Informasi Terpercaya Masa Kini

Boneka Labubu dan Konsep “Cute Marketing”

0 2

Oleh: Dr. Sinta Paramita, S.I.P.,MA.*

BONEKA pada dasarnya merupakan mainan untuk anak-anak yang menggemaskan. Bentuknya beragam seperti hewan atau karakter-karakter tertentu yang menarik perhatian anak-anak.

Boneka merupakan sarana komunikasi tradisional yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Seperti wayang, boneka yang terbuat dari kayu atau kulit hewani, dibentuk menyerupai tokoh dan karakter tertentu.

Wayang dimainkan dengan alur cerita yang kompleks lengkap dengan instrumen musik. Sarat akan nilai-nilai budaya, seperti wayang potehi atau wayang kulit.

Pada era keterbukaan teknologi dan informasi, boneka menjadi media identitas untuk merepresentasikan kelompok tertentu.

Misal, boneka yang merepresentasikan K Pop Idol. Dengan memiliki boneka tersebut, fans merasa lebih dekat dengan idol dan mendukung kerja keras sang idol.

Boneka Labubu tengah menjadi sorotan. Labubu adalah boneka yang ciptakan seniman asal Hong Kong Kasing Lung pada 2013.

Boneka tersebut menjadi viral di media sosial ketika Lisa Blackpink menggunakan boneka tersebut untuk aksesoris tas sekitar April 2024. Ibu dari Lisa pun mengunggah di Instagram koleksi Lisa berupa Boneka Labubu.

Melihat hal tersebut netizen Indonesia ramai dan ingin memiliki boneka Labubu.

Pop Mart yang menjual boneka Labubu mulai diserbu pembeli yang rata-rata generasi Milenial dan Z. Mereka rela antre berjam-jam untuk mendapatkan boneka tersebut.

Tidak hanya itu, keributan yang muncul dari proses tersebut juga viral di media sosial. Harga untuk boneka Labubu di kisaran ratusan ribu rupiah hingga belasan juta rupiah.

Lantara banyak orang yang memburu boneka tersebut, lalu muncul orang-orang yang melakoni “jastip” alias jasa titip.

Beberapa orang mengaku membeli Boneka Labubu karena lucu dan menggemaskan, cocok digunakan untuk aksesoris dan pelengkap koleksi. Sebagai lagi ingin mengikuti tren yang sedang viral. Sangat mudah menemukan konten Labubu di media sosial.

Riset yang dipublikasi pada konferensi membahas tentang A Cross-Cultural Comparison of Perceptions of Cuteness and Kawaii Between American and Japanese College Students menceritakan tentang gagasan kawaii, atau kelucuan dalam konteks budaya Jepang, dapat ditemukan di mana-mana di Jepang, mulai dari barang-barang Hello Kitty hingga poster dan rambu jalan yang dibuat oleh pemerintah.

Produk Jepang, yang dibeli orang di seluruh dunia, secara sadar disesuaikan untuk memenuhi kelucuan yang disukai secara luas.

Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana pengguna target memandang kawaii ketika merancang sebuah produk.

Berdasarkan studi asosiasi bebas, studi lintas budaya yang menyelidiki perbedaan budaya dalam pemahaman fundamental tentang istilah “imut” dan “kawaii”.

Kata Kawayushi, yang muncul dalam buku Jepang klasik Konjaku Momogatarishu (Tales of Times Now Past), adalah asal kata kawaii.

Saat itu, kata “kawaii” berarti sedih, memalukan, atau terlalu sedih untuk dilihat. Selama sejarah Jepang, arti kata tersebut berkembang untuk menggambarkan sesuatu yang kecil, lemah, dan menimbulkan perasaan “ingin melindungi”.

Kawaii sekarang mencakup “kelucuan Jepang”. Dalam buku Cuteness Engineering: Designing Adorable Products and Services, Marcus, Kurosu, Ma, dan Hashizume menyatakan bahwa kata “kawaii” adalah kata Jepang yang paling dekat dengan kata “cute” dalam bahasa Inggris.

Di tengah perkembangan teknologi dan informasi saat ini, nilai-nilai humanis hampir tergantikan oleh AI dan hidup terasa seperti matrik data.

Fenomena boneka Labubu justru menjadi momentum penting bagi generasi Milenial, Z, dan next generation. Sisi humanis dan emosional generasi tersebut menjadikan Boneka Labubu laku di pasaran.

Bagi produsen tentu ini menjadi alternatif dan peluang dalam dunia industri, yaitu dengan mengemas unsur “cute” atau “imut” pada produk dapat menarik perhatian pembeli saat ini. Cute marketing efektif untuk generasi Milenial, Z, atau next generation.

Cute martketing adalah inovasi dalam dunia pemasaran dengan merancang unsur cute (gemas, lucu, imut-imut) pada sebuah produk. Cute marketing nyatanya dapat menaik perhatian generasi-generasi tersebut.

Gagasan cute marketing akan menarik dan berguna bagi para profesional, peneliti, akademisi, dan mahasiswa yang tertarik membahas inovasi dalam pemasaran. Selain itu, gagasan ini berguna sebagai pelengkap fenomena sosial dalam perkembangan studi keilmuan.

*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Leave a comment