Informasi Terpercaya Masa Kini

Mantan Jenderal: Mengakhiri Perang Gaza Pilihan Tepat bagi Israel

0 12

TEMPO.CO, Jakarta – Giora Eiland, seorang pensiunan mayor jenderal pasukan pendudukan Israel dan mantan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, menyatakan bahwa keputusan yang tepat yang harus diambil oleh Israel adalah mengakhiri perang Gaza.

Dalam sebuah opini yang diterbitkan di surat kabar Israel Yedioth Ahronoth, Eiland mengatakan bahwa selain kebutuhan mendesak untuk mengembalikan semua tawanan dari Gaza, setidaknya ada empat alasan lain untuk menghentikan perang di Jalur Gaza, yaitu:

Pertama, bagaimana masyarakat pemukim telah mati rasa terhadap kematian tentara. “Hati warga Israel telah berubah menjadi batu terkait kematian tentara. Sebelum perang, mereka berkabung dan menangis selama beberapa hari setelah setiap kematian.”

Kedua, beban yang ditanggung tentara Israel, baik yang bertugas secara reguler maupun cadangan, yang kabarnya harus diringankan sebanyak mungkin.

Ketiga, beban ekonomi yang diderita Israel saat ini karena setiap hari pertempuran menelan biaya setengah miliar shekel. Eiland mengatakan meskipun fokus utamanya adalah melawan Lebanon, setiap shekel yang dihabiskan hari ini adalah satu shekel yang dibutuhkan Israel besok.

Keempat, seluruh dunia menunggu perang di Gaza berakhir. Eiland menambahkan bahwa “ada pemahaman yang lebih besar di dunia tentang mengapa Israel berperang di Lebanon, dan bahkan secara langsung melawan Iran, namun, tidak ada yang memahami apa yang ingin kami capai di Gaza.”

Dalam konteks ini, Eiland menekankan bahwa jika perang terus berlanjut di Gaza selama enam bulan ke depan, realitas tidak akan berubah, dan hanya ada dua hal yang pasti, “Semua tawanan akan mati, dan lebih banyak lagi tentara yang akan mati.”

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa realitas di Jalur Gaza tidak akan berubah selama Hamas masih memiliki ratusan pejuang yang akan terus bertempur, meskipun mereka tidak memiliki struktur kepemimpinan yang efektif.

Oleh karena itu, Eiland percaya bahwa dalam perjanjian dengan Hamas, Israel seharusnya hanya menuntut kembalinya para tawanan, dengan desakan, bersama dengan para pemain lain, terutama Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar, bahwa “Israel hanya akan mengizinkan pembangunan kembali Gaza jika itu terjadi dalam kerangka rencana perlucutan senjata.”

Dia lebih lanjut mengklarifikasi bahwa adalah mungkin untuk mencoba memperbaiki ketentuan kesepakatan, terutama mengenai jumlah tawanan Palestina yang akan dibebaskan untuk setiap tawanan Israel yang masih hidup, tetapi “kita tidak boleh berpegang teguh pada rincian yang tidak penting, terutama poros Philadelphia.”

Berdasarkan hal ini, Eiland menyimpulkan bahwa waktunya telah tiba untuk mengakhiri perang di mana pun biayanya lebih besar daripada manfaatnya, tetapi “sayangnya, pemerintah Israel tidak mengikuti logika ini dan bahkan tidak mengadakan diskusi yang bertujuan untuk memutuskan di antara dua pilihan: melanjutkan perang di Gaza hingga kemenangan akhir, atau bersiap mengakhiri perang di Gaza dengan imbalan kembalinya semua tawanan.”

Gencatan Senjata

Beberapa hari lalu, mantan Menteri Kehakiman Israel Yossi Beilin juga berharap perang diakhir.

“Sudah saatnya mengakhiri perang ini. Kita semua membayar harga yang sangat mahal. Kita semua menderita. Kita semua adalah korban … kita saling bersaing satu sama lain untuk menjadi korban yang lebih besar,” katanya kepada Al Jazeera.

Mengenai pertempuran dengan Hizbullah, Beilin mengatakan bahwa ia tidak percaya bahwa apa yang disebut “penghancuran Hizbullah” adalah realistis.

“Tuntutan awal kami, yang lebih dari sekadar masuk akal, agar Hizbullah memenuhi resolusi PBB 1701 dan pergi ke utara sungai [Litani] – sehingga warga Israel yang meninggalkan rumah mereka [di utara dapat kembali],” katanya.

Pekan lalu, Beilin mengatakan, dalam sebuah wawancara, bahwa ia “sangat sangat tidak bahagia” dan bahwa “hatinya [hancur]” oleh kehancuran Gaza yang telah menyebabkan lebih dari 42.000 orang terbunuh, hampir 100.000 orang terluka, dan hampir semua 2,3 juta orang mengungsi.

Ia mengatakan pembalasan Israel terhadap warga Gaza setelah serangan 7 Oktober 2023 berlebihan, tidak proporsional dan tidak dapat dibenarkan. Beilin melanjutkan bahwa “pembalasan diperlukan secara fungsional” dan tujuannya seharusnya terbatas pada pembebasan sandera dan memaksa Hamas untuk meninggalkan Gaza.

Dalam sebuah wawancara selama 30 menit dengan Karan Thapar untuk The Wire, Beilin juga mengatakan bahwa ia sangat prihatin dan khawatir dengan cara citra Israel di Barat yang menukik.

Sesaat setelah 7 Oktober 2023, Israel mendapat belas kasihan dari dunia. Sekarang, belas kasihan itu telah berubah menjadi penghinaan. Di kampus-kampus universitas di Barat, Israel diremehkan, jika bukan dibenci. Beilin mengatakan bahwa ia merasa tertekan dan sangat khawatir akan hal ini.

Berbicara tentang janji Israel yang berulang kali untuk membalas 180 rudal yang ditembakkan Iran ke Israel pada 1 Oktober lalu, Beilin mengatakan: “Saya tidak yakin apakah pembalasan adalah satu-satunya jawaban.”

Dalam wawancara tersebut, Beilin berulang kali mengkritik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu karena tidak menerima persyaratan gencatan senjata, yang pada Maret atau April lalu cukup menjanjikan. Beilin juga mengatakan bahwa jika garis besar gencatan senjata yang sekarang, yang disusun oleh Gershon Baskin, yang sebelumnya merundingkan pembebasan Gilad Shalit, dilaporkan secara akurat, Netanyahu telah melakukan kesalahan besar dengan tidak menerimanya.

AL MAYADEEN | AL JAZEERA

Pilihan Editor: Survei: Mayoritas Warga Yakin Militer Polandia Tidak Mampu Lindungi Negara

Leave a comment