Kayumanis Koerintji: Warisan Lokal yang Terjaga Lewat Sertifikasi Indikasi Geografis
KOMPAS.TV – Kayu manis (cinamomum burmanii) merupakan salah satu rempah unggulan yang telah mengharumkan nama Indonesia di pasar dunia. Rempah ini memiliki berbagai bentuk olahan, seperti gulungan, pecahan, serbuk, hingga minyak.
Saat ini Indonesia termasuk produsen utama yang memegang peranan penting dalam memasok kayu manis berkualitas tinggi, dengan sebagian besar diekspor dalam bentuk gulungan.
Rempah yang kaya akan aroma dan manfaat ini bukan hanya mewakili kekayaan alam Indonesia, tetapi juga menjadi komoditas penting dalam perdagangan global yang menjangkau berbagai industri, mulai dari kuliner hingga kesehatan.
Kualitas kayu manis yang dihasilkan wilayah Kerinci, tepatnya produk Kayumanis Koerintji telah diakui kualitasnya di pasar dunia. Dengan kandungan senyawa yang tinggi, Kayumanis Koerintji dikenal memiliki cita rasa dan manfaat yang lebih dibandingkan dengan kayu manis dari daerah lain.
Meski berasal dari wilayah Kerinci, tetapi tidak semua kayu manis yang dihasilkan di sana bisa menyandang nama Kayumanis Koerintji. Hanya kulit kayu manis yang memenuhi standar kualitas saja yang dapat diperdagangkan dengan nama Kayumanis Koerintji yang dilindungi Indikasi Geografis Indonesia.
Jelajah Indikasi Geografis KompasTV yang dipandu Widy Dwinanda berkeliling untuk melihat langsung proses budidaya dan pemanenan Kayumanis Koerintji di Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi—sentra utama budidaya kayu manis di Indonesia.
Proses Budidaya dan Kualitas Kayumanis Koerintji
Kayumanis Koerintji adalah kayu manis khas dari wilayah Kerinci, Jambi, yang dikenal memiliki kualitas premium dengan kandungan sinamaldehida tinggi dan aroma yang kuat. Tumbuh di dataran tinggi pegunungan Kerinci, kayu manis ini memiliki cita rasa yang khas dan kaya akan manfaat kesehatan.
Diakui secara internasional, Kayumanis Koerintji juga telah mendapatkan sertifikasi Indikasi Geografis (IG), yang menjamin keaslian dan kualitasnya, menjadikannya komoditas unggulan yang dipasarkan baik di pasar lokal maupun global.
Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) memiliki peran penting dalam menjaga kualitas dan reputasi Kayumanis Koerintji. Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kayumanis Koerintji Jambi (MPIG-K2J) saat ini dikepalai oleh Yusuf yang secara turun temurun mengelola hasil bumi kayu manis di wilayah Kerinci.
Menurut Yusuf, budidaya kayu manis di Kerinci telah berlangsung turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi sejak zaman penjajahan Belanda. “Awalnya, bibit kayu manis dibawa oleh bangsa Belanda dan diperintahkan untuk ditanam di daerah kami. Sejak itu, kayu manis menjadi bagian penting dari kehidupan kami,” ungkap Yusuf.
Proses penanaman kayu manis di Kerinci sering dilakukan dengan metode tumpangsari, di mana pohon kayu manis ditanam bersama tanaman lain seperti sayur-mayur dan kopi selama beberapa tahun.
“Untuk mendapatkan hasil pertama, dibutuhkan waktu sekitar tujuh hingga dua belas tahun, tergantung kategori kayu manisnya. Setelah usia 12 tahun, kita sudah bisa mulai memanen kayu manis dengan kualitas terbaik,” tambah Yusuf.
Menariknya, semakin tua pohon kayu manis, semakin baik kualitasnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan sinamaldehida yang makin tinggi seiring bertambahnya usia pohon. Sinamaldehida adalah senyawa penting dalam kayu manis yang memberikan aroma dan khasiat kesehatan.
Melalui pengawasan ketat mulai dari proses budidaya hingga pasca-panen, MPIG memastikan bahwa kayu manis yang diproduksi memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.
Sertifikasi Indikasi Geografis tidak hanya melindungi keaslian produk dari pemalsuan, tetapi juga meningkatkan nilai jualnya di pasar global. Berkat upaya MPIG, para petani lokal dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dan memastikan keberlanjutan budidaya Kayumanis Koerintji, yang telah menjadi warisan berharga bagi masyarakat Kerinci.
Indikasi Geografis dan Kualitas Kayumanis Koerintji
Salah satu langkah penting yang dilakukan oleh masyarakat Kerinci untuk melestarikan kualitas kayu manis mereka adalah melalui pendaftaran indikasi geografis. Indikasi geografis ini menjadi jaminan kualitas dan keaslian produk Kayumanis Koerintji sehingga dapat terlindungi secara hukum.
“Masyarakat kami sebagian besar mengandalkan kayu manis sebagai sumber penghidupan, baik secara ekonomi maupun sosial. Oleh karena itu, kami merasa perlu untuk mempertahankan kualitasnya dengan mendaftarkan indikasi geografis,” jelas Yusuf.
Kayumanis Koerintji berbeda dari kayu manis daerah lain, terutama dalam hal kandungan senyawa dan kualitas minyak atsiri yang dihasilkan. Berdasarkan hasil laboratorium dari Bogor, Kayumanis Koerintji memiliki kandungan sinamaldehida tertinggi di Indonesia, menjadikannya sebagai salah satu kayu manis terbaik di dunia.
Proses pemanenan kayu manis di Kerinci melalui tahapan pengupasan dengan alat penyukik, lalu dikikis, dan dipotong. Setelah kulit kayu manis dikupas, kulit tersebut kemudian dijemur hingga kering.
Hasil panen ini biasanya digunakan untuk produksi berbagai olahan kayu manis, termasuk greenstick. Sentra pengolahan kayu manis di Kerinci juga terus berkembang, mendukung peningkatan kualitas dan produksi kayu manis untuk pasar lokal maupun internasional.
Melalui pendekatan alami dan tanpa penggunaan herbisida atau insektisida, para petani di Kerinci berkomitmen untuk menjaga kualitas dan keaslian kayu manis mereka. Budidaya ini telah menjadi warisan yang terus dijaga oleh masyarakat setempat, tidak hanya untuk kesejahteraan ekonomi, tetapi juga untuk mempertahankan tradisi dan budaya yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Pengaruh Indikasi Geografis Terhadap Kayumanis Koerintji
Ketua MPIG-K2J Yusuf menjelaskan bagaimana status indikasi geografis (IG) berperan penting dalam pengembangan dan pemasaran Kayumanis Koerintji, baik di pasar nasional maupun internasional.
“Pengaruhnya luar biasa. Dengan kualitas yang dihasilkan, Kayumanis Koerintji bisa menembus pasar global, termasuk Yogyakarta dan bahkan negara-negara luar. Harga kayu manis juga meningkat, dulu hanya Rp12.000 per kilogram, sekarang sudah jauh lebih tinggi,” jelas Yusuf.
Dengan adanya sertifikasi IG, Kayumanis Koerintji kini diakui secara internasional, sehingga reputasinya meningkat. “Kami menguasai sekitar 10 hingga 20 persen dari total produksi kayu manis nasional, dengan kapasitas mencapai 100 hingga 200 ton per tahun,” tambahnya.
Dalam menjaga kualitas, komunitas MPIG-K2J selalu melakukan pengawasan ketat, terutama dalam proses pasca-panen. “Kami melakukan quality control minimal 11 kali sebelum kayu manis dipasarkan. Setiap pesanan juga disesuaikan dengan permintaan, misalnya dari Nigeria, yang memiliki standar kemasan tertentu,” ungkap Yusuf.
Ciri khas Kayumanis Koerintji dapat dikenali dari logo indikasi geografis yang tertera pada kemasan. “Logo ini menandakan Kayumanis Koerintji yang asli dan berkualitas, bahkan berstandar internasional,” tegasnya.
Dengan adanya indikasi geografis, harapan ke depannya adalah agar mutu Kayumanis Koerintji tetap terjaga, mulai dari proses budidaya, perawatan, hingga penjualan.
“Budidaya kayu manis adalah aset penting bagi masyarakat Kerinci yang telah diwariskan oleh para leluhur kami. Banyak dari kami bisa menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi dan bahkan menunaikan ibadah haji berkat hasil dari kayu manis,” tutup Yusuf.