Semakin Mendunia, Ribuan Mahasiswa Asing Daftar Masuk Universitas Brawijaya Malang
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG — Beasiswa Brawijaya International Student Scholarship (BISS) 2025 Universitas Brawijaya (UB) “diserbu” ribuan mahasiswa asing berasal dari 67 negara.
Setelah masa pendaftaran ditutup, Jumat (7/3), UB menerima 2.254 pendaftar berasal dari 67 negara di Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Selatan, Timur Tengah, Asia Timur, Afrika, hingga Eropa.
Wakil Rektor Bidang Akademik UB Imam Santoso di Malang, Jawa Timur, Kamis, mengatakan jumlah pendaftar mahasiswa asing ini menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat 400 pendaftar.
“Lonjakan jumlah pendaftar ini bukti meningkatnya daya tarik UB di mata mahasiswa internasional. Kami bangga melihat tingginya antusiasme pendaftar beasiswa BISS tahun ini,” ujarnya.
Ia mengatakan jika dibandingkan dengan tahun lalu, pertumbuhan yang luar biasa ini menunjukkan UB semakin diakui sebagai destinasi pendidikan unggulan di Asia dan dunia.
Dengan program akademik berkualitas, fasilitas modern, dan lingkungan belajar yang multikultural, ucapnya, UB terus menarik minat mahasiswa dari berbagai belahan dunia.
Beasiswa BISS 2025 menawarkan kesempatan mahasiswa asing melanjutkan studi di UB dengan cakupan penuh, antara lain pembiayaan, termasuk biaya kuliah, tunjangan hidup, asuransi kesehatan, tiket pesawat pulang pergi, serta akomodasi di asrama.
Program yang terbuka untuk jenjang sarjana, magister, dan doktor, menjadikan salah satu skema beasiswa paling komprehensif ditawarkan perguruan tinggi di Indonesia.
Salah satu pelamar dari kawasan Timur Tengah, Nijat Ahmad Zareeni, mengapresiasi proses penerimaan program itu yang transparan.
“Saya menghargai proses seleksi yang transparan dan informasi terkini yang diberikan selama proses berlangsung. Apapun hasilnya, saya bersyukur atas kesempatan untuk mendaftar,” ujarnya.
Dengan peningkatan jumlah pendaftar internasional, UB semakin memperkuat posisinya sebagai universitas kelas dunia yang menjadi pusat inovasi, kolaborasi, dan pertukaran budaya.
Beasiswa BISS tidak hanya memberikan akses pendidikan berkualitas bagi mahasiswa asing, tetapi juga memperkaya dinamika akademik dan globalisasi kampus.
Universitas Brawijaya berkomitmen terus membuka peluang lebih luas bagi mahasiswa internasional dan memperkuat jejaring global dalam dunia pendidikan tinggi.
Universitas Brawijaya miliki AI Center
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid meresmikan pusat pengembangan teknologi kecerdasan buatan AI Center di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Seusai acara peresmian, Meutya menyampaikan bahwa AI Center Universitas Brawijaya sudah memiliki fasilitas yang luar biasa.
“Kami tentu juga akan mendorong supaya nanti output-nya juga luar biasa, termasuk aplikasi-aplikasi kecerdasan artifisial yang amat membantu, misalnya di bidang ketahanan pangan,” katanya beberapa waktu lalu.
AI Center Universitas Brawijaya dihadirkan untuk mendukung kegiatan-kegiatan penelitian berkenaan dengan pengembangan dan pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di berbagai bidang.
Meutya berharap kehadiran AI Center di Gedung Rektorat Universitas Brawijaya dapat mendorong peningkatan penggunaan teknologi AI dalam bidang seperti ketahanan pangan, kesehatan, agribisnis, logistik, hingga manufaktur. “Ini bisa digunakan peternak, petani di Indonesia, untuk mencapai target kita untuk swasembada,” katanya.
AI Center Universitas Brawijaya menyediakan program pelatihan dan sertifikasi yang mencakup materi pembelajaran mesin, deep leraning, pemrosesan bahasa alami, serta penerapan AI bagi mahasiswa, dosen, dan profesional bekerja sama dengan AWS, Microsoft, dan Google.
Selain itu, AI Center menawarkan layanan konsultasi guna membantu perusahaan dan lembaga yang hendak memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan untuk mendukung proses bisnis dan operasional. Tim ahli AI Center akan membantu perencanaan, implementasi, hingga evaluasi penggunaan sistem berbasis AI sesuai dengan kebutuhan spesifik perusahaan maupun lembaga.
Meutya juga mengemukakan bahwa negara masih kekurangan orang-orang dengan kemampuan digital. Ia mengatakan, upaya untuk menghadirkan lebih banyak sumber daya manusia dengan kemampuan digital membutuhkan kolaborasi antara perguruan tinggi dan pemerintah.
“Jadi, kita sudah melakukan kerja sama untuk tahap pertama minimal 500 pelajar, kemudian juga 100 sertifikasi dan ke depan tentu akan lebih banyak lagi,” katanya. “Kami sangat mendukung karena kami memprediksi bahwa kebutuhan terhadap kualitas digital sampai tahun 2030 ada sembilan juta,” kata Meutya, yang berharap upaya Universitas Brawijaya bisa dicontoh oleh perguruan tinggi yang lain.
Rektor Universitas Brawijaya Prof. Widodo, berharap kehadiran AI Center dapat mendorong peningkatan kegiatan penelitian bersama para mitra untuk mengembangkan AI. “Kami mohon juga arahan Bu Menteri dan juga bantuan lain, hubungan untuk pengembangan talenta digital di Indonesia,” katanya.
AI untuk pengelolaan hutan
Universitas Brawijaya (UB) memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT) dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan yang berkelanjutan secara maksimal, baik pengawasan maupun konservasi. Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) sekaligus Manajer Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelola Kawasan Hutan UB Forest, Rifqi Rahmat Hidayatullah, menjelaskan, inovasi ini lahir dari berbagai tantangan dalam pengawasan UB Forest seluas 544,74 hektare di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
“Salah satunya yakni keterbatasan perangkat kamera jebak konvensional yang masih menggunakan baterai dan memori manual, serta sulitnya akses jaringan di kawasan hutan,” katanya di sela Bincang dan Obrolan Santai (Bonsai) Bersama Pakar UB di Gedung Widyaloka kampus UB di Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Gelaran Bonsai Bersama Pakar UB dengan tema “Inovasi Teknologi IoT untuk Pengelolaan Hutan” itu sekaligus memperkenalkan teknologi yang melibatkan aplikasi berbasis IoT, yang mampu mendeteksi aktivitas, seperti keberadaan satwa liar, manusia atau kendaraan menggunakan kamera jebak (camera trap), dan algoritma AI.
Ia mengatakan sistem baru ini menggunakan protokol komunikasi Long Range (LoRa), yang memungkinkan pengiriman data dalam kondisi tanpa sinyal GSM. Dengan teknologi LoRa, data yang dikumpulkan bisa dikirim ke pusat kontrol melalui jaringan jarak jauh, meskipun berada di tengah hutan yang sulit sinyal.
Rifqi mengemukakan bahwa teknologi ini memiliki tiga keunggulan utama. Pertama, efisiensi dan akurasi monitoring yang mampu mendeteksi ancaman, seperti penebangan pohon ilegal.
Kedua, integrasi AI dan IoT menggunakan teknologi You Only Look Once (YOLO) untuk mendeteksi objek dengan cepat dan ketiga, dukungan terhadap pengelolaan berkelanjutan yang sesuai dengan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP) UB Forest.
Hanya saja, kata Rifqi, alat ini masih dalam tahap prototipe dan tim UB terus melakukan riset dan pengembangan untuk menyempurnakan sistem tersebut. Rencana implementasi alat ini dijadwalkan mulai tahun 2025, dengan evaluasi keberlanjutan pada 2026.
Ke depan, lanjutnya, UB berencana menambahkan fitur drone untuk meningkatkan cakupan pengawasan, terutama di area dengan kontur hutan yang sulit. Selain itu, setiap 200 meter di kawasan hutan akan dipasangi perangkat jaringan pengawasan yang lebih rapat.
Sementara itu, Kepala Laboratorium IoT dan Human-Centered Design (IoT & HCD) Fakultas Vokasi UB, Rachmad Andri Atmoko, menambahkan, sistem berbasis LoRa ini dirancang agar aplikasi tetap berfungsi dalam kondisi lingkungan hutan yang kompleks.
“LoRa bekerja seperti radio komunikasi dengan frekuensi rendah, cocok untuk kawasan dengan vegetasi tebal dan kelembapan tinggi,” katanya.
Perangkat ini, katanya, dilengkapi fog computing, teknologi yang memungkinkan pemrosesan data langsung di perangkat sebelum dikirim ke pusat data berbasis cloud.
Dengan baterai 12 volt yang dapat bertahan hingga 15 hari, perangkat ini diperkuat dengan panel surya untuk memastikan daya. “Keunggulan lainnya adalah fitur antipencurian dengan sensor getaran. Alat ini mampu mendeteksi aktivitas mencurigakan di jalur-jalur luar hutan,” ucapnya.
Kepala UPT Pengelola Kawasan Hutan (UB Forest), Mochammad Roviq mengatakan UB Forest berperan sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk pendidikan dan pelatihan, sekaligus pusat penelitian dan pengembangan.
“KHDTK ini juga menjadi laboratorium hidup untuk mendukung konservasi satwa liar dan keberlanjutan lingkungan. Kami berencana melakukan pelacakan jejak macan kumbang sebagai bagian dari upaya pelestarian fauna,” katanya.