Informasi Terpercaya Masa Kini

Kronologi Guru Honorer Supriyani Ditahan,Ribuan Guru Demo,Menteri Prabowo Beri Kabar Bahagia

0 2

Kronologi guru honorer Supriyani ditahan berawal dari tuduhan janggal bahwa ia memukul anak polisi lalu kasusnya viral dan ribuan guru pun demo.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah kabinet Prabowo Gibran pun turun tangan memberikan kabar gembira untuk Supriyani.

Lalu siapa oknum polisi yang melaporkan Supriyani ini dan apa yang dianggap janggal dari kasus tersebut?

BANGKAPOS.COM – Kasus guru honorer di Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara bernama Supriyani viral jadi sorotan.

Kasus guru Supriyani yang sempat ditahan namun kini sudah ditangguhkan ini terus berjalan di persidangan.

Bagaimana kasus ini viral dan awal mulanya tuduhan itu datang?

Supriyani adalah guru honorer SDN 4 Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Diketahui, Supriyani sempat ditahan setelah dituduh memukuli anak muridnya berinisial D (6).

Korban diketahui anak dari personel di Polsek Baito.

Kasus ini bermula sejak akhir April 2024 lalu.

Pengacara Supriyani, Andre Darmawan mengungkap awal mula kliennya yang merupakan guru sekolah dasar di Konawe Selatan dilaporkan menganiaya murid.

Murid tersebut merupakan anak Kanit Intelkam Polsek Baito, Aipda Wibowo Hasyim.

Aipda Wibowo Hasyim pula lah yang melaporkan Supriyadi dengan tuduhan menganiaya anaknya.

Awalnya anak tersebut ditanya oleh ibunya, Nurfitriana. Saat itu ia mengaku luka di pahanya akibat jatuh di sawah.

Namun, setelah didesak oleh Aipda Wibowo Hasyim, anaknya mengubah pengakuan dan menyatakan, ia dianiaya oleh gurunya, Supriyani.

“Ditanya ibu korban, awalnya anak ini mengakunya jatuh di sawah. Kemudian ayahnya tidak percaya akhirnya didesak, kemudian anak ini akhirnya membuat pengakuan yang berbeda bahwa ia dianiaya oleh ibu Supriyani,” kata Andre Darmawan, dikutip dari Youtube Kompas TV pada Rabu, 23 Oktober 2024.

Setelah mendengar pengakuan tersebut, orang tua korban melaporkan Supriyani ke pihak kepolisian, yang berujung pada penahanan guru honorer itu.

Sementara itu, wali kelas korban, Lilis, menegaskan dirinya tidak melihat adanya insiden pemukulan.

Namun, kesaksian Lilis tidak dipertimbangkan oleh penyidik dan kejaksaan, yang lebih mengutamakan pengakuan anak sebagai barang bukti.

Pada proses mediasi, Nurfitriana awalnya tidak memaafkan Supriyani.

Namun, setelah memberikan maaf, ia merasa tidak terima ketika mendengar, Supriyani meminta maaf dengan tidak ikhlas.

Hal ini mendorong Nurfitriana dan suaminya untuk melanjutkan proses hukum.

Pengakuan Supriyani dan Uang Rp 50 Juta

Setelah dilaporkan, Supriyani ditelepon penyidik Resrim Polsek Baito dan dipaksa untuk mengakui telah memukul siswa.

“Saya ditelepon beberapa kali sama penyidik untuk diminta mengaku saja kalau bersalah.”

“Saya tidak pernah memukul anak itu apalagi dituduh pakai sapu,” beber Supriyani.

Pihak korban menawarkan jalur damai dengan syarat membayar uang Rp50 juta.

Nominal tersebut diucapkan kepala desa saat proses mediasi.

“Pak desa yang tadinya menawarkan ke orang tua murid, tapi orang tuanya tidak mau kalau di bawah Rp50 juta, dia minta siapnya Rp50 juta,” katanya.

Selama 16 tahun menjadi guru honorer, baru kali ini Supriyani berurusan dengan hukum.

Ia mengaku heran dituduh memukul korban padahal tak mengajar di kelasnya.

“Saya berada di Kelas 1B sementara anak itu berada di dalam Kelas 1A. Jadi tidak ketemu di hari itu,” katanya, dikutip dari TribunnewsSultra.com.

Kasus ini sebelumnya sudah melalui beberapa kali mediasi namun buntu.

Dalam proses mediasi itulah Supriyani mengaku diminta membayar uang damai Rp50 juta agar laporan kasus ini dicabut.

Namun Aipda Wibowo Hasyim membantah kesaksian Supriyani dan menegaskan tak ada permintaan uang damai Rp50 juta.

“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu pak (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” kata Wibowo Hasyim.

Awalnya keluarga enggan melaporkan dugaan pemukulan yang terjadi pada Rabu (24/4/2024) silam.

“Kami sampaikan bahwa beri kami waktu untuk untuk mendiskusikan ini beri istri saya waktu untuk berpikir.”

“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama,” kata Wibowo Hasyim.

Mediasi tak menemukan jalan keluar dan Supriyani tetap membantah melakukan pemukulan sehingga keluarga membuat laporan polisi.

Sementara itu, kuasa hukum Supriyani, Syamsuddin, menjelaskan uang damai Rp50 juta diminta saat proses mediasi yang dihadiri kepala desa.

“Tetapi saat itu pihak korban memintai uang Rp50 juta sebagai uang damai dalam kasus tersebut,” tuturnya.

Kata Pihak Sekolah

Kepala SDN 4 Baito, Sana Ali, menyatakan kronologi pemukulan yang diungkapkan petugas kepolisian janggal.

Ia menjelaskan tak ada guru yang melihat aksi pemukulan hingga mendengar suara kesakitan.

“Yang janggalnya ini yang dituduhkan itu pada saat kejadian semua guru ada di sekolah, tapi mereka tidak melihat bahwa ada kejadian termasuk guru kelasnya itu sampai pulang anak itu tidak ada kejadian apa-apa di sekolah,” katanya.

Selama ini, Supriyani dikenal sebagai guru yang pendiam dan tak pernah melakukan kekerasan fisik selama 16 tahun mengajar.

“Kalau Ibu Supri jangankan bicara seperti itu bicara saja itu kecuali ditanya baru bicara. Pokoknya orangnya lembut makanya saya kaget seperti tidak masuk akal. Kalau untuk anaknya memang agresif kalau di sekolah,” tuturnya.

Personel Polsek Baito Dipanggil Propam

Dalam proses penyelidikan, Supriyani menyatakan dirinya dipaksa untuk mengaku telah memukul siswa menggunakan sapu.

Proses penyelidikan yang dilakukan Polsek Baito dianggap janggal sehingga Polda Sultra turun tangan.

Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol. Moch Sholeh, mengatakan sejumlah personel Polsek Baito telah dimintai keterangan.

Selain itu, sejumlah saksi juga dipanggil untuk proses penyelidikan.

“Sudah (ada pemeriksaan), semuanya diperiksa masyarakat juga anggota (Polsek Baito,” paparnya, Rabu (23/10/2024).

Menurutnya, Propam Polda Sultra akan mendalami cara personel Polsek Baito menetapkan tersangka.

Keterangan dari personel Polsek Baito akan disesuaikan dengan SOP penyelidikan yang berlaku.

Ia belum dapat mengungkapkan jumlah personel Polsek Baito yang diperiksa.

Kasubdit 4 Renakta Reskrimmum Polda Sultra, Kompol Asrianto Indra Asrianto, menyatakan tim khusus dibentuk unuk proses audit terhadap para personel Polsek Baito.

“Polda Sultra telah membentuk tim terdiri dari Propam, dan Ditreskrimum sejak kemarin telah melakukan asistensi dan supervisi ke Polres Konsel terkait dengan kejadian yang tengah viral ini,” bebernya.

Polda Sultra menurunkan tim untuk mengusut dugaan adanya pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus ini.

Wakapolda Sultra, Brigjen Pol Amur Chandra Juli Buana menuturkan tim yang dibentuk tersebut mengatensi terkait adanya isu permintaan uang damai sebesar Rp50 juta yang ditawarkan oleh Aipda WH kepada Supriyani.

Buana mengatakan tim tengah mendalami terkait kebenaran isu tersebut.

“Soal isu-isu lain (dugaan pelanggaran prosedur), masih kami dalami. Kami dari Polda Sultra sudah menurunkan tim untuk mencari pembuktian terhadap isu-isu yang beredar,” ujarnya, Selasa (22/10/2024).

Selain itu, Buana mengatakan ada dugaan pelanggaran prosedur penanganan kasus di mana Aipda WH mengambil barang bukti sapu ijuk yang disebut digunakan Supriyani untuk memukul anaknya dan bukannya dilakukan oleh penyidik dari Polsek Baito.

Dia pun berharap penyelidikan yang dilakukan oleh tim dapat segera diketahui dalam waktu dekat.

“Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan kita ketahui hasilnya dan akan kita sampaikan kepada masyarakat,” ujarnya.

Penahanan Supriyani Ditangguhkan

Supriyani kini telah dibebaskan dari Rutan Perempuan Kelas III, Kendari, setelah penahanan terhadapnya ditangguhkan oleh PN Andoolo pada Selasa (22/10/2024).

Adapun penangguhan penahanan terhadap Supriyani ini berdasarkan surat Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan dengan nomor: 110/Pen.Pid.Sus-Han/2024/PN Adl.

Dalam penangguhan penahanan ini, ada tiga syarat yang harus dipatuhi oleh Supriyani yaitu tidak melarikan diri, tak menghilangkan barang bukti, dan sanggup menghadiri setiap persidangan.

Sementara, saat keluar dari rutan, Supriyani langsung disambut tangis oleh keraba dan rekan-rekannya yang sudah menunggu di luar pintu rutan.

Mereka pun menangis histeris saat Supriyani keluar dari rutan.

“Ya Allah, ya Allah, ya Allah,” teriak seorang perempuan.

Sosok yang mengenakan seragam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) itu langsung memeluknya sembari menangis.

Supriyani juga tampak tidak bisa menahan tangisnya ketika keluar dari rutan.

Selain rekan sejawat, suami Supriyani pun turut ikut menjemputnya bersama anggota lembaga bantuan hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) yang mendampinginya.

Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, menuturkan adanya kejanggalan dalam kasus ini.

Andri mencontohkan dakwaan jaksa yang tidak sesuai.

“Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), korban dipukul menggunakan sapu sebanyak satu kali, saat dicocokan dengan bekas luka korban rasa-rasanya janggal sekali,” tuturnya.

Kejanggalan lain yang ditemukan oleh Andri adalah terkait luka tubuh pada korban yang dalam keadaan melepuh.

Padahal, berdasarkan penyidikan, luka yang dialami anak Aipda WH karena luka pukulan sapu.

Selain itu, Andri menuturkan Supriyani merupakan wali kelas 1B dan korban adalah siswa kelas 1A sehingga korban bukanlah anak perwalian kliennya.

Kemudian, dalam dakwaan, waktu kejadian pemukulan disebut terjadi pada pukul 10.00 WITA.

Namun, berdasarkan kesaksian wali kelas korban yaitu berinisial LI, pada jam tersebut, seluruh murid telah pulang ke rumah dan kelas dalam keadaan kosong.

“Ini tidak sesuai, tidak sinkron kerena keterangan wali kelas korban saat jam tersebut murid telang pulang, pertanyaannya siapa yang dipukul,” katanya.

Pengakuan di Sidang

Mengutip kompas.tv, Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menggelar sidang perdana kasus dugaan penganiayaan anak polisi dengan terdakwa Supriyani yang merupakan guru honorer, Kamis (24/10/2024).

Ribuan orang hadir di PN Andoolo untuk memberikan dukungan dan semangat.

Supriyani (36), guru honorer SDN 4 Baito, Konawe Selatan, hadir mengenakan jilbab hitam sekitar pukul 10.00 WITA.

 ”Saya tidak pernah melakukan pemukulan yang dituduhkan. Berharap bisa bebas dari tuntutan,” katanya, sebelum memasuki ruangan sidang.

Dalam sidang yang dipimpin Stevie Rosano selaku hakim ketua tersebut, jaksa penuntut umum (JPU), Ujang Sutrisna, membacakan dakwaan.

Jaksa mendakwa Supriyani melakukan kekerasan terhadap CD (8) pada Rabu, 24 April 2024 sekitar pukul 10.00. Kekerasan itu disebut dilakukan dengan cara memukul memakai gagang sapu.

”Saat berlangsung proses belajar-mengajar, saksi Lilis Herlina Dewi meninggalkan ruang kelas untuk ke ruangan kepala sekolah. Terdakwa lalu masuk ke kelas IA dan mendekati korban yang sedang bermain-main dengan rekannya dan langsung memukul korban sebanyak satu kali dengan menggunakan gagang sapu ijuk,” kata Ujang membacakan dakwaan.

Jaksa menyebut akibat kekerasan yang dilakukan terdakwa, korban mengalami luka memar dan lecet di paha belakang, sesuai hasil visum Puskesmas Pallangga pada Jumat, 26 April 2024.

Mendengar dakwaan tersebut, Supriyani hanya menggeleng dan sesekali mengusap mata dengan jilbabnya.

Supriyani terancam hukuman pidana Pasal 80 Ayat (1) juncto Pasal 76 huruf C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Menanggapi dakwaan jaksa, Syamsuddin, kuasa hukum Supriyani, meminta waktu untuk membacakan eksepsi. Ia meminta waktu hingga pekan depan.

Sementara jaksa Ujang memohon kepada hakim untuk mempercepat persidangan. Mereka beralasan siap menghadirkan saksi, membacakan tuntutan, demi keadilan yang cepat dan berbiaya murah.

”Kami juga tetap harus memberikan kesempatan dan hak kepada terdakwa. Oleh karena itu, sidang ditunda hingga Senin (28/10/2024),” kata majelis hakim.

Ribuan Guru Demo

Sebagai bentuk solidaritas, ribuan guru dari berbagai wilayah datang ke Konawe Selatan pada sidang perdana tersebut.

Ada bahkan yang berasal dari Buton, Konawe Utara, Kota Kendari turut dalam aksi demonstarasi yang berlangsung di area PN Andoolo. 

Massa aksi ini sudah berdatangan sejak pagi hari mengenakan seragam PGRI atau Persatuan Guru Republik Indonesia. 

Meski cuaca terik tak menjadi kendala bagi mereka untuk berkerumun di area pengadilan. 

Ada yang mengenakan payung untuk melindungi dari sinar matahari.

Mereka berorasi untuk menuntut keadilan pada Supriyani. 

Menteri Prabowo Turun Tangan

Setelah viral, Mendikdasmen Prof Abdul Mu’ti MEd turun tangan dan buka suara.

Kemendikdasmen merencanakan pengangkatan Supriyani sebagai guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) melalui jalur afirmasi.

Hal itu disampaikan oleh Mendikdasmen Prof Abdul Mu’ti MEd saat berbincang bersama para wartawan bidang pendidikan di kantornya Gedung A, Kemendikbud, Senayan, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23/10/2024).

“InsyaAllah ada jalur afirmasi dari Kemendikbudristek untuk guru Supriyani. Kami akan bantu afirmasi untuk beliau agar bisa diterima sebagai guru PPPK,” tegas Abdul Mu’ti.

Ternyata Supriyani kini diketahui tengah mengikuti seleksi PPPK guru.

Supriyani pun akan langsung diterima melalui jalur afirmasi.

Selain itu, Mu’ti menambahkan hal ini juga sudah dikondisikan dengan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Prof Dr Nunuk Suryani MPd.

“Ini jadi komitmen kami agar bagaimana guru-guru mengajar dengan baik dan mudah-mudahan kasus seperti ini tidak terjadi di masa mendatang,” tambahnya.

Saat kasus guru Supriyani ini mencuat, Mu’ti langsung berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Bukan untuk kasus hukumnya, karena wewenang itu di luar wewenang Mendikdasmen.

Namun karena peristiwanya terjadi di sekolah dan menyangkut guru, maka Kemendikdasmen langsung turun tangan.

“Hasil pertemuan pada pengadilan negeri (PN) Andoolo. Ketua PN mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Supriyani,” kata Mu’ti.

(tribunnewswwiki.com/tribun network/kompas.tv/ Tribunsultra/ bangkapos.com)

Leave a comment