Bukan Indonesia, Trump Usul 2 Negara Ini Bisa Tampung Penduduk Gaza
MIAMI, KOMPAS.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Sabtu (25/1/2025) menyatakan keinginan bahwa Mesir dan Yordania dapat menampung atau menerima penduduk Palestina dari wilayah Jalur Gaza dalam upaya menciptakan perdamaian Timur Tengah.
Menggambarkan Gaza sebagai “tempat penghancuran” setelah perang Hamas-Israel, Trump mengaku telah berbicara dengan Raja Yordania Abdullah II tentang masalah tersebut dan berharap dapat berunding dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi pada Minggu (16/1/2025) ini.
“Saya ingin Mesir menerima para penduduk (dari Gaza). Dan saya ingin Yordania juga menerimanya,” kata Trump kepada wartawan di atas pesawat Air Force One, dikutip dari AFP.
Baca juga: Penjelasan Kemlu RI soal Rencana Trump Kirim Penduduk Gaza ke Indonesia
Sebelumnya, media AS, NBC News pada Sabtu (18/1/2025) melaporkan, seorang pejabat yang terlibat dalam transisi kepemimpinan AS menyebut bahwa utusan Donald Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff berencana mengunjungi Gaza untuk memastikan implementasi gencatan senjata.
Sembari memastikan penegakan tahap pertama kesepakatan gencatan senjata dan pembahasan tahap selanjutnya, Trump dan timnya juga memperhatikan pentingnya solusi jangka panjang untuk mengakhiri konflik di Gaza, termasuk terkait nasib penduduk Palestina di Gaza.
Nah, menurut NBC News saat itu, Indonesia menjadi salah satu tempat yang dibahas sebagai tujuan relokasi sebagian dari warga Gaza, sebagaimana mengutip keterangan dari pejabat transisi kepemimpinan Trump.
Namun, pada kesempatan wawancara dengan wartawan pada Sabtu, Trump hanya menyinggung Yordania dan Mesir.
“Anda berbicara tentang sekitar 1,5 juta orang (penduduk Gaza), dan kita bisa membersihkan seluruh tempat itu. Anda tahu, selama berabad-abad, ada banyak sekali konflik di sana. Dan saya tidak tahu, sesuatu pasti terjadi,” ucapnya.
Sebagian besar dari 2,4 juta penduduk Gaza dilaporkan telah mengungsi akibat perang yang dimulai dengan serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023. Banyak dari mereka bahkan harus mengungsi berkali-kali.
Trump mengatakan, pemindahan penduduk Gaza dapat dilakukan untuk sementara waktu atau untuk jangka panjang.
Baca juga: Operasi Deportasi Massal Trump Dimulai, Para Imigran Ditangkap dan Diterbangkan Keluar AS
“Saat ini Gaza benar-benar menjadi tempat penghancuran, hampir semua bangunan dihancurkan dan orang-orang meninggal di sana. Jadi saya lebih suka terlibat dengan beberapa negara Arab dan membangun perumahan di lokasi yang berbeda di mana mereka mungkin bisa hidup dalam damai untuk perubahan,” jelasnya.
Gencatan senjata yang rapuh dan kesepakatan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas telah memasuki minggu kedua.
Pemerintahan baru Trump telah menjanjikan “dukungan yang tak tergoyahkan” untuk Israel, tanpa menjelaskan rincian kebijakan Timur Tengahnya.
Trump pun mengonfirmasi pada Sabtu bahwa ia telah memerintahkan Pentagon untuk melepaskan pengiriman bom seberat 2.000 pon untuk Israel yang diblokir oleh pendahulunya, Joe Biden.
Serangan Israel ke Gaza sejak Okrober 2023 telah menyebabkan sebagian besar wilayah itu hancur. PBB memperkirakan rekonstruksi wilayah Gaza jelas akan memakan waktu bertahun-tahun.
Pada Oktober selama kampanye Pilpres AS, Trump sempat mengatakan bahwa Gaza yang dilanda perang dapat menjadi “lebih baik daripada Monako” jika dibangun kembali dengan cara yang benar.
Menantu Trump yang juga mantan pegawai Gedung Putih, Jared Kushner, menyarankan pada Februari 2024 agar Israel mengosongkan Gaza dari warga sipil untuk membuka potensi “properti tepi laut” di sana.
Baca juga: Trump Tanda Tangani Perintah Eksekutif untuk Merilis Dokumen Pembunuhan JFK, RFK, dan MLK
Bagi warga Palestina, setiap upaya untuk memindahkan mereka dari Gaza akan membangkitkan kenangan sejarah kelam yang disebut dunia Arab sebagai “Nakba” atau malapetaka, yakni pemindahan massal warga Palestina selama pembentukan Israel 75 tahun yang lalu.
Israel membantah memiliki rencana untuk memaksa warga Gaza pindah.
Namun, beberapa anggota pemerintah Israel yang berhaluan ekstrem kanan secara terbuka mendukung gagasan agar warga Gaza meninggalkan wilayah Palestina secara massal.