Informasi Terpercaya Masa Kini

Cara novelis Gregory Maguire memaknai ulang kisah penyihir jahat dalam film Wicked

0 8

Film Wicked yang disutradarai Jon M. Chu digadang-gadang menjadi adaptasi musikal Broadway paling laris di dunia setelah Les Miserables. Terinspirasi The Wizard of Oz, Wicked menceritakan sudut pandang karakter penyihir yang disebut-sebut jahat. Dari mana ide ini muncul?

Pada 1995, novelis Gregory Maguire merilis Wicked: The Life and Times of the Wicked Witch of the West atau jika diterjemahkan ke Bahasa Indonesia kira-kira ‘Hikayat si Penyihir Jahat dari Barat’.

Novel ini beraliran revisisme dimana Maguire menginterpretasikan ulang novel anak-anak tahun 1900, The Wonderful Wizard of Oz karya L. Frank Baum.

Dongeng klasik L. Frank Baum itu resmi menjadi milik publik pada 1956 sehingga siapa pun bebas mengadaptasinya.

“Ceritanya begitu luwes sehingga dapat diubah-ubah tanpa mengorbankan ciri khasnya,” tutur Maguire dalam wawancara dengan BBC.

Sewaktu kecil, Maguire dan kakak-kakaknya sering memerankan ulang film adaptasi The Wizard of Oz tahun 1939.

Film produksi MGM yang menasbihkan Judy Garland sebagai bintang Hollywood itu mengenalkan tokoh antagonis berkulit hijau yang dijuluki si Penyihir Jahat Dari Barat—diperankan Margaret Hamilton.

Peringatan: Artikel ini mengandung spoiler.

Sebelum film 1939 itu, si tukang tenung bengis itu tidak disebut-sebut punya warna kulit hijau.

Maguire dan kakak-kakaknya sering mengubah cerita dan sudut pandang film sebagai bentuk hiburan. Maguire tidak menyangka permainan masa kecilnya ini menjadi cikal bakal novel yang mengubah hidupnya.

Bagaimana Maguire mendapat inspirasi cerita Wicked?

Pada awal 1990-an, Maguire mulai mendapat pengakuan sebagai penulis buku anak-anak.

“Ulasan-ulasan [buku saya] bagus-bagus, tapi penjualannya biasa saja,” tutur Maguire.

Selain sempat bekerja sebagai dosen sastra anak di Simmons College Center di Boston, Amerika Serikat, Maguire juga ikut mendirikan yayasan pendidikan Children’s Literature New England.

Maguire kemudian tertantang untuk menulis sastra untuk orang dewasa.

“Saya merasa harus mencurahkan semua hal yang pedulikan ke dalam buku ini,” ujar Maguire.

Sedari awal, Maguire ingin mengeksplorasi sifat kejahatan dalam novelnya—khususnya tentang apa makna dari menjadi “jahat”?

Apakah kita sekadar mengidentifikasi watak, karakter, atau perilaku tertentu? Apakah kita menilai kebobrokan moral dari seseorang?

Maguire sadar bahwa dia harus menenun topik yang berat itu ke dalam “plot cerita yang menggugah ratusan ribu orang di seluruh dunia”.

Ingatan Maguire membawanya kembali ke The Wizard of Oz—terutama adegan interaksi antara si penyihir kulit hijau (Margaret Hamilton) dan Glinda (Billie Burke) ketika Dorothy Gale (Garland) pertama kali tiba di dunia mereka.

Meskipun adegan itu tergolong singkat, sebuah ide muncul di benak Maguire.

“Bagaimana kalau kedua penyihir itu ternyata sudah saling mengenal? Jangan-jangan mereka satu sekolah?” ujar Maguire.

Maguire sempat geli sendiri dengan skenario yang muncul di otaknya ini.

“Bagi saya ini lucu karena idenya begitu bagus,” tutur Maguire.

Lahirnya karakter Elphaba, yang kemudian dijuluki si Penyihir Jahat

Novel revisisme Maguire menginterpretasikan ulang karakter Penyihir Jahat dari Barat yang menjadi antagonis di novel klasik L. Frank Baum (1990) dan film adaptasinya tahun 1939.

Nama “Elphaba” diambil dari inisial penulis aslinya dan, melalui novelnya, Maguire mengajak pembaca untuk menelaah kisah hidup si penyihir jahat.

Mulai dari mengapa Elphaba dianggap jahat dan bagaimana persepsi masyarakat dan situasi tertentu memicunya melakukan hal-hal yang dipandang buruk.

Terlahir dengan kulit hijau, Elphaba sering kali diejek dan ditertawakan. Prasangka terhadapnya membuat menjadi orang yang dikucilkan.

Latar belakangnya membuat Elphaba memiliki simpati terhadap golongan binatang yang juga dikucilkan kelompok manusia.

Di dunia Elphaba, kelompok binatang bisa berbicara seperti manusia dan menjadi kelompok marjinal yang hak-haknya semakin dipersempit.

Awalnya, Elphaba berusaha mendekati Oz—penyihir pria yang diagung-agungkan masyarakat—untuk menolong para hewan.

Akan tetapi, Oz ternyata merupakan sosok di balik pengucilan binatang-binatang itu. Bagi Oz, publik perlu diberi “musuh bersama” supaya mereka dapat dipersatukan di bawah kekuasaannya.

Elphaba pun bergabung ke kelompok pemberontakan para hewan. Oz meresponsnya dengan melancarkan propaganda bahwa Elphaba juga “musuh bersama” yang mesti ditakuti karena sifatnya bengis.

Kematian adik perempuan Elphaba yang tiba-tiba, juga keputusan Glinda memberikan sepatu peninggalannya ke Dorothy, termasuk ke dalam hal-hal yang mendorong rasa frustrasi Elphaba.

Seiring berjalannya waktu, Elphaba pun menjadi karakter yang gelap dan pahit.

‘Dari mana sifat kejahatan berasal?’

Ketika Maguire tengah memikirkan tema-tema dan potensi cerita untuk Wicked, sebuah insiden membuatnya berpikir lebih dalam tentang sifat kejahatan.

Pada 12 Februari 1993, James Bulger yang baru berusia dua tahun dibunuh oleh dua anak berusia 10 tahun di Merseyside, Inggris.

Maguire mengikuti berita-berita tentang tragedi ini di televisi. Dia mengamati begitu banyak orang di program TV—dan percakapan sehari-hari—membahas kejahatan mengerikan yang dilakukan oleh anak-anak ini.

Maguire, yang saat itu tinggal di London, pun mulai merenung: “Bagaimana kedua anak itu bisa sampai melakukan kejahatan itu? Apa yang membuat mereka sanggup melakukannya?”

Diskusi-diskusi intelektual pun berlanjut tentang para pembunuh James Bulger. Faktor apa yang menjadi penyebabnya? Alasan sosiologis? Biokimia? Spiritual?

Semua diskusi itu mendorong Maguire untuk menelaah tema ini melalui novelnya, Wicked.

“Peristiwa sedih itu terbukti menjadi katalis bagi saya untuk menulis,” ujar Maguire.

Tak lama setelah Wicked dirilis, penulis peraih Pulitzer Prize, John Updike, mengutip buku itu dalam sebuah esai yang tentang topik kejahatan.

“Dia mengutip satu kalimat dari Wicked itu untuk esainya: ‘adalah sifat kejahatan untuk menjadi rahasia’. Dari 406 halaman novel, Updike menemukan satu kalimat yang merupakan kesimpulan paling komprehensif,” ujar Maguire.

Meski begitu, Maguire menegaskan bahwa dia tidak pernah menemukan “teori tunggal” tentang kejahatan.

Dia meyakini bahwa salah satu elemen kejahatan adalah kebencian terhadap diri sendiri. Menurut dia, adalah sifat manusia untuk bertahan hidup dan tidak menyakiti diri sendiri.

“Kalau kita membenci diri sendiri, kita akan menikam dunia daripada diri kita sendiri,” ujarnya.

Maguire menyebut rangkuman terbaik tentang topik kejahatan ditulis Graham Greene dalam novelnya, The Power and the Glory.

“Dia menulis bahwa sebagian besar kejahatan hanyalah kegagalan imajinasi,” ujarnya.

Greene menulis tentang bagaimana fasisme muncul “karena orang tidak dapat membayangkan bagaimana rasanya menjadi orang lain,” ujar Maguire.

Dalam Wicked, Maguire menunjukkan karakter Penyihir Oz menggunakan populisme dan propaganda untuk mempertahankan kendali atas Oz.

Semua itu digunakannya untuk melawan kelompok marginal yakni para hewan serta Elphaba yang melawannya.

Mengapa Wicked memberikan makna bagi banyak orang?

Novel Wicked pada awalnya tidak terjual laris ketika pertama kali terbit tahun 1995. Lama kelamaan, orang-orang mulai membicarakannya dan penjualannya pun meningkat.

“Setiap tahun penjualannya terus meningkat. Walaupun butuh waktu, lambat laun buku ini menjadi laris,” ujar Maguire.

Keputusan penggubah lagu Stephen Schwartz untuk mengadaptasi Wicked menjadi musikal membuat karya ini semakin populer.

Berbeda dengan versi novel, karakter Elphaba di musikal sengaja dibuat lebih ramah dan bersahabat. Sejak pertama kali diluncurkan di Broadway pada 30 Oktober 2003, Wicked masih terus ditampilkan sampai sekarang.

Kesuksesannya di Broadway membuat adaptasi Wicked ke layar perak hanya tinggal menunggu waktu saja.

Versi film Elphaba (dimainkan Cynthia Erivo) pun dibuat lebih mainstream ketimbang karakternya di novel Maguire. Alih-alih fokus ke Elphaba saja, versi film juga memberi perhatian lebih ke sudut pandang Glinda (Ariana Grande) yang nantinya dikenal sebagai Penyihir Baik.

Film dan musikal Wicked menaruh banyak perhatian ke pertemanan antara dua penyihir baik ini. Keduanya masuk ke kampus yang sama dan secara tidak sengaja menjadi teman sekamar.

Awalnya, Elphaba dan Glinda saling membenci satu sama lain, tapi lama kelamaan mereka menjadi sahabat. Pada saat yang bersamaan, kelompok minoritas di Oz yang terdiri dari para hewan mulai ditanggalkan hak-haknya.

Dana Fox, yang menulis film Wicked bersama Winnie Holzman, mengatakan kesuksesan Wicked tidak lepas dari kemampuan Maguire untuk menantang persepsi orang-orang.

“Sebelum buku Maguire, orang-orang bersikeras bahwa si penyihir hijau itu jahat. Titik. Tapi kalau Anda tanya ke mereka kenapa si penyihir itu sampai menjadi jahat, tidak ada yang bisa menjawabnya,” ujar Fox kepada BBC.

“Buku Maguire brilian karena ia menginterogasi pertanyaan itu.”

Bagi Fox, Wicked akan terus menjadi relevan karena “masih ada orang-orang yang termarjinalkan di masyarakat kita, atau diberi label jahat oleh penguasa”.

Karakter Elphaba yang lambat laun mampu menerima dirinya sendiri setelah dikucilkan begitu lama akan senantiasa relevan bagi banyak orang.

“Anda tidak harus memiliki kulit hijau untuk mengetahui rasanya dikucilkan itu seperti apa. Ada sedikit Elphaba di dalam kita semua. Empati yang begitu dalam ini yang membuat banyak orang menyukai pertunjukan dan cerita ini,” pungkasnya.

Wicked dirilis di Inggris, Amerika Serikat, dan Indonesia pada tanggal 22 November.

Anda bisa membaca artikel ini dalam bahasa Inggris berjudul ‘It was such a good idea’: Wicked author Gregory Maguire on the real meaning of the story that captivated the world di laman BBC Culture.

Baca juga:

  • Drama perampokan bank di London yang masih jadi misteri dan menjadi film
  • Kisah empat bocah bertahan hidup 40 hari di Hutan Amazon setelah pesawat jatuh
  • Pemain 456 muncul lagi dalam Squid Game season 2, kapan tayang?

Baca juga:

  • Kisah di balik The 13th Warrior, film yang mengawali citra positif Muslim di Hollywood
  • Film Thailand sukses membuat warganet berlinang air mata – ‘Menangislah ketika Anda merindukan seseorang’
  • Netflix digugat Rp2,7 triliun gara-gara serial Baby Reindeer
Leave a comment