Informasi Terpercaya Masa Kini

Mengapa Badai Jarang Terjadi di Indonesia? Ini Penjelasan BMKG

0 13

KOMPAS.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, wilayah Indonesia tak dilewati badai meski Siklon Tropis Taliah dan Bibit Siklon Tropis 92 W terpantau di sekitar wilayah Tanah Air pada Kamis (6/2/2025).

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, Indonesia tak dilewati badai karena berada di garis ekuator.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), garis ekuator adalah garis khayal yang mengelilingi Bumi.

Garis ini dikenal dengan garis khatulistiwa yang melintang pada nol derajat yang membagi Bumi menjadi dua belahan yang sama, yakni belahan Bumi bagian utara dan belahan Bumi bagian selatan.

Lantas, mengapa badai di Indonesia jarang terjadi?

Baca juga: Mata Badai Seukuran Pulau Jawa Muncul di Samudera Hindia, BMKG Ungkap Dampaknya

Alasan badai jarang terjadi di Indonesia 

Guswanto menjelaskan, fenomena badai jarang terjadi di Indonesia karena gaya coriolis di wilayah Tanah Air sangat lemah bahkan hampir tidak ada.

“Badai Siklon Tropis itu tidak akan pernah melewati ekuator karena gaya coriolis di wilayah tropis energinya menjadi nol atau lemah hilang,” kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/2/2025).

Guswanto menjelaskan, rumus gaya coriolis adalah dapat dihitung dari kecepatan sudut rotasi Bumi dikali Sin lintang tempat.

“Ekuator lintang adalah nol dan nilai Sin nol adalah nol, maka gaya nol,” kata dia.

Dilansir dari laman Climate 4 Life, gaya coriolis timbul akibat dari rotasi Bumi. Ini adalah gaya semu yang muncul ketika benda bergerak di suatu lingtang relatif terhadap Bumi yang berputar.

Senada dengan Guswanto, Prakirawan BMKG Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta, Dina Ike Mardiningtyas, menjelaskan Indonesia hampir tidak pernah dilewati Siklon Tropis karena berada di sekitar garis ekuator.

Salah satu alasan utamanya adalah efek Coriolis yang sangat lemah di daerah ini.

“Gaya Coriolis yang dihasilkan oleh rotasi Bumi, berperan penting dalam membentuk dan menggerakkan Siklon Tropis,” jelas Dina, saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

“Namun, di sekitar ekuator (area diantara 0–5 derajat lintang utara dan selatan), gaya ini terlalu lemah untuk menciptakan pusaran udara yang diperlukan bagi pembentukan siklon,” imbuhnya.

Baca juga: Ramai soal Awan Bertopi di Puncak Gunung Sindoro Disebut Tanda Adanya Badai, Ini Penjelasan BMKG

Dampak yang dirasakan Indonesia

Meskipun siklon tropis jarang terbentuk langsung di wilayah Indonesia, Dina mengatakan, dampak fenomena alam ini tetap akan dirasakan Tanah Air, terutama jika ada Siklon Tropis yang berkembang di sekitar Samudra Hindia atau Samudra Pasifik.

“Siklon yang terjadi di wilayah tersebut dapat memicu hujan lebat, meningkatkan risiko banjir, menyebabkan gelombang tinggi di perairan sekitar Indonesia, serta menimbulkan angin kencang sebagai efek tidak langsung dari pusaran siklon,” terang Dina.

Oleh karena itu, meskipun Indonesia tidak menjadi jalur utama siklon tropis, BMKG mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada terhadap dampaknya.

Dina menjelaskan, Siklon Tropis atau badai di atas laut hangat dapat terbentuk ketika kondisi atmosfer dan oseanografi yang mendukung (favorable) terpenuhi.

Salah satu faktor utamanya adalah suhu permukaan laut (SPL) yang hangat, minimal 26,5 derajat Celsius hingga kedalaman tertentu, dan SPL yang hangat menjadi energi bagi pembentukan dan intensifikasi siklon tropis.

“Air laut yang hangat menyebabkan penguapan tinggi, meningkatkan kelembaban udara, dan mendukung pembentukan awan konvektif,” kata Dina.

Selain itu, siklon tropis juga biasanya berawal dari gangguan atmosfer seperti gelombang atmosfer seperti MJO/Rossby/Kelvin Wave atau daerah tekanan rendah (low-pressure area).

Di sisi lain, labilitas atmosfer juga menjadi faktor penting, di mana kondisi atmosfer yang tidak stabil memungkinkan udara panas dan lembab naik dengan cepat, membentuk awan kumulonimbus yang masif.

Faktor berikutnya adalah kelembapan tinggi di lapisan atmosfer menengah hingga atas diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan awan konvektif.

Efek rotasi bumi (gaya Coriolis) juga turut berperan dalam memberikan spin awal pada gangguan atmosfer, meskipun Siklon Tropis tidak dapat terbentuk di dekat ekuator (sekitar 0–5 derajat lintang) karena gaya Coriolis yang terlalu lemah.

Wind shear yang rendah juga berpengaruh terhadap pembentukan badai. Wind shear adalah perbedaan kecepatan dan arah angin antara permukaan dan atmosfer atas yang kecil.

“Jika wind shear terlalu kuat, struktur sistem dapat terganggu dan pertumbuhannya terhambat,” kata Dina.

Selain itu, dia juga menambahkan, divergensi udara di lapisan atas (upper-level outflow) juga penting, yakni ketika udara di puncak sistem harus mengalir keluar dengan baik agar tekanan di pusat siklon tetap rendah dan mendukung peningkatan konveksi.

“Jika semua faktor ini terpenuhi, maka bibit siklon tropis dapat berkembang menjadi siklon tropis dengan kategori tertentu sesuai skala intensitasnya,” tandas Dina.

Leave a comment