Informasi Terpercaya Masa Kini

Punya Lukisan Karya Arie Smith, Jeihan Sukmantoro, sampai Koempoel Soejatno

0 3

Tak hanya di Kantor Kalteng Pos, tim Podcast Ruang Redaksi kali ini melakukan syuting di luar. Narasumbernya adalah Bambang, seorang pencinta seni sekaligus kolektor lukisan. Ada banyak cerita menarik dan inspiratif yang dibagikannya dalam perbincangan sore itu.

DHEA UMILATI, Palangka Raya

SAAT matahari sore perlahan tenggelam di ufuk barat, kami memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi keindahan seni. Udara ruangan terasa hangat.

Bukan hanya karena pancaran matahari yang masuk melalui celah jendela, tetapi juga karena suasana yang tercipta oleh deretan lukisan penuh warna pada tiap sudut ruangan.

Di tengah ruangan itu, Pak Bambang menyambut tim Podcast Ruang Redaksi Kalteng Pos dengan senyuman ramah.

“Selamat datang di tempat saya,” ucapnya sembari mempersilakan kami duduk. Sebuah perjalanan seni menanti kami di ruangan ini. Perjalanan yang penuh cerita, dedikasi, dan cinta pada karya anak bangsa.

Saat podcast dimulai, Pak Bambang langsung bercerita. Dengan penuh nostalgia, ia mengisahkan perjalanannya sebagai pencinta seni yang bermula sejak masa muda.

“Dari dulu saya suka seni, tetapi waktu itu belum terpikirkan untuk menjadi kolektor,” ungkapnya, Minggu (12/1/32025).

Awalnya, kecintaannya pada seni ia salurkan melalui koleksi barang-barang antik, seperti piring-piring kuno. Namun seiring bergantinya waktu, lukisan mulai menarik hatinya.

“Waktu itu saya sering bepergian jauh, bahkan hingga ke pelosok daerah dan ke pulau-pulau lain. Ada kalanya saya hanya punya waktu dua jam untuk mencari barang, tetapi usaha itu selalu terasa sepadan,” tuturnya.

Perjalanan Pak Bambang tidaklah mudah. Ia pernah menempuh perjalanan panjang selama 10 jam dari Sulawesi Tengah hingga ke daerah pelosok bernama Banggai, hanya demi mendapatkan barang menarik.

“Waktu itu saya sampai di sana pukul 08.00 dan hanya punya waktu dua jam untuk eksplorasi. Namun saya tahu, tiap perjalanan selalu membawa kejutan,” katanya sambil tersenyum.

Bukan hanya waktu dan tenaga, mengoleksi barang antik dan lukisan juga membutuhkan kejelian dan kesabaran. “Ada lukisan yang langsung dilengkapi sertifikat keaslian. Ada juga yang perlu saya teliti sendiri,” ujarnya.

Kami berjalan mengelilingi ruangan, memperhatikan tiap lukisan yang tergantung rapi. Ada yang menggambarkan keindahan alam, potret manusia, hingga lukisan abstrak penuh misteri. Salah satu yang menarik perhatian adalah lukisan kaligrafi.

“Ini karya seorang dosen ITB yang terinspirasi dari pengalamannya di Amerika. Ia memadukan seni lukis dengan kaligrafi,” jelas Pak Bambang dengan nada penuh kekaguman.

Tiap lukisan yang ada di ruangan itu memiliki cerita unik. Ada yang dibuat oleh maestro seni yang sudah almarhum. Ada pula karya seniman muda yang baru memulai perjalanan di dunia seni.

Beberapa nama pelukis top berhasil dikoleksi. Seperti, Jeihan Sukmantoro, Krijono, Erica, Koempoel Soejatno, Mozes Misdy, A.D Pirous, Arie Smith

 

“Lukisan-lukisan ini adalah tempat saya menemukan ketenangan. Saat suasana hati sedang tidak baik, biasanya saya melihat lukisan-lukisan ini hingga hati merasa tenang,” tuturnya.

Ketika ditanya tentang lukisan yang paling berkesan, Pak Bambang tersenyum. “Semua punya cerita masing-masing,” ucapnya.

Pak Bambang bukan hanya kolektor, tetapi juga penjaga warisan seni. Ia percaya bahwa seni adalah bagian dari kehidupan yang harus dihargai dan dilestarikan.

“Saya tidak bisa melukis, tetapi saya ingin seni tetap hidup. Dengan mengoleksi karya-karya seni ini, saya merasa ikut berkontribusi menjaga seni Indonesia,” tuturnya.

Ayah dari empat anak ini percaya bahwa seni bukan hanya soal keindahan visual, tetapi juga media untuk menyampaikan pesan, inspirasi, bahkan solusi.

“Kadang kala, hanya dengan melihat lukisan, masalah yang kita pikirkan terasa lebih ringan. Ada sesuatu dalam seni yang bisa menyentuh hati dan pikiran,” ungkapnya.

Namun, Pak Bambang juga menyadari bahwa karya-karya seni perlu ditampilkan ke publik agar manfaatnya lebih terasa.

“Lukisan-lukisan ini adalah karya anak bangsa yang luar biasa. Jika hanya saya yang menikmatinya, rasanya kurang maksimal. Saya ingin orang lain juga merasakan apa yang saya rasakan ketika melihat karya-karya ini,” katanya.

Manajer senior pada salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki rencana untuk memamerkan koleksi lukisannya ke khalayak. Ia berharap karya-karya ini bisa menjadi inspirasi, terutama bagi generasi muda.

“Siapa tahu, dengan melihat lukisan-lukisan ini mereka bisa termotivasi untuk berkarya. Mungkin ada potensi besar di luar sana yang belum tergali, karena mereka tidak tahu seperti apa seni itu sebenarnya,” ujarnya.

Untuk mewujudkan rencana ini, alumnus Universitas Brawijaya itu mengaku membutuhkan dukungan, baik dari komunitas seni maupun pemerintah.

“Jika ada wadah yang bisa memfasilitasi pameran seni seperti ini, tentu akan sangat membantu. Seni itu bagian dari budaya dan harus dilestarikan,” tambahnya.

Pak Bambang juga berharap pemerintah dapat lebih peduli terhadap pelestarian seni. Salah satunya dengan memberikan dukungan berupa ruang pameran atau kegiatan yang mempertemukan seniman dengan masyarakat.

“Banyak karya seni yang mungkin tidak dikenal, padahal nilainya sangat tinggi. Jika pemerintah memberikan wadah, seni ini bisa hidup dan dikenal lebih luas,” tuturnya.

Bagi generasi muda, ia berpesan agar tidak ragu untuk menyalurkan bakat dan minat di bidang seni. “Seni itu universal. Tidak perlu takut karya kita tidak dihargai. Teruslah berkarya, karena tiap goresan memiliki makna,” ucapnya.

Obrolan podcast Ruang Redaksi Kalteng Pos bersama Pak Bambang ditutup dengan sebuah doa dan harapan.

“Mudah-mudahan lukisan-lukisan ini bisa menginspirasi banyak orang dan melahirkan lebih banyak seniman berbakat di Indonesia. Saya hanya berharap karya ini bisa bermanfaat, bukan hanya bagi saya, tetapi juga untuk banyak orang,” pungkasnya. (*/ce/ala)

Leave a comment