Informasi Terpercaya Masa Kini

Peneliti Unpad Ungkap Lingkar Pinggang Jadi Pertanda Penyakit Jantung

0 1

SUMEDANG, KOMPAS.com – Peneliti Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) mengungkapkan, lingkar pinggang dapat menjadi tanda utama sebagai faktor atas risiko penyakit jantung.

“Faktor utama yang dikaitkan dengan sindrom metabolik adalah lingkar pinggang, tekanan darah, kadar gula darah, rendahnya HDL atau kolesterol baik, dan tingginya kadar trigliserida atau LDL,” ujar peneliti Unpad, dr Gaga Irawan Nugraha menyampaikan hasil penelitiannya, Selasa (12/11/2024).

“Nah, kalau ada dua dari lima faktor yang disebutkan, maka tertegak dia mengalami kelainan metabolik atau sindroma metabolik. Jadi dari dua saja sudah cukup,” tutur Gaga.

Baca juga: Derita Bocor Jantung, Marselinus Abal Butuh Bantuan untuk Operasi di Jakarta

Gaga mengungkapkan, sindrom metabolik adalah kumpulan gejala kesehatan yang menjadi indikator peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, hingga diabetes.

Faktor-faktor sindrom metabolik itu, terutama lingkar pinggang berlebih dapat ditemukan pada orang-orang yang tampak sehat atau bahkan tidak mengalami obesitas.Temuan tersebut sekaligus meyakinkan bahwa orang dengan berat badan normal juga tetap memiliki risiko sindrom metabolik.

Di mana lingkar pinggang yang masuk dalam kategori berlebih adalah yang mencapai 80 cm bagi perempuan, dan 90 cm bagi laki-laki.

Baca juga: Peneliti Unpad: Kelangkaan Air Sebabkan Kekerasan terhadap Perempuan di Sumba

Berdasarkan temuan dari penelitiannya, sekitar 20 persen orang yang mengalami sindrom metabolik tidak mengalami obesitas sama sekali.

Kondisi tersebut disebabkan munculnya beberapa gejala utama seperti tekanan darah maupun gula darah yang tinggi.

Menurut Gaga, para ahli dari berbagai organisasi internasional sebenarnya memiliki kriteria yang berbeda mengenai faktor sindrom metabolik. Namun, perbedaan kriteria tersebut tetap mengacu pada satu faktor utama, yaitu lingkar pinggang berlebih.

“Jadi risikonya -penyakit jantung- memang para ahli itu membuat kriteria yang berbeda-beda. Tetapi, hampir sama isinya, pokoknya ada lingkar pinggangnya,” ujar Gaga dalam rilisnya. 

Obesitas, sambung Gaga, tetap menjadi masalah cukup serius bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, dalam beberapa tahun terakhir angka massa tubuh atau berat badan masyarakat Indonesia meningkat hingga tiga kali lipat.

Peningkatan tersebut, mencatatkan jumlah orang dewasa di Indonesia yang mengalami obesitas mencapai 35 persen. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa satu dari tiga orang dewasa di Indonesia kini mengalami obesitas.

Dengan demikian, stroke dan jantung koroner adalah penyakit yang harus mendapat perhatian lebih saat ini. Sebab, dua penyakit tersebut adalah penyebab kematian utama di Indonesia.

Stroke maupun jantung koroner, saat ini menempati peringkat pertama dan kedua sebagai penyebab kematian paling banyak di Indonesia. Kekhawatiran juga muncul karena penyakit tersebut mulai sering terlihat pada orang-orang dengan rentang usia 40 hingga 50 tahun.

Gaga menjelaskan, sebenarnya hanya 13 persen orang yang memiliki penyakit sindrom metabolik tanpa obesitas. Namun, kategori tersebut justru memiliki tingkat mortalitas atau kematian yang paling tinggi.

“Jadi orang yang kurus dan punya kelainan metabolik, itu lebih berisiko mengalami penyakit kronis dan menyebabkan kematian dibanding orang yang obesitas,” ujarnya.

Gaga juga menganjurkan masyarakat agar bisa melakukan deteksi mandiri terkait gejala yang meningkatkan risiko penyakit jantung, mulai dari mengecek lingkar pinggang di rumah, rajin memantau berat badan, hingga rutin melakukan tes tekanan darah.

Mengenai faktor pemicu risiko penyakit jantung, kata dia, ada beberapa kekeliruan utama di masyarakat yang berkaitan dengan gaya hidup tidak sehat.

Pertama, orang-orang yang tidak makan pagi lebih besar berpotensi terkena obesitas maupun diabetes. Pasalnya, sarapan pagi menjadi salah satu waktu paling penting untuk mengisi tubuh dengan makanan.

Menurut Gaga, ketika seseorang tidak sarapan pagi, maka otak akan tetap memberikan sensor lapar dan menyebabkan makan tidak teratur pada siang, sore, dan malam harinya.

Tidak teraturnya pola makan, menyebabkan otak mengirim sinyal lapar dan kenyang yang tidak teratur, sehingga akan terus-terusan merasa lapar.

“Nah inilah yang seringkali disebut bahwa orang tuh lapar terus-terusan. Karena pola makan yang tidak teratur, sehingga sinyal laparnya tidak jelas,” ucap Gaga.

Selain itu, konsumsi makanan yang tinggi karbohidrat sederhana seperti gula dan tepung juga harus dikurangi apabila seseorang ingin memperbaiki pola makan dan mencegah diri dari obesitas.

Guna menjaga tubuh dari gejala sindrom metabolik, Gaga mengatakan olahraga rutin dan teratur menjadi kiat untuk menjaga tubuh, dengan durasi sedikitnya 150 menit olahraga ringan-sedang dan 75 menit olahraga berat dalam satu minggu, cukup untuk menjaga kondisi badan tetap ideal.

Pasalnya, Gaga menjelaskan, ketika olahraga maka tubuh akan menggunakan lemak yang tertimbun di dalam tubuh sebagai sumber energi. Gula-gula yang menumpuk di dalam tubuh juga bisa digunakan oleh otot ketika berolahraga.

“Jaga pola makan dan komposisi makanan yang baik untuk menerapkan gaya hidup sehat agar terbebas dari sindrom metabolik yang menyebabkan risiko penyakit jantung mematikan,” tuturnya.

Leave a comment