Presiden Korsel Cabut Darurat Militer Setelah Ditolak Parlemen
TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyatakan akan mencabut deklarasi darurat militer setelah diumumkan beberapa jam sebelumnya. Dilansir dari Reuters pada Rabu, 3 Desember 2024, pencabutan darurat militer dilakukan setelah parlemen Korea Selatan menolak pelarangan aktivitas politik dan penyensoran media.
Yoon secara mengejutkan mengumumkan darurat militer pada Selasa malam dan menuduh oposisi melumpuhkan pemerintah dengan kekuatan anti-negara. Namun anggota parlemen yang marah dengan suara bulat menolak keputusan tersebut. Kantor berita Yonhap mengatakan kabinet telah sepakat pada Rabu pagi untuk membatalkan darurat militer.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi pada Selasa, Yoon mengatakan darurat militer akan membantu membangun kembali dan melindungi negara dari kehancuran nasional. Dilansir dari CBS News, dia mengatakan akan memberantas pasukan pro-Korea Utara dan melindungi tatanan demokrasi konstitusional.
“Saya akan melenyapkan kekuatan anti-negara secepat mungkin dan menormalkan negara,” katanya. Ia juga meminta rakyat percaya kepadanya dan menoleransi beberapa ketidaknyamanan.
Berdasarkan konstitusi Korea Selatan, presiden dapat menyatakan darurat militer selama masa perang, situasi seperti perang, atau keadaan darurat nasional sejenis lainnya. Darurat militer mengharuskan penggunaan kekuatan militer untuk menjaga perdamaian dan ketertiban. Namun alasan Yoon masih dipertanyakan, apakah Korea Selatan berada dalam situasi seperti itu.
Darurat militer akan membatasi kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan hak-hak lainnya, serta kekuasaan pengadilan. Konstitusi juga menyatakan bahwa presiden harus menuruti apabila Majelis Nasional menuntut pencabutan darurat militer dengan suara mayoritas.
Beberapa jam kemudian, parlemen memberikan suara untuk mencabut deklarasi tersebut. Ketua Majelis Nasional Woo Won Shik menyatakan bahwa anggota parlemen akan melindungi demokrasi bersama rakyat. Resolusi tersebut disahkan dengan kehadiran 190 dari 300 anggota partai yang berkuasa dan oposisi, dengan semua yang hadir mendukung.
Polisi dan personel militer terlihat meninggalkan area gedung DPR setelah Woo meminta mereka mundur. Lee Jae-myung, pemimpin Partai Demokrat liberal, yang memegang mayoritas di parlemen beranggotakan 300 orang, mengatakan anggota parlemen partai akan tetap berada di aula utama DPR hingga Yoon secara resmi mencabut perintahnya.
“Anggota parlemen Partai Demokrat, termasuk saya dan banyak lainnya, akan melindungi demokrasi dan masa depan negara kita serta keselamatan publik, kehidupan dan harta benda, dengan kehidupan kita sendiri,” kata Lee kepada wartawan.
Saat mengumumkan rencananya untuk mencabut darurat militer, Yoon terus mengkritik upaya parlemen untuk memakzulkan pejabat pemerintah utama dan jaksa senior. Ia mengatakan anggota parlemen telah terlibat dalam tindakan manipulasi legislatif dan anggaran yang tidak bermoral yang melumpuhkan fungsi negara.
Pengumuman Yoon yang mencabut darurat militer, disambut oleh pengunjuk rasa yang berkumpul di luar gedung parlemen Majelis Nasional. Mereka berteriak dan bertepuk tangan. “Kami menang!” kata mereka.
Partai oposisi utama yaitu Partai Demokrat, meminta Yoon, yang telah menjabat sejak 2022, untuk mengundurkan diri atau menghadapi pemakzulan. “Bahkan jika darurat militer dicabut, dia tidak dapat menghindari tuduhan pengkhianatan. Sudah jelas terungkap kepada seluruh bangsa bahwa Presiden Yoon tidak dapat lagi menjalankan negara secara normal. Dia harus mengundurkan diri,” kata anggota senior DPR dari Partai Demokrat Park Chan-dae dalam sebuah pernyataan.