Saat Suara Kita Dikesampingkan, Luka Lama Berbicara
Ada rasa yang sulit diungkapkan ketika orang terdekat -keluarga, pasangan, atau sahabat—membuat keputusan tanpa melibatkan kita. Mereka bilang, “Ini biasa saja,” atau “Tidak perlu dibesar-besarkan.” Tapi bagi kita, itu lebih dari sekadar hal biasa. Ada luka lama yang kembali terbuka, trauma yang diam-diam masih mengintai, dan bahwa perasaan kita tidak diperhitungkan.
Apakah ini berlebihan? Tentu tidak.
Trauma adalah memori yang tidak hanya tinggal di pikiran, tetapi juga dalam tubuh dan hati. Ketika suara kita dikesampingkan, bukan hanya ego yang terluka, tetapi juga keyakinan bahwa kita penting bagi orang-orang yang seharusnya memahami kita.
Trauma dan “Hal Biasa” yang Tidak Biasa
Orang sering menganggap trauma hanya sesuatu yang besar, seperti kecelakaan, kekerasan, atau kehilangan. Padahal, trauma bisa muncul dari pengalaman-pengalaman kecil yang terus-menerus menggerus kita.
Pernahkah Anda diabaikan saat kecil ketika ingin berbicara, dan itu membuat Anda merasa tak didengar hingga dewasa?
Atau, apakah Anda pernah mencoba menyampaikan pendapat, tetapi selalu dipotong oleh orang lain?
Trauma semacam ini mungkin tampak sepele bagi sebagian orang, tetapi bagi Anda, dampaknya seperti bom waktu. Jadi, ketika orang terdekat mengatakan, “Ini keputusan kecil, kenapa harus ribet?” mereka tidak tahu bahwa itu bukan hanya tentang keputusan itu sendiri, tetapi tentang luka yang belum sembuh.
“Trauma itu seperti WiFi publik, Anda tidak selalu sadar sedang terhubung sampai ada yang mulai buffering.”
Pahami Diri Anda, Sebelum Meminta Orang Lain Memahami
Sebelum kita berharap orang lain memahami trauma kita, kita perlu memahaminya terlebih dahulu.
Tanyakan pada diri sendiri: Mengapa keputusan ini terasa begitu penting bagi saya? Apa yang sebenarnya saya takutkan?
Identifikasi pemicu: Trauma sering muncul karena pemicu tertentu, seperti nada bicara yang meremehkan atau keputusan yang tiba-tiba. Mengenali ini membantu Anda merespons dengan lebih bijak.
“Kalau trauma Anda punya nama, apa nama yang pas? Mungkin ‘Si Sensitif yang Diam-diam Galak.'”
Komunikasikan dengan Cara yang Tepat
Ketika orang terdekat tidak melibatkan Anda, respons awal yang muncul biasanya emosi: marah, kecewa, atau diam. Namun, reaksi emosional sering kali malah membuat mereka defensif. Jadi, bagaimana cara menyampaikan perasaan dengan cara yang produktif?
Gunakan “Saya” daripada “Kamu.”
Misalnya: “Saya merasa tidak dihargai ketika keputusan ini dibuat tanpa melibatkan saya,” daripada “Kamu selalu bikin keputusan tanpa peduli perasaan saya.”
Jelaskan konteks trauma Anda. Tidak perlu terlalu detail, tetapi cukup untuk memberi gambaran bahwa keputusan kecil bagi mereka mungkin memiliki dampak besar bagi Anda.
Tetapkan Batasan yang Sehat
Jika orang terdekat terus mengabaikan pendapat Anda, mungkin saatnya menetapkan batasan. Ini bukan berarti memutus hubungan, tetapi memberi ruang bagi Anda untuk melindungi diri sendiri.
Jelaskan batasan Anda dengan tegas tetapi lembut.
Contoh: “Kalau ada keputusan yang menyangkut saya, tolong beri saya kesempatan untuk berpendapat.”
Jika mereka tetap mengabaikan, pertimbangkan untuk mengambil langkah mundur sementara waktu.
“Batasan itu seperti pagar rumah, tanpa pagar, orang bisa masuk seenaknya. Dan pagar yang terlalu tinggi membuat Anda sendiri merasa terisolasi. Jadi, pilih pagar yang pas, mungkin dengan tanaman hias biar tetap ramah.”
Berlatih Melepaskan Hal yang Tidak Bisa Dikendalikan
Sebesar apa pun usaha Anda untuk dilibatkan, ada kalanya orang terdekat tetap tidak berubah. Dalam situasi seperti ini, melepaskan adalah pilihan terbaik. Melepaskan bukan berarti menyerah, tetapi mengakui bahwa Anda tidak bisa mengendalikan orang lain—hanya diri Anda sendiri.
Kutipan dari Marcus Aurelius, filsuf Stoic, bisa menjadi pengingat:
“Anda punya kekuasaan atas pikiran Anda, bukan atas peristiwa di luar. Sadari ini, dan Anda akan menemukan kekuatan.”
Caranya?
Fokus pada hal-hal yang bisa Anda kendalikan, seperti bagaimana Anda merespons atau bagaimana Anda merawat diri.
Ingatkan diri sendiri bahwa harga diri Anda tidak ditentukan oleh validasi orang lain.
“Kadang, melepaskan itu seperti buang barang di gudang—berat di awal, tapi lega setelah selesai. Dan hei, gudang Anda jadi lebih rapi.”
Temukan Dukungan dari Diri dan Orang Lain
Ketika orang terdekat tidak memahami Anda, penting untuk mencari dukungan dari sumber lain.
Bicaralah dengan teman yang empati, atau jika perlu, konselor yang profesional.
Bangun dukungan dari diri sendiri dengan cara-cara sederhana: meditasi, menulis jurnal, atau membaca buku inspiratif, dan jika memungkinkan, ukiran prestasi. Setidaknya kita bisa berkata pada diri sendiri: Aku mempunyai nilai, Aku berharga.
Jadilah Suara untuk Dirimu Sendiri
Ketika orang terdekat tidak melibatkan Anda dalam keputusan (yang menurut mereka tidak penting) , ingatlah bahwa nilai Anda tidak ditentukan oleh seberapa sering mereka menghitung pendapat Anda.
Luka lama mungkin berbicara lebih keras, tetapi Anda punya kekuatan untuk mengubah narasi itu.
Jadilah suara untuk diri Anda sendiri, tegas tetapi penuh kasih. Jika suara itu tidak didengar, bukan berarti suara Anda tidak berharga. Itu hanya berarti Anda perlu menemukan audiens yang lebih tepat, dan audiens terbaik selalu dimulai dari diri sendiri.
“Kalau mereka tetap tidak mendengar, jadilah megafon untuk dirimu sendiri. Tapi jangan terlalu berisik, tetap kelas, seperti orkestra dengan konduktor elegan.”