Apa Artinya Mendukung Israel bagi AS?
PRESIDEN Amerika Serikat (AS), Joe Biden, memastikan dukungan AS terhadap Israel pada Rabu (2/10/2024) setelah pertemuan dengan para pemimpin negara-negara G7. Biden menulis di platform media sosial X, “Saya menegaskan kembali komitmen teguh Amerika Serikat terhadap keamanan Israel.”
Pernyataan dukungan Biden datang saat Timur Tengah berada dalam pergolakan yang dimulai sejak kelompok Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023. Saat itu, Hamas membunuh sekitar 1.200 orang dan menyandera hampir 250 orang, beberapa di antaranya masih ditahan di Gaza hingga saat ini.
Baca juga: Iran Siapkan Rencana untuk Tanggapi Kemungkinan Serangan Israel
Sebagai balasan, Israel melancarkan operasi militer skala besar di wilayah Palestina dengan tujuan menghancurkan Hamas dan membebaskan para sandera. Sejak operasi Israel itu dimulai, sudah lebih dari 40.000 orang terbunuh di Gaza, banyak dari mereka warga sipil termasuk anak-anak.
Sejak saat itu, terjadi juga peningkatan pertempuran antara pasukan Israel dan kelompok Hizbullah, sekutu Hamas yang berbasis di Lebanon. Hizbullah telah menembakkan sejumlah rudal ke Israel dari seberang perbatasan utara negara itu dengan Lebanon. Senin pekan lalu, Israel melancarkan serangan darat ke Lebanon, setelah membunuh pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, pekan sebelumnya.
Sejumlah pejabat AS telah menegaskan, mereka ingin menghindari perang besar di wilayah itu dan mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza dengan imbalan Hamas akan membebaskan para sandera Israel. Namun Selasa lalu, Iran meluncurkan 180 rudal ke Israel, dan Israel mengatakan akan membalasnya.
Hubungan Sulit Biden dengan Netanyahu
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menghadapi kecaman dari sejumlah pihak di negaranya sendiri terkait cara dia menangani perang dengan Hamas. Para pengkritik khawatir tindakan keras Netanyahu akan membuat semakin kecil kemungkinan Hamas akan melepaskan para sandera yang tersisa.
AS telah menggunakan statusnya sebagai sekutu terbesar Israel untuk memengaruhi Israel agar mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusian ke Gaza. Namun seperti yang ditegaskan Biden pada Rabu lalu, dukungan Washington terhadap Israel tetap teguh. Namun hal itu tidak berarti bahwa pemimpin kedua negara tersebut selalu akur.
“Penting untuk membedakan hubungan Presiden Biden dengan negara Israel dari hubungan dengan Perdana Menteri Netanyahu,” kata Jonathan Panikoff, direktur Scowcroft Middle East Security Initiative di lembaga think tank Atlantic Council kepada DW.
“Selama bertahun-tahun, dia (Biden) memiliki hubungan yang naik-turun dengan Netanyahu. Namun Komitmen (Biden) terhadap Israel dan keamanan Israel tidak tergoyahkan.”
Menurut Panikoff, komitmen itu terlihat jelas saat AS membantu melindungi Israel dari rudal-rudal yang ditembakkan Iran pada Selasa lalu. Pada saat yang sama, pemerintahan Biden “dibuat frustrasi oleh pengambilan keputusan Perdana Menteri Netanyahu,” kata Panikoff, yang merupakan mantan perwira intelijen AS.
Kepercayaan AS terhadap Israel ‘Berkurang Signifikan’
Salah satu contoh pengambilan keputusan itu adalah pembunuhan terhadap Nasrallah oleh Israel.
“Tidak ada rasa percaya yang besar secara pribadi antara (Biden dan Netanyahu),” kata William Wechsler, rekan Panikoff di Atlantic Council dan direktur senior Rafik Hariri Center and Middle East Programs di lembaga think tank yang berbasis di Washington.
“Seminggu lalu, (AS) memfokuskan seluruh upaya mereka untuk merundingkan gencatan senjata 21 hari di utara (antara Hizbullah dengan Israel)” di perbatasan Israel-Lebanon,” kata Wechsler. “Mereka (AS) dengan pihak Israel setiap hari membahas mengenai gagasan itu. Namun saat mereka melakukan pembahasan tersebut, Israel merencanakan operasi untuk membunuh Nasrallah. Dan mereka tidak memberi tahu pemerintahan Biden bahwa mereka melakukan hal itu. Tingkat kepercayaan yang sebelumnya ada pun menurun signifikan karena perkembangan baru tersebut.”
Keterlibatan AS dalam Potensi Perang Timur Tengah
Setelah serangan rudal-rudal Iran terhadap Israel pada Selasa, Netanyahu mengatakan, “Iran telah membuat kesalahan besar malam ini – dan mereka akan menanggung akibatnya.”
Para pengamat khawatir Israel akan membalas dengan menembakkan rudal ke sasaran di wilayah Iran. Hal itu dan eskalasi lanjutan dalam pertempuran di Lebanon dapat berubah menjadi perang berskala besar, yang berpotensi menimbulkan konsekuensi bencana bagi kawasan dan daerah sekitarnya.
Baca juga: Israel Terus Serang Beirut, Jumlah Korban Tewas di Lebanon 2.000 Lebih
Wechsler mengatakan, dalam perang semacam itu Hizbullah akan meluncurkan ratusan ribu rudal ke Israel, cukup untuk melumpuhkan sistem pertahanan udara Iron Dome yang terkenal di negara itu. Hal itu juga akan membuat Iran menembakkan cukup banyak rudal ke Israel sehingga membuat pertahanan udara AS yang ditempatkan di Israel jadi kewalahan.
Menurut Wechsler, perang juga bisa berarti “Israel mencoba untuk mencegah kedua serangan tersebut dengan menghancurkan sejumlah besar senjata Hizbullah dan menempatkan banyak warga sipil dalam bahaya, karena Hezbollah telah dengan sengaja menyembunyikan senjatanya di antara warga sipil.”
Jika hal itu terjadi, ada kemungkinan besar AS akan terlibat. Menurut dia, banyak warga AS yang terdampak risiko, seperti warga AS yang tinggal di Israel, pasukan AS di pangkalan-pangkalan AS di kawasan itu, serta mitra AS di wilayah lain di Teluk.
Dukungan terhadap Israel Dapat Merugikan Kamalla Harris
Walau isu-isu dalam negeri lebih memainkan peran bagi sebagian besar pemilih AS dalam pemilu mendatang, tetapi dukungan AS terhadap Israel juga dapat menjadi faktor. Sebagian warga AS mengamati secara seksama peran negaranya dalam konflik Timur Tengah, seperti yang terlihat pada protes pro-Palestina yang tersebar di kampus-kampus di AS musim semi lalu.
Di Michigan, sebuah negara bagian dengan populasi Arab-Amerika yang signifikan, lebih dari 100.000 anggota Partai Demokrat memilih opsi “tidak komitmen” ketimbang memilih Biden, saat dia masih berstatus sebagai kandidat presiden, dalam pemilihan pendahuluan Partai Demokrat. Desakan untuk memilih “tidak berkomitmen” datang dari mereka yang menentang dukungan pemerintahan Biden-Harris terhadap perang Israel di Gaza. Pada Pilpres 2020, Biden menang di Michigan tetapi hanya dengan selisih 154.000 suara.
Panikoff melihat kemungkinan bahwa cukup banyak pemilih akan beralih ke kandidat ketiga karena Kamala Harris mendukung Israel. Jika terjadi, hal tersebut akan membuat perbedaan penting di beberapa negara bagian kunci – dan pada akhirnya dalam pemilu secara keseluruhan.
“Mungkinkah para pemilih di Michigan yang begitu kecewa atas konflik di Gaza… mendukung Jill Stein (calon dari dari Partai Hijau) atau Cornel West… sehingga membuat Donald Trump kemudian menang dalam pemilu di Michigan? Ya,” kata Panikoff.
“Saya pikir Anda mungkin akan melihat hasil yang sama di Pennsylvania. Jika hal itu terjadi di dua negara bagian itu (Michigan dan Pennsylvania), maka akan sangat, sangat sulit untuk melihat jalur kemenangan bagi Wakil Presiden Harris,” ujar dia.