Soal Biaya UKT yang Mahal, Wamendiktisaintek Prof Stella Beri Penjelasan
KOMPAS.com – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Prof. Stella Christie menyoroti masalah biaya kuliah yang dinilai masih terbilang tinggi.
Menurut Prof. Stella, jika dipersentasekan saat ini pemerintah tengah mengarah memberikan keadilan dalam hal biaya kuliah.
“Kalau kita berbicara tentang keadilan, sebenarnya sudah ada kebijakan-kebijakan yang dilakukan kementerian, yang sungguh ingin ke arah keadilan,” kata Prof. Stella di Djakarta Theater, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Baca juga: Puluhan Camaba Unri Mundur karena UKT Mahal, Kemendikbud: Bisa Minta Keringanan
Prof. Stella kemudian memaparkan persentase data mahasiswa yang membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) di tahun 2023.
Kata dia, ada 24,4 persen mahasiswa yang membayar pada kelompok UKT 1 atau pada kisaran Rp 500.000 hingga Rp 1 juta, kemudian mahasiswa yang membayar kelompok UKT menengah ada 69,7 persen dan,mahasiswa yang membayar di kelompok UKT tinggi hanya 5,9 persen.
“Memang ini belum ideal (persentase biaya UKT). Tetapi arah ke arah situ, ke arah untuk lebih bisa untuk menyeluruh kepada keluarga dari berbagai bidang ekonomi sosial,” ujarnya.
Prof. Stella juga memaparkan data persentase mahasiswa yang masuk melalui jalur prestasi undangan saat membayar UKT di kampus.
Ia menjelaskan, pada jalur masuk ada 29 persen mahasiswa yang membayar UKT pada kelompok 1 atau berkisar pada nominal Rp 500.000 hingga Rp 1 juta.
Sementara mahasiswa yang membayar pada kelompok UKT tinggi di undangan berprestasi hanya 3,7 persen.
Baca juga: 5 Beasiswa S1-S3 Luar Negeri yang Penerimanya Tidak Wajib Balik ke Indonesia
“Dengan kata lain, kalau bagi anak-anak yang berprestasi, ini memang dikhususkan bahwa UKT-nya itu serendah-rendahnya, berdasarkan kemampuan ekonominya,” ungkapnya.
Prof. Stella memahami dalam memberikan pemerataan pada pembayaran UKT masih harus terus ditingkatkat.
Ia pun menegaskan perlunya kerja sama antar pihak untuk menghasilkan pendidikan berkualitas dengan tetap memerhatikan keadilan bagi mahasiswa dan kesejahteraan dosen.
“Karena kita tidak bisa hanya melihat dari jumlah UKT-nya saja.Tetapi kita juga harus memikirkan biaya yang diperlukan untuk menghasilkan pendidikan tinggi yang berkualitas,” pungkas Prof. Stella.