Akhirnya Hanifah dan 149 Siswa SMAN 7 Cirebon Gagal Ikut SNBP,Sekolah Tebus ,Dosa, Dengan Cara Ini
SURYA.CO.ID – Perjuangan Hanifah Kaliyah Ariij dan para siswa SMA Negeri 7 Cirebon untuk bisa mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) 2025, akhirnya kandas.
150 siswa SMAN 7 Cirebon yang masuk daftar eligible, termasuk Hanifah tidak bisa mengikuti SNBP 2025 karena terlambat mendaftar.
Pihak sekolah tidak bisa menyelesaikan tahapan SNBP sesuai yang dipersyaratkan.
Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Humas SMAN 7 Cirebon, Undang Ahmad Hidayat menyebut menyebut bahwa perpanjangan SNBP yang dibahas dalam rapat Komisi X DPR RI dan Kementerian Pendidikan tidak bisa dimanfaatkan oleh SMAN 7 Cirebon.
Hal ini beralasan karena perpanjangan itu hanya membuka kanal finalisasi, bukan dari tahap awal.
Baca juga: Buntut Hanifah Siswi SMA 7 Cirebon Bongkar Pungli dan Pemotongan PIP di Sekolah, Kejari Selidiki
“Kalau soal rapat Komisi X DPR RI dan Kementerian Pendidikan itu sudah dilaksanakan soal perpanjangan SNBP, dan perpanjangan pun sudah dilaksanakan.”
“Namun, karena memang yang dibuka hanya kanal finalisasi bukan dari tahap 2, kami tidak bisa menyelesaikannya,” ujarnya.
Kendati demikian, pihak sekolah menyiapkan mereka untuk menghadapi Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) dengan memberikan fasilitas bimbingan belajar (bimbel) gratis.
Undang mengatakan, bahwa harapan siswa untuk lolos melalui jalur SNBP semakin menipis seiring dengan mendekati jadwal pengumuman.
“Hasil SNBP, sampai saat ini sudah dipastikan kayanya (150 siswa eligible SMAN 7 Cirebon) gagal (mengikuti), karena sudah mendekati proses pengumuman, jadi anak-anak kita itu tipis harapannya.”
“Meskipun memang masih ada harapan sebelum pengumuman, tetapi sedikit harapannya,” ujar Undang saat diwawancarai media, Kamis (13/2/2025) sore.
Sebagai bentuk dukungan, sekolah telah menyiapkan program bimbel gratis bagi siswa eligible agar lebih siap menghadapi SNBT dan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang dijadwalkan pada 23 April 2025.
“Selama tiga bulan dari Minggu depan, anak-anak diberi fasilitas bimbel gratis oleh kami.”
“Bukan dari guru kita yang mengajarkan, tapi dari pihak lembaga bimbel luar yang dihadirkan ke sekolah. Dipastikan bimbel itu ditanggung oleh pihak sekolah,” ucapnya.
Program bimbel ini akan berlangsung selama 12 minggu penuh, dengan pola pembelajaran lima hari online dan dua hari offline di kelas.
Setiap kelas nantinya akan diisi oleh 30 siswa, sesuai dengan jumlah 150 siswa yang tercatat eligible.
“Ya, bimbel itu sebagai bentuk pertanggungjawaban kami pihak sekolah bahwa memang sesuai dengan janji dan tuntutan dari siswa. Hal itu juga demi harapan siswa untuk kuliah di perguruan tinggi negeri masih memiliki harapan, meski tak mengikuti jalur SNBP,” jelas dia.
Undang juga mengungkapkan, bahwa respons siswa cukup baik terhadap program ini.
Pihak sekolah pun akan segera mengadakan rapat bersama orang tua dan siswa untuk menyampaikan informasi lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan bimbel.
“Ya, respon dari siswa yang eligible cukup baik, bahkan nanti hari Senin pekan depan kami akan mulai rapatkan dengan orang tua dan siswanya untuk menginformasikan soal bimbel ini,” katanya.
Sebelumnya, ratusan siswa SMAN 7 Cirebon menggelar aksi protes di lingkungan sekolah mereka pada Senin (3/2/2025).
Aksi ini dipicu oleh kegagalan sekolah menyelesaikan pendaftaran akun sekolah untuk Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB), sehingga para siswa yang memenuhi syarat (eligible) terancam tidak dapat mengikuti SNBP 2025.
Dalam upaya mendapatkan kejelasan, para siswa melakukan audiensi dengan pihak sekolah.
Namun, hasilnya justru membuat mereka semakin kecewa karena tidak ada solusi konkret yang diberikan.
Salah satu siswi yang ikut dalam aksi protes, Kechi, mengungkapkan bahwa jawaban yang diberikan pihak sekolah cenderung berputar-putar tanpa memberikan kepastian.
“Ya tadi setelah audiensi dengan pihak guru di Aula, (saya rasa) enggak ada solusi yang kami dapat dari pertemuan dengan pihak sekolah, karena pihak sekolah memberikan jawaban yang muter-muter saja,” ujar Kechi.
Menurutnya, sekolah juga tidak memberikan kepastian terkait langkah yang akan diambil jika perwakilan sekolah yang dikirim ke Jakarta ditolak oleh panitia SNPMB dan para siswa tetap tidak bisa mengikuti SNBP.
“Yang kami mau tuh misalnya kalau kami memang harus dan memang perlu ikut UTBK, kami tuh pengen dapat kompensasi, karena ini pure kesalahan pihak sekolah bukan pihak siswa,” lanjutnya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh Hanifah, siswi kelas XII IPS 1.
Ia menekankan bahwa persoalan utama dalam protes ini adalah terkait akun Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) yang berdampak langsung pada kelayakan siswa dalam SNBP.
“Masalah utama kenapa kami protes itu masalah akun PDSS ya, yang kayak itu tuh berpengaruh buat nanti masa depan kita, entah itu SNBP dan lainnya.”
Hanifah menambahkan bahwa selama audiensi yang berlangsung sekitar dua jam, pihak sekolah terus menghindari pertanyaan dari siswa dan tidak memberikan pertanggungjawaban yang jelas.
“Padahal kami tuh cuma butuh pertanggungjawabannya, tapi sampai detik ini udah hampir mau 2 jam kita di dalam masih enggak ada jawaban ataupun pertanggungjawaban yang jelas dan pasti,” ungkapnya.
Menurutnya, pihak sekolah baru terlihat aktif mencari solusi setelah masalah ini viral di media sosial.
“Pihak sekolah baru benar-benar geraknya tuh ya pas pada saat genting baru viral gitu loh. Dari kemarin-kemarin mana, enggak ada,” ujar Hanifah.
Ia berharap, jika memang SNBP tidak bisa diikuti, sekolah setidaknya dapat memberikan kompensasi, seperti mengadakan program pengayaan khusus bagi siswa yang akan mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT).
Ungkap Pungli di Sekolah
Protes siswa ini semakin ramai, setelah mereka mengungkap dugaan pungutan liar (pungli) di sekolah.
Ungkapan itu disampaikan Hanifah di depan Gubernur Jawa Barat terpilh Dedi Mulyadi yang berkunjung ke sekolah untuk mengetahui permasalah SNBP.
Saat itu, Hanifah mengadu adanya pungutan SPP dari sekolah hingga bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dipotong sebesar Rp 200 ribu.
Menurutnya, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.
“PIP kita yang diambil. Harusnya kan tiap siswa dapat Rp 1,8 juta.”
“Tapi ternyata kita itu diambil Rp 250 ribu untuk partai. Kita ke bank, di depan pintu ada guru dari TU buat ambil buku tabungan, pin, sama kartu kita.”
“Angkatan kita juga dimintai uang gedung Rp 6,4 juta.”
“Sebelumnya kita dimintai Rp 8,7 juta, orang tua enggak terima kalau kita harus bayar Rp8 juta. SPP kita tiap bulan Rp200 ribu,” ungkap Hanifah.
Bukan cuma itu, Hanifah juga mengadukan perihal adanya permintaan uang pembelian buku dan juga sumbangan masjid.
“Uang LKS Rp300 ribuan ke atas. Kelas 10 juga kita ada sumbangan masjid, seharusnya kan seikhlasnya tapi dipatoki Rp150 ribu,” pungkas Hanifah.
Mendengar keluhan tersebut, Dedi Mulyadi mengonfirmasi pihak sekolah.
Pihak sekolah pun mengaku memungut SPP Rp 200 ribu karena memiliki banyak utang.
“Itu tuh mungkin karena kita banyak utang pak, pembangunan,” kata Wakasek Humas SMAN 7 Cirebon Undang Ahmad Hidayat.
Baca juga: Duduk Perkara Hanifah Siswi SMA 7 Cirebon Nekat Bongkar Pungli di Sekolahnya, Tegas Tak Takut Resiko
Soal uang PIP yang dipotong Rp 200 ribu, menurut dia, uang itu bukan untuk sekolah, melainkan untuk partai politik.
Bahkan, ia mengungkap bahwa pemberian PIP itu tidak tepat sasaran.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul 150 Siswa SMAN 7 Cirebon yang Eligible Dipastikan Gagal Ikut SNBP
===
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Channel Harian Surya. Melalui Channel Whatsapp ini, Harian Surya akan mengirimkan rekomendasi bacaan menarik Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Persebaya dari seluruh daerah di Jawa Timur.
Klik di sini untuk untuk bergabung