Usai Dalih Iptu Rudiana ,Dihabisi, di Sidang PK Terpidana Kasus Vina,Dedi Mulyadi Beber Tabiatnya
SURYA.co.id – Iptu Rudiana masih terus disinggung dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina Cirebon.
Mulai dari kekejamannya yang diungkap para saksi, hingga dalihnya yang ‘dihabisi’ Susno Duadji.
Kini, Iptu Rudiana kembali disinggung dalam kesaksian Dedi Mulyadi.
Dalam sidang PK terpidana kasus Vina Cirebon, Jumat (20/9/2024), Dedi memberikan kesaksian.
Awalnya jaksa menanyakan kepada Dedi Mulyadi apakah selain menemui pihak terpidana, dia juga menemui keluarga korban.
Baca juga: Dalih Iptu Rudiana “Dihabisi” Susno Duadji di Sidang PK Terpidana Kasus Vina, Kapolri Harus Dengar!
Seperti diketahui, Dedi selama ini turut membantu penyelidikan Kasus Vina Cirebon dengan menemui semua saksi dan korban.
Dedi kemudian dengan tegas mengaku cuma Iptu Rudiana saja yang tak bisa ditemui.
“Yang saya tidak bisa bertemu dengan Pak Rudiana saja” ujar Dedi.
Bahkan, Dedi mengaku cuma untuk bertemu istri Iptu Rudiana pun tidak bisa.
“Saya ingin mencoba bertemu dengan ibunya Eky tapi tidak berhasil” tandas Dedi.
Sebelumnya, dalih Iptu Rudiana dipatahkan mantan Kabareskrim Komjen (purn) Susno Duadji saat menjadi ahli di sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri Cirebon pada Rabu (18/9/2024).
Baca juga: Jelang Sidang PK Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon, Titin Malah Khawatir: Bagaimana Ngomongnya
Iptu Rudiana pernah membantah telah menangkap dan menganiaya 9 orang, delapan diantaranya menjadi terpidana kasus Vina Cirebon.
Iptu Rudiana beralasan hanya mengamankan mereka.
“Saya enggak nangkap ya, saya hanya mengamankan saja. Beda ya nangkap dan saya amankan, karena saat itu saya baru tahu mereka pelakunya,” ujar Rudiana dalam konferensi pers bersama Hotman Paris beberapa waktu lalu.
Rudiana juga menegaskan bahwa tuduhan penganiayaan yang dilayangkan kepadanya tidak benar.
“Soal penganiayaan itu tidak ada. Tidak ada penganiayaan,” ucapnya.
Namun, pembelaan Iptu Rudiana itu dipatahkan Susno Duadji.
Menurut Susno, dalam undang-undang acara pidana, tidak ada istilah mengamankan.
Menurutnya, membawa orang ke kantor atau ke suatu tempat tanpa ada surat penangkapan, itu namanya merampas kemerdekaan orang lain.
“Gak ada istilah mengamankan. Di KUHAP itu gak ada istilah mengamankan. Itu bukan tertangkap tangan,” kata Susno.
Saat penangkapan pun, tidak semua anggota Polri diperbolehkan menangkap.
Baca juga: Nasib Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Tak Lagi Menderita, Begini Perlakuan Rivaldy Alias Ucil
Menurut Susno, yang boleh menangkap hanya anggota polri aktif, berdinas di reserse, dan diberikan surat perintah.
“Kalau mengamankan? apanya yang diamankan. Jangan dicampuradukkan menangkap dan mengamankan. Kalau pengamanan misalnya ada keramaian atau ada sidang kayak gini, itu ada pengamanan,” terang Susno.
Disinggung tentang adanya anggota polri yang menangkap lalu melakuan penyiksaan, menurut Susno anggota polri ini tak hanya bisa dikenakan kode etik namun bisa dikenakan ancaman pidana.
“Bisa (Pasal) 351 bisa 352 (KUHP). Apabila dilakukan anggota polri, itu harus diperberat. Dan ingat, Indonesia punya meratifikasi konvensi internasional tentang antipenyiksaan,” ungkapnya.
Disinggung tentang tidak adanya pendampingan kuasa hukum untuk tersangka pada proses penyidikan, menurut Susno, hasil pemeriksaan itu harus dinyatakan batal demi hukum.
“Sudah banyak putusan pengadilan, membatalkan dan membebaskan terdakwa karena tindak pidana yang diancam hukuman 5 tahun ke atas dan pemeriksaan awal tidak didampingi,” katanya.
Susno juga dimintai pendapatnya mengenai penanganan kasus dimana tersangka ditangkap dahulu baru dibuat laporan polisi, lalu tidak ada penyelidikan, tetapi langsung penyidikan dan ditetapkan tersangka dalam hitungan jam.
Menanggapi hal ini, Susno berkelakar semoga hal itu tidak terjadi di Indonesia, apalagi di Jawa Barat.
“Mudah-mudahan itu ilusi kasus, semoga tidak terjadi di Indonesia. Kalau ini terjadi di Indonesia, dan di Jawa Barat dan saya pernah jadi kapolda jawa barat. Saya pingsan di sini,” sindirnya.
“Kalau itu benar, pak kapolri harus dengar. Pak kapolri junior saya, saya tidak pernah menjadi senior mengajarkan ini,” tegasnya.
Peran Iptu Rudiana Buat Peradilan Sesat
Iptu Rudiana dinilai memiliki kontribusi besar terjadinya peradilan sesat yang membuat 7 terpidana kasus Vina Cirebon dihukum seumur hidup, dan satu lainnya divonis 8 tahun penjara.
Hal ini diungkapkan Edwin Partogi, kuasa hukum terpidana Saka Tatal yang juga mantan wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca juga: Susno Duadji Beber Bukti Kasus Vina Cirebon Kecelakaan di Sidang PK, Begini Proses Penyelidikannya
Edwin membantah bahwa Iptu Rudiana dipojokkan oleh para saksi dan terpidana dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus Vina di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon.
Menurutnya, para saksi dan terpidana itu menyampaikan fakta yang sebenarnya terjadi.
Faktanya bahwa 8 orang ini menjadi terpidana karena peran besar Iptu RUdiana.
“Entah kenapa Iptu Rudiana ini off side untuk melakukan penyidikan, tanpa berdasarkan hukum, tanpa surat perintah,”terang Edwin dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Selasa (17/9/2024).
Ditambahkan Edwin, IPtu Rudiana juga telah melakukan penangkapan tanpa surat perintah, penyiksaan hingga berlanjut tanpa proses penyelidikan, tapi langsung naik ke penyidikan.
“Tentu perkara ini tidak mungkin ada tanpa peran besar Rudiana,” katanya.
“Bukan memojokkan rudiana, tapi ini fakta atas persitiwa peradilan sesat yang diajukan PK ini.
Kontribusi terbesar ya Rudiana,” tegas Edwin.
Menurut Edwin, kalau Iptu Rudiana tidak melakukan penangkapan tidak berdasar, penyidikan semena-mena, peristiwa ini tidak akan ada.
Tapi karena unsur subyektifitas, konflik kepentingan karena korbannya anaknya, Iptu Rudiana melakukan semua itu.
“Gak tahu apa yang mengilhami rudiana yang membuat 8 orang jadi tersangka ini. Apakah karena kesurupan. Yang jelas, peran rudiana untuk menjadikan 8 orang pesakitan sangat besar,” tegasnya.
Dikatakan Edwin, sidang PK yang diajukan 6 terpidana ini surplus bukti dan saksi yang emnguatkan bahwa peristiwa yang dituduhkan pembunuhan dan pemerkosaan ini nihil.
Sidang PK 6 terpidana ini menguatkan PK yang diajukan Saka Tatal sebelumnya.
“Menggenapkan argumentasi bahwa bukan pembunuhan dan pemerkosaan, tapi kecelakaan yang mengakibatkan Eky dan vina meninggal dunia,” tegasnya.
>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id