Letnan Kolonel Yusuf Bakrie si Jagal Dari Tirtomoyo
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
—
Intisari-online.com – Kabut pagi masih menyelimuti lereng Gunung Lawu, embun menggantung di pucuk-pucuk cemara, ketika derap langkah pasukan memecah kesunyian pagi di Tirtomoyo.
Letnan Kolonel Yusuf Bakrie, komandan pasukan, berjalan dengan tegap, wajahnya keras, sorot matanya tajam. Di balik seragamnya yang rapi, tersimpan gejolak amarah dan dendam yang membara.
Peristiwa pembantaian di Tirtomoyo pada bulan Januari 1949 merupakan salah satu tragedi kemanusiaan paling kelam dalam sejarah Indonesia.
Letnan Kolonel Yusuf Bakrie, komandan Wehrkreise III, memimpin pasukannya membantai ratusan penduduk desa yang dituduh terlibat atau bersimpati dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Namun, apa yang sebenarnya mendorong Yusuf Bakrie melakukan tindakan brutal ini?
Untuk memahami tragedi ini, kita perlu menelusuri akar permasalahan, menyelami pergolakan batin sang letnan kolonel, dan mengungkap fakta-fakta sejarah yang tersembunyi di balik kabut waktu.
Bayang-bayang Madiun
Peristiwa Madiun 1948 menjadi titik balik penting dalam perjalanan hidup Yusuf Bakrie. Pemberontakan PKI di Madiun, yang dipimpin oleh Musso dan Amir Sjarifuddin, meninggalkan luka mendalam di hati Yusuf Bakrie.
Ia menyaksikan sendiri bagaimana kekejaman PKI merenggut nyawa rekan-rekannya, menghancurkan tatanan masyarakat, dan mengancam kedaulatan negara.
“Saya telah melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimana kekejaman PKI di Madiun,” ujar Yusuf Bakrie dalam sebuah wawancara beberapa tahun kemudian.
“Mereka membunuh tanpa ampun, menebar teror di mana-mana. Saya tidak akan pernah melupakan kejadian itu.” Sumber: Wawancara dengan Yusuf Bakrie, Majalah Sejarah Militer, No. 10, 1960.
Peristiwa Madiun membentuk pandangan Yusuf Bakrie terhadap PKI. Ia melihat PKI sebagai ancaman laten yang harus dibasmi.
Keyakinan ini semakin menguat setelah ia ditunjuk sebagai komandan Wehrkreise III, yang bertanggung jawab atas keamanan wilayah Surakarta dan sekitarnya.
Tirtomoyo: Titik Didih Emosi
Situasi di Tirtomoyo pada awal tahun 1949 memanas. Desa yang terletak di kaki Gunung Lawu ini menjadi basis pergerakan PKI.
Banyak penduduk desa yang bergabung dengan PKI atau mendukung gerakan mereka secara diam-diam. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan militer, termasuk Yusuf Bakrie.
Laporan intelijen menyebutkan bahwa PKI di Tirtomoyo sedang mempersiapkan pemberontakan. Mereka mengumpulkan senjata, melatih anggota baru, dan menyebarkan propaganda anti-pemerintah.
Yusuf Bakrie merasa harus bertindak cepat untuk mencegah terulangnya tragedi Madiun.
Pada suatu pagi yang dingin di bulan Januari 1949, pasukan Yusuf Bakrie mengepung Tirtomoyo. Penduduk desa dikumpulkan di alun-alun.
Yusuf Bakrie kemudian memberikan pidato yang penuh amarah, menuduh penduduk desa mendukung PKI dan berencana menggulingkan pemerintah.
“Kalian semua adalah pengkhianat bangsa!” teriak Yusuf Bakrie dengan suara lantang.
“Kalian telah membiarkan PKI menguasai desa ini. Kalian harus bertanggung jawab atas perbuatan kalian!” Sumber: Kesaksian seorang penyintas pembantaian Tirtomoyo, Arsip Nasional Republik Indonesia
Pembantaian yang Mengerikan
Tanpa proses pengadilan, Yusuf Bakrie memerintahkan pasukannya untuk menembak mati ratusan penduduk desa. Jeritan dan tangisan pecah di alun-alun. Darah mengalir di tanah.
Suasana mencekam. Pembantaian berlangsung selama berjam-jam. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana.
Tragedi Tirtomoyo menjadi noda hitam dalam sejarah Indonesia. Ratusan nyawa melayang sia-sia.
Yusuf Bakrie kemudian dikenal sebagai “Jagal dari Tirtomoyo”. Ia dianggap bertanggung jawab atas pembantaian massal tersebut.
Motivasi di Balik Pembantaian
Ada beberapa faktor yang mendorong Yusuf Bakrie melakukan pembantaian di Tirtomoyo:
Trauma Madiun: Peristiwa Madiun 1948 menimbulkan trauma mendalam bagi Yusuf Bakrie. Ia kehilangan banyak rekan dalam peristiwa tersebut. Ia bertekad untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.
Anti-Komunisme yang Fanatik: Yusuf Bakrie adalah seorang anti-komunis yang fanatik. Ia melihat PKI sebagai ancaman besar bagi Indonesia. Ia yakin bahwa PKI harus dibasmi sampai ke akar-akarnya.
Situasi Politik yang Tidak Stabil: Situasi politik di Indonesia pada awal kemerdekaan sangat tidak stabil. Pemerintah masih lemah. PKI berusaha merebut kekuasaan. Yusuf Bakrie merasa harus bertindak tegas untuk menjaga stabilitas negara.
Informasi Intelijen yang Menyesatkan: Yusuf Bakrie mendapatkan informasi intelijen bahwa PKI di Tirtomoyo sedang mempersiapkan pemberontakan. Informasi ini kemudian terbukti tidak akurat. Namun, pada saat itu, Yusuf Bakrie mempercayai informasi tersebut.
Kontroversi yang Abadi
Peristiwa pembantaian di Tirtomoyo masih menjadi kontroversi hingga saat ini. Ada yang menganggap Yusuf Bakrie sebagai pahlawan yang berhasil mencegah pemberontakan PKI.
Ada pula yang menganggapnya sebagai penjahat perang yang bertanggung jawab atas kematian ratusan orang tak berdosa.
Yusuf Bakrie sendiri tidak pernah diadili atas perbuatannya. Ia meninggal dunia pada tahun 1969 karena sakit.
Namun, namanya tetap tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai salah satu tokoh yang paling kontroversial.
Tragedi Tirtomoyo menjadi pengingat bagi kita semua akan bahaya kekerasan dan fanatisme. Kebencian dan dendam hanya akan menimbulkan penderitaan. Kita harus belajar dari sejarah agar kesalahan masa lalu tidak terulang kembali.
Sumber:
Wawancara dengan Yusuf Bakrie, Majalah Sejarah Militer, No. 10, 1960
Kesaksian seorang penyintas pembantaian Tirtomoyo, Arsip Nasional Republik Indonesia
Roosa, John. (2006). Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto’s Coup d’État in Indonesia. University of Wisconsin Press.
Cribb, Robert. (2004). The Indonesian killings 1965-1966: studies from Java and Bali. Monash Asia Institute.
Hughes, John. (2002). The End of Sukarno: A Coup that Misfired: A Purge that Ran Wild. Archipelago Press.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
—