Bagaimana Abdul Azis Bertahan dengan Penghasilan Rp 50.000 per Hari sebagai Pedagang Kopi?
JAKARTA, KOMPAS.com – Hidup di kota besar seperti Jakarta dengan pendapatan Rp 50.000 per hari tentu bukan hal mudah.
Namun, Abdul Azis (58), seorang pedagang kopi keliling atau istilah lainnya starling, membuktikan bahwa ia bisa bertahan dengan berbagai cara meski menghadapi tantangan berat.
Sehari dapat Rp 50.000
Azis memulai usahanya sebagai pedagang kopi keliling dua tahun lalu, setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai anggota Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kalibata.
Selama tujuh tahun bekerja sebagai PPSU, Azis merasa penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Namun, setelah pensiun pada usia 56 tahun, ia harus mencari cara untuk menyambung hidup.
Baca juga: Perjuangan Zaenudin Hidup di Jakarta: 10 Tahun Memulung, Kini Jadi Pedagang Gorengan
Menjadi pedagang kopi keliling membuat Azis menerima pendapatan yang jauh lebih kecil.
Azis mengaku, pendapatan kotor sehari-harinya berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000, tergantung banyaknya pembeli.
Setelah dikurangi biaya operasional, Azis hanya membawa pulang sekitar Rp 50.000 per hari.
Pendapatan Azis sangat bergantung cuaca. Saat hujan turun, ia hanya mengantongi Rp 20.000 atau bahkan Rp 10.000 dalam sehari.
Hal ini menjadi tantangan besar mengingat Azis harus memenuhi kebutuhan dua anaknya yang masih sekolah di jenjang SMK dan SD.
“Kadang ada kebutuhan mendadak, seperti anak minta uang untuk kegiatan sekolah. Kalau dadakan begini, bingung cari uangnya dari mana,” keluh Azis.
Baca juga: Tantangan Berat Pedagang Gorengan di Jakarta, Tak Laku Harus Dibuang
Berhemat
Meski hidup pas-pasan, Azis merasa bersyukur karena rumah yang ia tinggali bersama keluarga merupakan warisan orangtuanya. Sehingga, ia tak perlu merogoh kocek untuk biaya sewa rumah.
Azis hanya perlu membayar listrik sebesar Rp 60.000 hingga Rp 75.000 per bulan berkat subsidi dari pemerintah.
Demi berhemat, Azis selalu mengantar anak-anaknya ke sekolah menggunakan sepeda motor yang ia pinjam dari adiknya.
Selain itu, setiap berangkat kerja, Azis membawa bekal dari rumah agar tak perlu lagi membeli makanan di luar yang harganya lebih mahal.
Terpaksa utang
Untuk kebutuhan mendesak, Azis kerap meminjam uang dari adiknya yang tinggal tidak jauh dari rumah.
Namun, ia meminjam uang dalam jumlah kecil, sekitar Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Uang itu segera dikembalikan Azis begitu sudah mengantongi duit.
Akan tetapi, Azis mengakui dirinya masih menanggung beban utang besar yang menumpuk sejak ia masih bekerja sebagai PPSU.
Saat itu, Azis merasa penghasilannya sebagai PPSU cukup besar sehingga dengan mudah mengeluarkan uang untuk membeli berbagai kebutuhan tanpa berpikir panjang.
Utang yang kini tersisa kurang dari Rp 50 juta itu sempat membuat Azis terpaksa menjual motor dan menggadaikan sertifikat tanah.
“Semenjak dagang begini, Alhamdulillah, saya enggak nambah utang. Sekarang saya fokus membayar sisa utang dari masa lalu,” ujarnya.
Baca juga: Semangat Azis Tak Padam, Terus Berjuang sebagai Pedagang Starling demi Hidupi Keluarga dan Pendidikan Anak
Harapkan bantuan
Dalam kesehariannya, keluarga Azis mendapatkan bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk akses kesehatan dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk pendidikan anak-anaknya.
Kendati demikian, Azis mengaku belum pernah menerima bantuan sembako sejak pensiun dari PPSU.
Azis berharap pemerintah dapat memberikan bantuan sembako, terutama beras, untuk membantu keluarganya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Saya hanya berharap ada bantuan sembako, karena itu sangat membantu. Terutama beras untuk makan sehari-hari,” tutup Azis.
Meski menghadapi berbagai tantangan, Azis tetap bersyukur. Ia telah belajar untuk hidup sederhana dan tidak menambah utang.
Dengan segala keterbatasan, Azis terus berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya.