Ini Perusahaan yang Bikin Sritex Pailit, Pemiliknya Bukan Orang Sembarangan
KOMPAS.com – Raksasa tekstil Asia Tenggara PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex divonis pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang (Sritex pailit). Perusahaan ini tengah masalah keuangan yang sangat pelik.
Sritex tercatat sudah merugi selama empat tahun berturut-turut sejak 2021. Perusahaan milik Keluarga Lukminto ini juga dibebani utang sebesar 1,597 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 25 triliun (kurs Rp 15.600).
Emiten berkode SRIL ini masih bisa selamat dari pailit melalui upaya kasasi atas putusan pailit Pengadilan Niaga Semarang. Manajemen menyatakan operasional perusahaan pun masih berjalan normal dan belum ada rencana melakukan PHK karyawan.
Jika dinyatakan pailit, maka aset perusahaan akan dijual untuk membayar kewajiban. Sebelumnya, perusahaan yang berbasis di Kabupaten Sukoharjo ini digugat pailit oleh vendornya PT Indo Bharta Rayon karena polemik utang yang belum terbayarkan.
Sritex bersama dengan perusahaan afiliasinya, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dianggap telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kewajiban kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon.
Baca juga: Sritex Masih Punya Utang ke 27 Bank, Ini Tanggapan OJK
Penggugat Pailit Sritex
Melansir situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, penggungat ke pengadilan hingga Sritex pailit adalah perusahaan bernama PT Indo Bharta Rayon.
Dilihat dari laman resminya, PT Indo Bharat Rayon adalah perusahaan yang didirikan sejak tahun 1980 dan memiliki pabrik besar di Purwakarta, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi mencapai 200.000 tpa.
PT Indo Bharat Rayon juga mengklaim sebagai perusahaan pelopor produksi serat stapel viscose (VSF) di Indonesia, sekaligus merupakan produsen VSF terbesar kedua di dunia di satu lokasi.
VSF adalah bahan tekstil yang bukan berasal dari kapas. VSF merupakan serat buatan yang terbuat dari selulosa yang berasal dari bubur kayu.
Serat ini memiliki karakteristik mirip kapas dan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan benang untuk pakaian, perlengkapan rumah tangga, dan lainnya. Di tingkat global, produsen VSF terbilang sangat sedikit.
Baca juga: Pemerintah Tak Ikut Selesaikan Utang Sritex, Airlangga: Kami Hanya Fasilitator
PT Indo Bharat Rayon juga memproduksi bahan kimia seperti natrium sulfat anhidrat dan asam sulfat, yang digunakan dalam industri deterjen, kaca, pewarnaan tekstil, dan pulp dan kertas.
Selain pasar domestik, PT Indo Bharat Rayon juga mengekspor produknya ke AS, Eropa, Turki, Jepang, Korea, Cina, Maroko, Filipina, Malaysia, dan banyak negara lainnya.
Milik konglomerat India
PT Indo Bharat Rayon merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang berada di bawah Aditya Birla Group. Perusahaan ini didirikan konglomerat India Seth Shiv Narayan Birla dan kini diteruskan anaknya, Kumar Mangalam Birla.
Kumar Birla saat ini menduduki peringkat kedelapan orang terkaya di India dengan kekayaan 24,8 miliar dollar AS.
Dilansir dari situs resminya, Aditya Birla Group adalah perusahaan raksasa multinasional asal Mumbai India. Selain tekstil, grup perusahaan ini juga memiliki binis logam, semen, layanan keuangan, energi terbarukan, kimia, tambang, hiburan, dan properti.
Aditya Birla Group memiliki tujuh perusahaan yang terdaftar di bursa, dan total kapitalisasi pasar mereka per Maret 2024 lebih dari 100 miliar dollar AS.
Baca juga: Masuk Daftar Kreditur Sritex, BNI Buka Suara
Perusahaan-perusahaan terkenal India yang dimiliki grup ini seperti UltraTech Cement, Hindalco, Novelis, Grasim, Aditya Birla Capital, Aditya Birla Fashion and Retail, dan Vodafone Idea.
Masih dilihat di situsnya, Aditya Birla Group mengoperasikan bisnis di Indonesia melalui PT Indo Bharta Rayon di bidang produksi tekstil berbahan VSF.
Tak cuma PT Indo Bharta Rayon, konglomerasi dari India ini juga menjalankan bisnis manufaktur yang berlokasi di Indonesia melalui 3 perusahaan lainnya.
Pertama adalah PT Elegant Textiles (PTE) yang merupakan pabrik pertama Aditya Birla Group di Indonesia yang dibangun sejak 1973.
PTE merupakan salah satu produsen benang pintal rayon terbesar di dunia, yang menyumbang hingga 10 persen dari perdagangan benang pintal rayon global.
PTE merupakan eksportir benang pintal rayon dan rayon-poliester terbesar dengan pangsa pasar 20-30 persen dari Indonesia.
Sekitar 70-80 persen produknya diekspor ke pelanggan di AS, Turki, Korea, Jepang, Italia, Yunani, Spanyol, Brasil, Argentina, dan lokasi lain di Eropa dan kawasan Asia Pasifik.
Baca juga: Bos Sritex: Permendag 8/2024 Biang Kerok Bisnis Tekstil, Apa Isinya?
Hampir setengah dari produksi PT Elegant melayani segmen khusus, seperti kain berkualitas tinggi untuk aplikasi medis, sarung jok mobil, pelapis jok, dan produksi benang hias di antara penggunaan lainnya.
Kedua ada PT Indo Liberty Textiles yang merupakan pabrik pembuat benang milik Aditya Birla Group yang berlokasi di Karawang.
Didirikan pada tahun 1995, fasilitas produksinya dilengkapi dengan 161.856 Spindle dan 4.440 Open End Rotor. Fasilitas ini melayani kebutuhan klien Aditya Birla Group di seluruh dunia.
Ketiga yakni PT Sunrise Bumi yang merukan pabrik pembuat benang Aditya Birla Group yang berlokasi di Jakarta, Indonesia.
Didirikan pada tahun 1979, fasilitas ini memiliki kapasitas 90.816 spindle dan 2.800 open-end rotor. Fasilitas ini melayani tiga segmen utama Aditya Birla Group, yaitu fesyen dan pakaian, tekstil rumah, dan tekstil teknis.
Indonesia juga merupakan pasar utama bagi bisnis komoditas dan perdagangan grup ini, Aditya Birla Global Trading.
Baca juga: Sritex Pailit tetapi Bisa Lakukan Ekspor dan Impor? Ini Penjelasan Airlangga
Perlawanan Sritex
Beberapa hari pasca-putusan pailit dari PN Semarang, Sritex resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Manajemen Sritex menyatakan bahwa langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab terhadap semua pemangku kepentingan, termasuk kreditur, pelanggan, karyawan, dan pemasok.
“Kami menghormati putusan hukum tersebut dan merespons cepat dengan melakukan konsolidasi internal serta konsolidasi dengan para stakeholder terkait,” tulis manajemen dalam keterangan resminya.
Kasasi tersebut telah diajukan ke Mahkamah Agung pada hari ini, dengan harapan dapat menyelesaikan persoalan pailit secara baik dan memastikan terpenuhinya kepentingan semua pihak yang terlibat.
Sritex, yang telah beroperasi selama 58 tahun dan menjadi bagian penting dari industri tekstil Indonesia, menyatakan bahwa putusan pailit ini tidak hanya berdampak langsung pada 14.112 karyawan, tetapi juga mencakup 50.000 pekerja secara keseluruhan, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mendukung proses bisnis perusahaan.
“Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain, agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan,” tulis Sritex.
Baca juga: Sritex Dinyatakan Pailit, Wamenaker: Saya Pastikan Tak Ada PHK terhadap Buruh