Kurang Matangnya Maskulinitas Jadi Faktor Pemicu “Fatherless”, Mengapa?
JAKARTA, KOMPAS.com – Bukan hanya ibu, peran ayah sangat dibutuhkan sang buah hati di dalam proses tumbuh kembangnya.
Sayangnya, sebagian orang masih belum menyadari betapa pentingnya kehadiran sosok ayah dalam pembentukan karakter anak.
Alhasil, banyak anak-anak yang tubuh tanpa kehadiran ayah secara fisik maupun emosional yang menjadi contoh untuk sang buah hati. Fenomena inilah yang dikenal dengan istilah ‘Fatherless’.
Baca juga:
- Psikolog: Cegah Fenomena Fatherless Harus dari Kesadaran Ayah
- 4 Dampak Fenomena Fatherless yang Membahayakan Anak
Founder Fatherman sekaligus praktisi parenting Islamic Ustadz Bendri Jaisyurrahman mengungkapkan, faktor pemicu fatherless karena semasa kecilnya, seseorang yang menjadi ayah tersebut tidak diajarkan menjadi laki-laki sejati.
Hal ini bukan semata berkaitan dengan faktor fisik, melainkan perilaku.
“Saya melihat bahwa fenomena ini disebabkan karena mereka tidak dilatih kelaki-lakiannya oleh figur laki-laki sehingga mereka tidak tahu bagaimana menjadi laki-laki yang sebenarnya,” kata Bendri dalam Podcast Kompas Lifestyle, Ruang Keluarga yang bertajuk ‘Fatherless Bikin Anak Mudah Jatuh Cinta pada Orang yang Salah’, Rabu (13/11/2024).
Menurutnya, kondisi ini menjadi tanda adanya “defisit” maskulinitas yang dialami sebagian laki-laki. Sebab dulunya, sisi maskulin mereka tidak dilatih sejak dini oleh sang ayah.
Oleh karenanya, Bendri menyebutkan bahwa masih banyak orang yang beranggapan bahwa laki-laki sejati hanya ditentukan melalui fisik yang kuat saja.
“Saya menyebutnya laki-laki KW itu bukan yang gemulai atau kemayu, tetapi ketika laki-laki sudah menjadi suami tapi tidak menafkahi istri atau parahnya lagi KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga). Itu sudah defisit maskulinitas,” jelas dia.
Bendri menilai, kondisi ini dapat terjadi karena mereka tidak memiliki sosok laki-laki yang baik untuk dicontoh.
Padahal, peran laki-laki, khususnya ketika menjadi seorang ayah, bukan cuma mengajarkan anak untuk menjadi sosok yang tangguh, tetapi juga bagaimana agar anak menjadi sosok yang bertanggung jawab.
“Makanya banyak laki-laki yang menjalankan peran fisik sebagai laki-laki tapi tidak memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab, tidak memuliakan perempuan, dan fisiknya kuat tapi jiwanya rapuh,” pungkasnya.