Industri Ungkap Ada Loper Susu yang Sebabkan Kualitas Turun
Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) mengungkap persoalan kualitas merupakan hal utama yang menyebabkan serapan susu lokal minim. Isu kualitas susu juga disebut muncul karena kehadiran loper susu.
Direktur Eksekutif AIPS, Sony Effendhi, menyebut dalam tata niaga persusuan, susu disalurkan dari peternak ke kelompok peternak, lalu ke Koperasi Unit Desa (KUD) kemudian ke Industri Pengolahan Susu (IPS).
Belakangan, ada kehadiran loper susu yang mengambil susu dari peternak secara door to door dengan harga lebih tinggi dari yang dibayar KUD. Permasalahannya, loper ini tidak memiliki peralatan yang memadai untuk pengecekan dan penyimpanan susu dalam pendinginan. Akibatnya susu yang disimpan untuk menunggu waktu setoran diberi zat tambahan agar susu tidak rusak selama penyimpanan.
“Tata niaga susu itu kan tidak ada loper ya, jadi hanya kelompok ternak, KUD, KIPS gitu ya, nah karena sesuatu hal ada loper ini, loper yang ngambilin susu dari masyarakat, dari peternak door to door, mereka kan enggak punya peralatan yang memadai untuk ngecek susu, mereka juga belum punya peralatan yang memadai untuk nyimpan susu pendinginan gitu ya, akibatnya kan susu ini kan dikumpulkan dikit-dikit enggak bisa disetor langsung hari itu sehingga dikumpulin, nah supaya enggak rusak mereka nambahkan sesuatu nah kan,” ungkap Sony kepada kumparan, Selasa (12/11).
Sony juga mendapati adanya peternak atau oknum yang menambahkan beberapa zat untuk meningkatkan volume susu dengan air, sirup gula, minyak nabati dan pengental.
“Kadang-kadang dari peternak, kadang-kadang dari oknum itu nambahkan air supaya volumenya nambah gitu kan, nah supaya tidak menjadi encer mereka nambahkan sirup gula gitu kan, mereka menambahkan minyak nabati, mereka nambahkan pengental kayak gini gitu ya. Ada zat berbahaya, ada yang berbahaya, ada yang gak gitu kan,” jelasnya lebih lanjut.
Dalam kondisi ini, potensi zat berbahaya menjadi hal yang diantisipasi oleh industri karena industri memprioritaskan keamanan pangan dan keselamatan konsumen.
“Nah yang berbahaya ini kanz menyalahkan aturan keamanan pangan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) ya kan, nah kami kan sangat strict kesitu kan karena keamanan pangan, keselamatan konsumen itu menjadi prioritas utama perusahaan, semua perusahaan susu ya sehingga kami enggak akan menerima susu-susu seperti itu,” kata Sony.
Sony menjelaskan, persentase susu yang ditolak IPS juga kecil. Penolakan yang ada juga didominasi oleh faktor kualitas.
“Sebetulnya yang ditolak oleh IPS itu berapa persen sih? kecil, kebanyakan itu kan diserap jadi yang ditolak ini kebanyakan karena kualitas, ada aspek yang lain saya enggak bisa mengetahui mengapa masing-masing itu ada yang ngurangin, ada yang nolak gitu saya enggak ngerti ini cuman dari aspirasi anggota (AIPS) itu kebanyakan aspek kualitas ini yang dominan gitu,” terangnya.
Ketika ditanya soal apakah biaya yang dikeluarkan industri untuk susu impor lebih murah daripada susu lokal, Sony menjelaskan susu impor tidak lebih murah. Selisih harga kedua jenis susu tersebut juga menurut Sony tidak berbeda secara signifikan.
“Tidak (lebih murah), seperti komoditi yang lain lah, dia akan naik turun, jadi ada periode dia mahal, ada periode dia murah gitu. Nah susu peternak ini kan harganya konstan dan cenderung naik, setelah naik itu enggak bisa turun gitu. Kalau susu dunia itu kan naik turun jadi yang lalu gitu ya. Jadi 10 tahun lalu dibanding dulu dan sekarang itu terjadi jadi kadang harga lebih murah kadang harga lebih mahal gitu dan selisih juga enggak signifikan sih,” ungkap Sony.