Informasi Terpercaya Masa Kini

Nasi Ares Khas Adat Sasak, dari Tradisi ke Komersial

0 2

MATARAM, KOMPAS.com – Sebuah angkringan di Kota Tua Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), terlihat ramai pengunjung pada Kamis (21/11/2024). Kemewahan tempatnya menarik orang untuk datang.

Namanya Angkringan Kota Tua. Tampak beberapa lelaki sibuk di dapur terbuka. Suara aktivitas menggoreng dan suara obrolan para pembeli menyatu di tempat itu.

Sementara itu, seorang kasir yang terlihat cukup lelah menyapa pembeli dan siap mencatat pesanan pada laptop di depannya.

Di antara menu yang tersedia, terlihat satu menu yang membuat terkejut. Menu itu bertulis “Nasi Ares”. Harga yang tertera Rp 10.000. Menu yang biasanya hanya terdapat di acara pernikahan adat atau tahlilan umat Islam di Lombok. Kini, menu itu diperjualbelikan di tempat tersebut.

Baca juga: Mencicipi Sate Pusut Legendaris Hj Napisah, Kuliner Khas Lombok sejak 1976

“Ares ini menjadi khas di Angkotua (Angkringan Kota Tua) ini. Setahu saya, ares tidak pernah diperjualbelikan, hanya ada di acara-acara sini kan,” kata Ghany Barbarian (28), Kamis (21/11/204) petang.

Ghany yang mengaku pemilik Angkotua tersebut mengatakan makanan khas Suku Sasak tersebut laris terjual. Ia juga tidak menyangka menu yang terbuat dari pelepah pisang tersebut menjadi menu yang banyak dicari masyarakat setempat. Namun, ia enggan menyebutkan omzet dari hasil menjual menu tersebut.

Baca juga: Ayam Taliwang, Sensasi Lembut Ayam Kampung yang Tak Lekang Manjakan Lidah

Kuah santan bumbu kuning ares itu menggoda para pelanggan yang mengantre. Asap bumbu khas suku Sasak yang mengepul saat dihangatkan membuat beberapa pelanggan mencoba membuka panci yang tertutup berisi ares itu.

“Mungkin orang di sini yang tidak melihat potensi pasar. Meskipun awalnya saya mencoba-coba, syukurnya laris. Mau dua tahun tempat ini saya buka, ares masih menjadi menu favorit di sini selain nasi terlur, mi, sama bakar-bakaran itu,” katanya.

Tekstur yang lembut dengan kuah berwarna kuning segar yang menggoda para pembeli ingin terus mencicipinya. Terlihat, beberapa pembeli kembali ke kasir dengan membawa bekas piringnya untuk meminta refil.

Tidak hanya pada soal komersil, Ghany juga mencoba memasukkan tempe dalam ares. Biasanya, ares hanya berisi pelepah pisang.

“Di situ tempat bedanya kami, biar tidak terlihat sama dengan yang di acara-acara itu,” ujarnya.

Menurut Ghany, pelepah pisang yang dipilih harus muda karena lebih segar dan renyah. Kemudian, bahan yang digunakan untuk bumbu ares itu dari rempah.

Inovasi yang dilakukan Ghany, meskipun pengakuannya bukan asli orang Sasak, membantu para wisatawan yang berkunjung ke Lombok dapat menikmati makanan khas Lombok yang hanya terdapat di acara adat dan keagamaan tersebut.

Ia membuka angkringan tersebut dari pukul 17.00 Wita sampai pukul 05.00 Wita. Angkringan mulai ramai dikunjungi sewaktu malam hari.

Selain menjadi favorit tempat makan, angkringan miliknya itu juga menjadi tempat nongkrong favorit semua lintas generasi. Sebab, menu yang dijual makanan favorit tahun 90-an.

“Emang kita buat untuk semua kalangan bisa ke sini meskipun tempatnya terlihat mewah. Di sana kan ada kayak kopi jahe, nasi telur, wedang jahe, STMJ, banyak deh,” tutupnya.

Leave a comment