yang penuh tantangan. Perjuangan terberat ada di perjalanan darat dari Bandung ke Merak, terutama karena harus berebut bus dan berdiri selama berjam-jam. Namun, begitu sampai di kampung halaman, semua kelelahan itu terbayar dengan kebahagiaan berkumpul bersama keluarga.
Itulah esensi mudik—perjalanan penuh perjuangan demi momen kebersamaan yang tak ternilai.