Ketika Wanita Maskulin Menikah dengan Cowok Feminin
Ini istri gw, dia wanita maskulin. Sedangkan gw adalah cowok feminin. Kami dibesarkan dengan cara asuh yang berbeda. Istri gw adalah anak perempuan pertema, terbiasa ngurus apa-apa sendiri, terbiasa mimpin adik-adiknya. Dan terbiasa ambil keputusan sendiri. Sementara gw adalah anak laki-laki bungsu. (akun @love***ch.**)
Mungkin sebagian Kompasianer’s, masih awam istilah wanita maskulin dan cowok feminin. Jujurly, saya juga belum terlalu familiar. Sampai mendapati sebuah konten di instagram, yang membahas masalah ini.
Awalnya saya menyangka, wanita maskulin adalah tomboy, cowok feminin identik gemulai. Tetapi persepsi itu salah besar, konteks ini sama sekali tidak ada kaitan dengan hal tersebut. Bahwa maskulin dan feminin pada bahasan ini, adalah soal dominasi bersikap.
Setelah mencerna isi konten tersebut, saya mengidentifikasi diri dan menyimpulkan. Bahwa setiap orang, sejatinya memiliki sisi maskulin dan feminin sekaligus. Kedua sikap tersebut sama penting, mempunyai peran yang krusial di saat yang tepat.
Misalnya lelaki berlaku lemah lembut pada pasangan, nrimo dan mengalah di moment tertentu. Atau perempuan tegas pada pengecut, melawan orang yang berniat mencelakai. Dan seterusnya dan seterusnya.
Suami dengan istri maskulin, pun istri dengan suami feminin. Butuh ilmu untuk menyikapi, agar sebuah pernikahan berjalan dengan baik. Butuh pengertian dan saling menghargai, agar rumah tangga bisa balance.
—–
Dulu saya punya teman kantor (perempuan), yang menurut saya sangat maskulin. Sikap keras kepalanya menonjol, kalau berdebat tidak mau dikalahkan. Dengan jabatan beliau sebagai manager, membuat saya tidak berani sembarangan berkata dan bersikap.
Di usia yang kepala tiga, kendaraan roda empat dan sebuat rumah di Karawaci sudah dimiliki. Dari cara berinteraksi dengan saya, perempuan ini sangat-sangat mandiri. Mungkin karena sikap itulah, banyak laki-laki jadi minder sebelum mendekati.
Masih tentang teman lama, saya kembali temui saat reuni SMA. Teman yang dulu pernah sekelas, bangku tempat duduk kami depan belakang. Anaknya pendiam sekaligus pemalu, tetapi otaknya cukup encer. Setelah lama berteman dan tahu istilah laki-laki fiminin, sepertinya teman lama ini masuk kategori tersebut.
Menurut saya tidak ada yang salah, dengan cowok feminim ataupun wanita maskulin. Karena banyak faktor, yang membentuk sikap dan sifat seseorang. Baik sikap feminin atau maskulin, keduanya memiliki kekuatan.
Tugas setiap kita mengelola setiap kelebihan, tetap struggling dalam kehidupan sehingga bisa survive. Terus mengilmui diri, agar bisa bertumbuh di segala kondisi yang dialami.
Ketika Wanita Maskulin Menikah dengan Cowok Feminin
Untuk cowok feminin gw kasih tau ya.. Kalau punya pasangan wanita maskulin, kita gak bisa minta pasangan langsung nurut. Karena mereka sudah terbiasa mengambil peran jadi leader.Leader gak terbiasa diperintah, tapi mereka bersedia untuk kompromi.
Makanya cara-cara perintah, nyuruh dan marah-marah gak akan pernah berhasil bikin wanita maskulin mau kerjasama saya kamu. Justru cara terbaik adalah aja mereka diskusi, dengerin pendapatnya ajak dia terlibat. Dengan begitu, dia ngga Cuma merasa dihargai, tapi juga tumbuh rasa respeck ke suami.—continyu (akun @love***ch.**)
Setiap orang hidup, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Semesta membawa sunatullah, bahwa tak ada manusia yang sempurna — kecuali manusia pilihan. Suami istri, adalah pribadi yang tidak sempurna, keduanya musti saling melengkapi.
Setelah menjadi pasangan, tugas suami mengerti istri demikian juga sebaliknya. Setiap masalah rumah tangga, bisa diselesaikan dengan baik-baik saja. Asal suami dan istri tidak mengedepankan ego, bersedia berkompromi mencari titik tengah.
Membaca caption di konten di atas, menghadapi wanita maskulin ada caranya. Pun ketika bersuami cowok feminin, tentu ada strateginya. Misalnya dengan mengemong, bersedia menjadi pendengar yang baik dan sebagainya.
So, tetaplah menjadi diri sendiri. Sebagai partner kita musti bisa menempatkan diri, agar pasangan nyaman dan penikahan menjadi langgeng. Karena dalam pernikahan, membutuhkan dua orang yang mau terus belajar.
Gak ada pernikahan yang sempurna, at the end, pernikahan bukan tentang mencari kesempurnaan. Tapi tentang mencari keseimbangan. Makanya gwpun belajar jadi pria yang lebih maskulin. Dan istri gw belajar untuk lebih feminin. (akun @love***ch.**)